TUGAS TERJEMAHAN-ASRUL MAPPIWALI
Ketergantungan Obat & Kematian akibat Obat
Toksikologi forensic adalah penerapan ilmu dan praktek toksikologi untuk tujuan hokum. Cakupannya bukan hanya untuk identifikasi dan jumlah obat, racun, atau substansi dalam jaringan manusia, tetapi juga kemampuan untuk menginterpretasikan hasil dari penemuan tersebut. Tiap tahun di Amerika Serikat, ribuan orang meninggal akibat obat-obatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena itu, laboratorium toksikologi sangatlah penting untuk medis sebagai bagian dari penyidikan. Hal ini penting bagi system medikolegal untuk memiliki akses staf laboratorium toksikologi yang adekuat serta peralatannya. Tanpa hal-hal diatas, maka penentuan penyebab dan cara kematian tidak mungkin dilakukan.
Di kantor ahli medis, hasil teds toksikologi dihubungkan dengan riwayat medis, penemuan-penemuan pada otopsi dan sekitarnya, dengan kematian, sehingga akan dapat disimpulkan bahwa obat tersebut merupakan penyebab kematian ,factor yang mendukung kematian atau tidak memiliki hubungan sama sekali dengan kematian tersebut. Pada beberapa instansi, level obat tidak dapat ditentukan. Seluruh dokter dan toksikologis pernah menenangani kasus dimana seseorang ditemukan memiliki level obat yang fatal di dalam darahnya, namun level obat yang fatal tersebut bukan merupakan penyebab kematiannya. Biasanya kasus seperti ini khas untuk pecandu obat-obatan yang telah memiliki toleransi terhadap level obat yang pada orang lain dapat menyebabkan kematian, namun pada pecandu tersebut tidak bermakna. Keadaan yang sama sering ditemukan oleh dokter-dokter dimana pasien dibawa ke ruang gawat darurat dalam keadaan sadar, dengan level obat yang jika pada kebanyakan orang dapat menyebabkan keadaan tidak sadar bahkan dapat menyebabkan kematian.
Sebaik apapun laboratorium toksikologi, namun hal tersebut tidak akan berfungsi dengan baik jika ada kegagalan dalam mengumpulkan specimen yang tepat, jumlah yang adekuat dan wadah penampungan yang tepat.
Pengumpulan jaringan untuk analisis
Pada seluruh kasus otopsi, darah, urin, empedu dan vitreus harus dikumpulkan jika memungkinkan.
Pengumpulan Spesimen
- Seluruh specimen harus dikumpulkan dengan menggunakan jarum bersih dan spoit yang baru.
- Spesimen darah, urin, empedu, dan vitreus harus disimpan dalam wadah gelas, bukan plastic karena cairan tersebut dapat mengupas polimer plastic dari wadah plastic. Jika darah tersebut akan dianalisis dengan kromatografi udara, maka polimer tersebut dapat menutupi komponen tertentu dan mempengaruhi analisis. Pada beberapa kasus, substansi seperti volatile akan hilang karena diabsorbsi oleh plastic.
- Ambil darah dari pembuluh darah femoral. Jika tidak memungkinkan, maka tempat-tempat lain, adalah :
o pembuluh darah subklavia
o aorta
o arteri pulmonalis
o vena cava superior
o jantung
- Mengambil darah minimal 50 ml darah
o 20 ml didalam tabung tes gelas 20 ml dengan penutup merah
o 20 ml didalam tabung tes gelas 10 ml dengan penutup abu-abu (mengandung potassium oksalat dan sodium florida)
o 10 ml di dalam tabung tes gelas dengan penutup ungu ( mengandung EDTA) untuk analisi DNA
o Mengumpulkan seluruh vitreus
o Mengumpulkan 20 ml urin
o Mengumpulkan 20 ml empedu
o Memberi label pada specimen dengan nama korban, nomor kasus, tanggal penelitian, nama pemeriksa, dan khusus pada darah tuliskan sumber pengambilan darah misalnya femoralis.
Jika darah akan dianalisa dengn volatile, maka sebagian darah harus disimpan pada tabung tes dengan penutup yang dilapisi Teflon, sebab volatile dapat menguap jika digunakan dengan penutup karet.
Cara membuka kantung pericardium adalah dengan memposisikan tabung atau wadah dibawah jantung, lalu jantung dipotong dan biarkan darah mengalir dan mengisi tabung tersebut. Cara tersebut sangat dianjurkan mengingat sangat mudah mengkontaminasikan isi wadah tersebut dengan cairan pericardium dan material lain yang terdapat pada rongga dada. Hal ini akan menyebabkan darah mengalami difusi atau telah terjadi difusi obat dari lambung ke dalam cairan dada atau perkardium, yang dapat mengkontaminasinya dengan obat yang pada level tinggi dapat dideteksi pada darah jantung.
Darah secara istimewa terkumpul dari pembuluh-pembuluh darah femoral dan subklavia untuk menghindari adanya kemungkinan atau anggapan mengenai pelepasan (redistribusi) artifak-artifak postmortem. Pada kasus obat-obatan tertentu, tingkatan postmortem dalam darah jantung merupakan suatu hal yang menarik pada dasar redistribusi obat postmortem. Contoh yang terbaik adalah antidepresan trisiklik. Pada beberapa kasus yang melibatkan obat tersebut, analisa hati lebih diutamakan daripada analisa pembuluh darah dalam penjelasan apakah kematian berkaitan dengan overdosis obat ataukah sudah sampai pada tingkatan kronik.1 Namun, Pounder dkk. menjadikan hal tersebut sebagai suatu pertanyaan dengan mendemonstrasikan difusi postmortem obat-obat tersebut dari lambung ke hati, khususnya lobus kiri.2 hal lain yang didemonstrasikan adalah difusinya ke dasar paru kiri, lien, dan ke cairan perikard. Pada derajat yang lebih rendah, terjadi difusi ke darah jantung, darah aorta dan vena cava inferior. Semua demonstrasi ini dilakukan pada cadaver dengan postmortem yang dipicu oleh obat-obatan.
Difusi alkohol ke dalam ruang-ruang jantung, vena cava superior dan aorta masih merupakan hal yang kontroversial. Hal yang umum adalah ketika hal tersebut dapat terjadi, maka hal itu merupakan sesuatu yang tidak umum. Difusi terjadi akibat konsentrasi alkohol yang sangat tinggi di dalam lambung; kegagalan pendinginan tubuh dalam 24 jam, dan peningkatan waktu kematian berkaitan dengan adanya pengumpulan darah.3 Pounder menemukan bahwa difusi secara nyata dihambat oleh pendinginan. Karena adanya fenomena difusi postmortem, maka Pounder dkk. merekomendasikan bahwa untuk kepentingan toksikologi, darah perifer (misalnya yang berasal dari pembuluh darah femoral) hendaknya digunakan untuk analisa toksikologi. Jika diperlukan suatu jaringan, maka hendaknya digunakan jaringan yang letaknya lebih dalam pada lobus kanan hati, apeks paru ataupun jaringan otot ekstremitas.
Pada beberapa individu yang telah meninggal selama beberapa jam atau beberapa hari di rumah sakit maka hal mungkin adalah obat-obatan apapun yang terdapat dalam darahnya selama masa tersebut telah mengalami metabolisme. Hal ini merupakan kasus yang biasa tetapi tidak selalu terjadi. Dalam hal ini, darah bukan hanya hendaknya ditemukan pada otopsi, tetapi juga hendaknya dilakukan kontak terhadap rumah sakit dimana individu tersebut dirawat untuk mencaritahu apakah darah ditemukan setelah masa perawatannya. Hal ini hendaknya dilakukan untuk tujuan analisis toksikologi. Pada kasus trauma, darah biasanya segera diambil dan dikirim ke bank darah untuk dilakukan pencatatan dan pencocokan (cross-match), dan darah tersebut hendaknya tersimpan di bank darah sekurang-kurangnya selama 2 minggu.
Pada kematian akibat atau yang dicurigai overdosis obat, maka ahli patologi boleh meminta sedikit (potongan kecil) hati, ginjal, dan otot untuk selanjutnya dilakukan analisa toksikologi. Sekurang-kurangnya 50 gram dari jaringan-jaringan organ tersebut. Dengan perkembangan ilmu toksikologi saat ini, hal tersebut umumnya tidak diperlukan lagi. Namun jika terjadi perpanjangan masa hidup yang tidak biasanya sejak masuknya obat yang menyebabkan kematian tersebut, maka obat tersebut akan ditemukan dalam darah. Bahkan dengan perpanjangan masa hidup, obat tersebut biasanya dapat ditemukan di vitreus, empedu, ataupun urin. Obat-obatan cenderung ditemukan dalam kadar konsentrasi yang lebih tinggi pada hati daripada dalam darah
dapat dimetabolisme. Dalam beberapa kasus overdosis obat-obatan secara oral, yang berpengaruh terhadap pencernaan harus dihentikan.
Pada beberapa kejadian sebagai contoh dari trauma massif pada tubuh, dimana tidak ada darah yang dapat diambil dari vaskularisasi, walaupun ada darah yang beredar bebas dalam rongga tubuh. Jika darah tersebut diambil, kemudian dicoba dengan alcohol dan obat-obatan, lalu hasilnya negative, hal tersebut adalah aman untuk diasumsikan secara individu selama tidak berada dibawah pengaruh alcohol atau obat pada saat kematian. Pada hasil yang positif, di pihak lain kemugkinan adanya kontaminasi. Pada kasus tersebut material yang lain seperti vitreus atau otot harus dianalisa untuk mengevaluasi keakuratan dari hasil tes pada darah.
Jika dipilih untuk tidak melakukan otopsi, tetapi lebih cenderung pada pemeriksaan luar tubuh, darah, urin, dan vitreus harus diambil. Urin dapat diambil dengan memasukkan jarum dari semprotan yang bersih melalui perut bagian bawah, diatas simphysis pubis. Darah diambil dari vena femoral atau di daerah vena sub clavicula. Seharusnya darah tidak bisa diambil dangan cara blind stab dari dinding depan dada jantung. Hal ini bisa mengakibatkan kontaminasi dengan darah serta cairan esophagus, pericardial sac, atau cavitas pleura.
Analisa jaringan
Jaringan yang memiliki peranan penting untuk analisa adalah darah. Hal ini sifatnya logis, dimana ditemukan bahwa tingkat kandungan obat di dalam darah dapat memberi efek secara individu. Kandungan obat yang diperiksa lewat urin, atau empedu memberikan efek secara individu, tetapi tidak dapat dikatakan bahwa hal tersebut yang menjadi penyebab kematian seseorang. Jadi analisa toksikologi sebaiknya diorientasikan unutk menganalisa darah. Dengan pengecualian, seluruh obat-obatan secara kasat mata dan metabolismenya saat ini dapat diperiksa dalam darah pada berbagai laboratorium toksikologi moderen. Heroin adalah sebuah pengecualian. Bahkan dalam kasus yang biasanya, dapat dibuktikan bahwa hal itu dapat dilakukan. Jadi heroin ( di-acetylmorfin ) dapat dimetabolisme secara cepat untuk menjadi mono-acetylmorfin dan kemudian menjadi morfin yang didalam darah setelah disuntikkan. Pada kasus kematian akibat pengaruh obat, pemeriksaan morfin dalam darah diasumsikan sebagai indikasi kematian akibat overdosis heroin. Pada kasus kematian yang lainnya diruang gawat darurat dibuktikan bahwa seseorang secara tidak langsung diberikan morfin yang dapat menyebabkan kematian. Sebagai contoh penurunan yang bukan karena pengaruh obat, dengan kemampuan yang ada saat ini mudah untuk mendeteksi mono-acetylmorfin. Saat ini dimungkinkan untuk membuktikan secara positif kematian seseorang sebagai akibat overdosis heroin. Mono-acteylmorfin sering dapat dideteksi dalam vitreus sesudah hal itu tidak terlihat dalam darah. Dalam kasus trauma kepala, dimana ada pengambilan darah subdural pada seseorang yang bertahan dalam beberapa hari, darah subdural itu dapat dianalisis dengan alcohol. Hasilnya dapat diperkirakan secara kasar tingkat kadar alcohol yang menyebabkan kematian pada saat trauma kepala terjadi.
Sesudah darah , pemeriksaan vitreus sangat penting. Untuk hal itu memungkinkan untuk rasio distribusi secara tepat, vitreus merefleksikan kandungan obat-obatan dan tingkatannya dalan darah 1-2 jam sebelum kematian. Secara kasat mata berbagai obat-obatan dapat dideteksi dalam darah jika menggunakan teknik analisis dan peralatan yang sensitif. Hal lain adalah tingkat keberadaannya. Vitreus dianalisis dengan alcohol ketika alcohol dalam darah positif diambil, yang merefleksikan kadar alcohol dalam darah 1 atau 2 jam sebelum kematian. Dalam berbagai kasus pemeriksaan elektrolit rutin untuk sodium, klorida, nitrogen urea dan kreatinin dilakukan dalam vitreus. Jika analisis cairan vitreus untuk elektrolit dilakukan, vitreus sebaiknya didiamkan dan dianalisis dengan supernatant, sebaiknya bahan-bahan yang berprotein dalam vitreus dapat mengacaukan analisis.
Kebanyakan obat-obatan dikeluarkan lewat urin. Analisis obat dalam urin mudah dilakukan karena tidak ada kandungan protein yang mempengaruhi ekstraksi dan berbagai kandungan obat-obatan terkonsentrasi dalam urin. Hal tersebut dapat dipahami bahwa kadar obat dalam darah biasanya tidak signifikan dalam menginterprestasikan penyebab kematian. Tingkat kandungannya dalam darah tersebut untuk menentukan apakah seseorang dapat hidup atau mati.
Asam empedu sangat berguna dalam prosedur toksikologi. Karena asam empedu mengkonsentrasikan obat-obatan pada saat dikeluarkan. Jadi analisis untuk obat-obatan ini menjadi mudah. Pada saat ini sudah sangat jarang cara mendeteksi penggunaan atau penyalahgunaan obat sebelumnya. Sebagai contoh kematian seseorang akibat hipoksia enselopati diyakini disebabkan oleh karena overdosis heroin. Pada kasus tersebut, analisis morfin dalam asam empedu dilakukan untuk melihat apakah sebuah opiate sudah digunakan dalam beberapa hari sebelumnya. Hati dan ginjal jarang digunakan saat ini, sebab tidak dapat menunjukkan hubungan secara langsung antara tingkat organ-organ ini dan tingkat darah. Rambut dan kuku dapat digunakan untuk analisis jika seseorang dicurigai keracunan arsenic.
Jaringan yang tidak memiliki potensi untuk analisa toksikologi adalah otot. Otot sangan besar artinya dalam menyusun tubuh. Disini seseorang tidak dapat diambil darah, urin, atau vitreus. Sebaliknya cenderung untuk dilakukan pada organ yang solid seperti hati dan ginjal. Otot khususnya pada bagian daerah paha yang biasanya tersusun dengan baik, dari dekomposisi lanjutan. Pada sebuah kasus yang menggunakan kokain, sesudah tubuh diawetkan dan diluburkan, kokain melakukan metabolisme. Pada tingkat kematian, diidentifikasikan dan kwantifikasikan dalam otot. Kandungan obat-obatan dalam otot lebih akurat dalam menggambarkan tingkat kandungan darah daripada dalam hati dan gnijal.
Penulis mempercayai bahwa contoh residual dapat disimpan selama minimal 2 tahun dan sampai 5 tahun sesudah specimen dianalisis.
Analisa serangga, seperti maggots, pemberian pada dekomposisi tubuh menunjukkan kandungan obat-obatan seperti barbiturate, benzodiazepine, opiate dan kokain. Dalam suatu kasus, hal ini sudah digunakan untuk melakukan
diagnosis penyebab kematian. Oleh karena itu, pada kasus yang dilaporkan oleh Levine dkk., secobarbital ditemukan dalam tubuh belatung yang menutupi tubuh yang telah mengalami dekomposisi dan tulang-belulang. 4 Di samping tubuh tersebut ditemukan sebotol secobarbital.
Ringkasnya, kita akan melakukan beberapa usulan yang salah satunya adalah analisis toksikologi. Di dalam tubuh yang hanya mengalami pemeriksaan luar, kita dapat mengusulkan untuk dilakukan pengumpulan darah, vitreus, dan urin; darah, vitreus, urin dan empedu pada otopsi rutin; darah, vitreus, urin, empedu, dan bagian lambung, dengan alternatif seperti hati, otot, dan ginjal pada kasus dengan kecurigaan overdosis obat; darah, vitreus, urin dan empedu dengan alternatif seperti hati, otot dan ginjal pada kasus overdosis obat yang tidak diingesti oral; dan pada tubuh yang sudah mengalami dekomposisi, kita dapat meminta darah, vitreus, urin dan empedu jika ada (biasanya tidak ada lagi), demikian pula halnya otot, hati, dan ginjal. Cairan dan jaringan tubuh hendaknya masih tersimpan selama 2-5 tahun, tergantung pada kemampuan penyimpanannya.
Analisis
Analisis jaringan biologi untuk berbagai tujuan toksikologi meliputi 3 langkah dasar yang diterapkan pada jenis specimen apapun :
1. Pemisahan obat dari jaringan biologi
2. Purifikasi obat
3. Deteksi analitik dan kuantitas
Dengan beberapa obat, spesimen dan metodologi, langkah 1 dan 2 dapat dihilangkan dan langsung dilakukan analisa analitik. Oleh karena itu, analisa penyalahgunaan obat dalam urin dengan teknik immunoassay tidak memerlukan langkah 1 dan 2.
Pemisahan obat dari spesimen biologi seperti darah, biasanya dilakukan dengan menggunakan pelarut. Purifikasi dilakukan dengan cara berbagai prosedur ekstraksi tambahan dengan menggunakan larutan alkalin dan asam. Analisis selanjutnya dikonduksi dengan gas chromatography (GC), gas chromatography-mass spectrometry (GC-MS), cairan chromatography kadar tinggi, immunoassay ataupun UV spectrophotometry. Harus disadari bahwa selain metode GC-MS, metode lainnya tidak satupun yang spesifik secara keseluruhan. Kesemua metode analitik tersebut hanya pembuktian adanya kandungan obat. Sedangkan bukti tersebut mungkin meyakinkan – sekitar rentang 90% terhadap beberapa obat dan beberapa tes analitik- berbagai tes lain hendaknya dilakukan untuk memperoleh hasil identifikasi positif. Tes konfirmasi harus meliputi keseluruhan metode analitik yang berbeda daripada yang sebelumnya digunakan. Jika digunakan metode analitik selain metode GC-MS untuk identifikasi awal, biasanya lebih mudah untuk memperoleh hasil identifikasi positif demikian juga penentuan kuantitas dengan GC-MS. Jika analisis awal dilakukan dengan GC-MS, maka identifikasi tidakperlu diulang karena metode tersebut bersifat spesifik.
Thin-layer chromatography hendaknya juga dibahas karena digunakan secara luas di rumah sakit toksikologi. Sebagai suatu metode analisis dalam laboratorium toksikologi forensik, metode tersebut sudah tergolong kuno.metode tersebut sudah tidak cukup sensitif maupun spesifik untuk penggunaan di zaman seperti saat ini. Peranannya yang dulunya digunakan di laboratoriumforensik sebagai sarana penyaring (screening device) telah tergantikan oleh berbagai metode penyaringan yang lebih cepat dan sensitif yang melibatkan immunoassay.
Salah satu peralatan yang telah dikembangkan oleh ahli toksikologi forensik baru-baru ini adalah immunoassay. Ada empat tipe yaitu : radioimmunoassay, enzyme-immunoassay, fluorescent immunoassay, dan kinetic interaction of microparticles (interaksi kinetik partikel-partikel kecil). Keuntungan utama sistem tersebut adalah bahwa sejumlah besar tes dapat dilakukan dalam waktu singkat dengan volume spesimen yang kecil, penggunaan sistem semi-otomatis dan sistem otomatis untuk mempercepat analisis. Radioimmunoassay dapat digunakan untuk darah, dan berbagai tipe immunoassay lainnya dibatasi hendaknya dibatasi untuk analisis urin. Berbagai sistem tersebut tidak pernah dimaksudkan untuk analisis darah. Beberapa laboratorium telah mengembangkan berbagai teknik ekstraksi terhadap darah yang diduga tanpa bukti yang memungkinakan analisisnya. Jika berbagai metode tersebut digunakan terhadap darah, maka obat-obatan yang ada akan terlewatkan (tidak terdeteksi).
Ada dua kerugian penggunaan teknik-teknik immunoassay. Pertama, analisis biasanya dalam ruang lingkup yang sangat sempit, dimana satu analisa hanya terhadap suatu obat atau kelompok obat, sedangkan analisis terhadap beberapa ratus obat-obatan dapat dilakukan dengan satu tes menggunakan GC ataupun GC-MS. Selain itu, metode analisis tersebut tidak spesifik secara mutlak, meskipun dengan penambahan beberapa perlengkapan, spesifisitasnya sangat bagus. Hasil tes yang positif harus dikonfirmasi dengan metode analisis lain, biasanya metode GC-MS. Pada laboratorium forensik bervolume tinggi, metode immunoassay dapat digunakan untuk penyaringan terhadap opiat, kokain, amfitamin, metamfitamin, barbiturat, dan kannabinoid dalam urin. Hasil negatif mengindikasikan tidak ditemukan adanya bahan campuran; sedangkan hasilpositif mengindikasikan kemungkinan adanya bahan campuran. Hasil positif identifikasi dengan tes immunoassay hendaknya tidak dilaporkan kecuali jika telah dikonfirmasi dengan metode analisis lainnya. Hasil tes immunoassay yang positif tidak dapat dikonfirmasi dengan tes immunoassay yang lain- meskipun menggunakan berbagai teknik assay yang berbeda.
Perlengkapan minimum yang diperlukan pada suatu laboratorium toksikologi adalah GC-MS, GC, UV spectrophotometer dan suatu sistem immunoassay. Perlengkapan minimum untuk populasi sejumlah satu juta jiwa adalah tiga gas chromatograph (satu digunakan untuk analisis alkohol), dua GC-MS (untuk konfirmasi dan kuantitas bahan yang diambil melalui penyaringan GC), suatu sistem immunoassay, satu UV spectrometer, sebuah CO oximeter, dan sebuah inductive coupled plasma spectrometer (ICP).
Penyaringan Toksikologi
Pada umumnya, penyaringan toksikologi dapat dibagi atasempat kelompok besar. Pertama adalah penyaringan untuk alkohol dengan kadar yang lebih rendah. Hal tersebut meliputi analisis dengan gas chromatograph
dan akan mengidentifikasi acetone, isopropyl alcohol, n-propyl alcohol, ethyl alcohol, dan methyl alcohol. Untuk tes tersebut darah hendaknya dikumpulkan dalam tabung yang berisi sodium fluoride dan potassium oxalate untuk menghindari hilangnya ataupun terbentuknya formasi alkohol postmortem.
Penyaringan yang ke dua adalah penyaringan asam dan penyaringan netral. Hal ini ditemukan pada urin dengan immunoassay. Dengan cara ini dapat dideteksi adanya kandungan barbiturate, salicylat, ethclorvynol, dan carbarnate. Konfirmasi dan penilaian kuantitasnya biasanya dilakukan dengan GC-MS.
Penyaringan yang ke tiga adalah penyaringan dasar. Dengan penyaringan ini dapat dideteksi adanya tranquilizer (obat penenang), narkotik sintetik, anestesi lokal, antihistamin, antidepresan, alkaloid dan berbagai agen lainnya yang merupakan ekstrak dari larutan alkalin. Beratus-ratus obat dan metabolit dapat dideteksi dengan prosedur tersebut, bergantung pada bagaimana strukturnya. Perlengkapan yang penting untuk penyaringan tersebut adalah GC ataupun GC-MS. Penyaringan umum dapat dilakukan dengan GC, dimana konfirmasi dan penilaian kuantitasnya dilakukan denganGC-MS.
Penyaringan yang ke empat adalah penyaringan narkotik. Pada masa sekarang, hal tersebut dapat segera diperoleh hasilnya dengan metode immunoassay terhadap urin. Tes tersebut dapat menyaring adanya opiat, kokain dan methadone. Tes positif dengan immunoassay hendaknya diikuti pula dengan hasil positif pada identifikasi dan penilaian kuantitas dengan GC-MS terhadap darah. Harus disadari bahwa pada kasus overdosis heroin yang sangat akut, hasil tes pada urin bisa negatif terhadap adanya morfin ataupun morfin monoasetil. Oleh karena itu, jika kematian diperkirakan akibat heroin, maka meskipun hasil tes urinnya negatif, hendaknya dilakukan analisis darah dengan GC-MS.
Metode gas chromatograph jarang digunakan untuk penyaringan terhadap bahan yang sangat mudah menguap, namun digunakan untuk mendeteksi adanya toluena, suatu bahan inhalan yang secara umum paling banyak disalahgunakan; benzene; trichlorethane, dan trichlorethylene. Penyaringan lainnya saat ini rutin digunakan untuk cannabis component. Hendaknya digunakan darah dari tes tabung yang mengandung sodium fluorate dan potassium oxalate, karena beberapa komponen aktif cannabis akan mengalami pengrusakan seiring waktu. Kami umumnya menggunakan penyaringan dengan immunoassay pada urin untuk metabolit delta-9-tetrahydrocannabinol. Jika positif, kami kemudian menganalisis darah dengan GC-MS. Kami jarang menggunakan penyaringan heavy-metal. Berdasarkan jenis metal, dapat digunakan tes ICP ataupun tes specific chemical. Obat-obatan yang tidak terdeteksi melalui berbagai penyaringan yang telah disebutkan sebelumnya mencakup dosis obat terapeutik dalam darah ataupun penyalahgunaan obat dengan kadar yang sangat rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan GC-MS. Misalnya phencyclidine, fentanyl derivative, dan lain-lain. Jika obat-obatan tersebut dicurigai digunakan atau dijumpai secara umum dalam suatu populasi, maka dapat dilakukan penyaringan dengan immunoassay pada urin. Cyanide dapat dianalisis dengan menggunakan elektroda ion spesifik ataupun berbagai teknik kimia lainnya. Racun alkaloid seperti strychnine dan nikotin dapat dideteksi dengan penyaringan dasar.
Penulis berpendapat bahwa semakin banyak pendekatan toksikologi yang digunakan,maka semakin baik hasilnya. Oleh karena itu, kami membuat beberapa rekomendasi berikut sebagai suatu jenis tes yang akan dilakukan berdasarkan jenis kasus yang ada.
Pada semua kasus pembunuhan, kecelakaan dan bunuh diri, penulis merekomendasikan penyaringan alkohol kadar rendah; penyaringan zat asam dan zat netral; serta penyaringan dasar. Pada kasus stranger-to-stranger homicide (kasus pemnuhan aneh) dan pada kasus dimana dicurigai adanya penggunaan narkotik, maka direkomendasikan pula penyaringan narkotik.pada kasus kematian alami, penulis merekomendasikan penyaringan alkohol, penyaringan zat asam dan zat netral, serta penyaringan dasar. Beberapa orang-orang kedokteran yang profesional berpendapat bahwa hal tersebut tidakpenting dilakukan khususnya pada orang tua. Namun, penulis telah menemukan bahwa sejumlah kasus bunuh diri dan kecelakaan akibat overdosis banyak dilakukan oleh individu yang berusia 60-an dan 70-an, dan berbagai kasus pembunuhan tanpa bukti nyata dengan penyaringan rutin tersebut. Pada kasus dimana penyebab kematian tidak dapat dijelaskan dengan otopsi, penulis merekomendasikan dilakukannya penyaringan alkohol, zat asam dan zat netral, penyaringan dasar, serta penyaringan narkotik. Penyaringan cannbis sangat direkomendasikan terhadap semua pengemudi dan pekerja yang pekerjaannya rentan terhadap kematian.
Kematian
Kematian akibat obat-obatan ingesti, injeksi, hirupan, ataupun inhalasi terbagi dalam empat kategori/jenis kematian : pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, dan yang tidak dapat dijelaskan. Kategori yang terakhir digunakan jika tidak dapat diambil suatu keputusan mengenai penyebab kematian. Pada sebagian besar kasus, kategori kecelakaan biasanya kematian adalah akibat penyalahgunaan obat. Pada abad ke-19, ada ”tiga kutukan manusia” yaitu alkohol, morfin, dan kokain. Ada sedikit perubahan di kemudian hari dimana morfin tergantikan oleh jenis opiat yang lebih poten lagi yaitu heroin.
Penyalahgunaan obat-obatan terbanyak di US adalah jenis alkohol. Alkohol bertanggung jawab terhadap puluhan ribu kematian setiap tahunnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Meskipun kasus kematian akibat overdosis akut alkohol tidak umumditemukan, namun kasus kematian akibat efek kronik alkohol ditemukan setiap harinya. Oleh karena itu, antara 25.000 hingga 30.000 jiwa per tahunnya meninggal akibat penyakit hati kronik akibat alkohol. Alkohol merupakan penyebab kematian utama pada kasus kecelakaan lalu lintas. Sekitar setengah dari kasus kasus kecelakaan lalu lintas berkaitan dengan penggunaan alkohol. Alkohol juga dikaitkan dengan anomali bawaan (kongenital) dan perkembangan berbagai tumor ganas. Intoksikasi alkohol akut merupakan salah satu faktor pada kasus bunuh diri dan pembunuhan.
Setelah alkohol dan mariyuana, obat-obatan yang paling banyakdisalahgunakan adalah heroin dan kokain. Ada sejumlah obat-obatan yang disalahgunakan seperti: narkotik sintetik, phencyclidine, amphetamine, metamphetamine, propoxyphene, inhalan, dan sebagainya. Obat-obatan tersebut terus bermunculan, namun ”ketiga kutukan” tetap tak tergoyahkan. Pada pembahasan selanjutnya, kita akan mendiskusikan tentang ketiga obat utama yang disalahgunakan, sejumlah obat-obatan lainnya yang disalahgunakan, dan beberapa jenis obat-obatan yang dapat menyebabkan kematian karena lethal potential-nya yang tidak sesuai karena terjatuh ke tangan anak-anak.
Referensi
1. Apple FS dan Bandt CM, Liver and blood postmortem tricyclic antidepressant
concentrations, Am J Clin Pathol 1988; 89:794-795.
2. Pounder DJ, et al., Postmortem diffusion of drugs from gastric residue: An
experimental study, Am J Forens Med & Path; 1996 17(1):1-7.
3. Pounder DJ dan Smith DRW, Postmortem diffusion of alcohol from the
stomach, Am J Forens Med & Path; 16 (2): 89-96, 1995.
4. Levine B, Golle M, dan Smialek JE, An unusual drug death involving maggots.
Am J Forens Med & Path 2000; 21(1):59-61
5. McAnalley BH, Chemistry of alcoholic beverages, in Garriott JC (Ed): Medicolegal
Aspects of Alcohol 3rd ed. Lawyers and Judges Pub. Co., Tucson AZ.
1996.
6. Baselt RC, Danhof IE, Disposition of alcohol in man, in Garriott JC (Ed):
Medicolegal Aspects of Alcohol 3rd ed. Lawyers and Judges Pub. Co., Tucson
AZ. 1996.
7. Garriott J, Analysis for alcohol in postmortem specimens, in Garriott JC (Ed):
Medicolegal Aspects of Alcohol 3rd ed. Lawyers and Judges Pub. Co., Tucson
AZ. 1996.
8. Garriott JC, Skeletal muscle as an alternative specimen for alcohol and drug
analysis. J Forensic Sci 1991; 36:60-69.
9. Zumwalt RE, Bost RO, and Sunshine I, Evaluation of ethanol concentrations
in decomposed bodies. J Forens Sci 1982; 27:549-554.
10. Dubowski KM, Human pharmacokinetics of alcohol. Alcohol Technol Rep
1976; 5:55-63.
11. Clothier J, et al, Varying rates of alcohol metabolism in relation to detoxication
medication. Alcohol 1985; 2:443-445.
12. Kuroda N, Williams K, dan Pounder DJ, Estimating blood alcohol from
urinary alcohol at autopsies Am J Forens Med & Path, 1995; 16 (3) 219-222.
13. Manno JE dan Manno BR, Experimental basis of alcohol-induced psychomotor
performance impairment (PMPI) in Garriott JC. (Ed) Medicolegal
Aspects of Alcohol 3rd ed. Lawyers and Judges Pub. Co., Tucson AZ. 1996.
14. Baselt RC, Disposition of Toxic Drugs and Chemicals in Man, 5th ed. Chemical
Toxicology Institute, Foster City CA, 2000.
15. Keeney AH dan Mellinkoff SM, Methyl alcohol poisoning. Ann Int Med 1951;
34:331-338.
16. Alexander CB, McBay AJ, dan Hudson RP, Isopropanol and isopropanol
deaths-Ten years’ experience. J Forens Sci 1982; 27:541-548.
17. Linnanvuo-Laitinen M dan Huttunen K, Ethylene glycol intoxication. Clin
Toxicol 1986; 24:167-174.
18. Karch SB, The Pathology of Drug Abuse 2nd ed. CRC Press, Boca Raton, FL
1996.
19. Karch SB dan Billingham ME, The pathology and etiology of cocaine-induced
heart disease. Arch Pathol Lab Med 1988; 112:225-230.
20. Rashid J, Eisenberg MJ, dan Topol EJ. Cocaine-induced aortic dissection. Am
Heart J, 1996; 132(6):1301-1304.
21. Rowbotham MC, Neurological aspects of cocaine abuse (medical staff conference).
West J Med 1988; 149:442-448.
22. Hong R, Matsuyama E, dan Nur K, Cardiomyopthy associated with the smoking
of crystal methamphetamine. JAMA 1991; 265:1152-1154.
23. Karch SB, Stephens BG, dan Ho C-H. Methamphetamine-related deaths in
San Francisco: Dermographic, pathologic and toxicologic profiles. J Forens
Sci 1999; 44(2):359-368.
24. Iwanami A et al, Patients with methamphetamine psychosis admitted to a
psychiatric hospital in Japan. Acta Psychiatry Scand. 1994; 89:428-432.
25. Logan BK. Fligner CL, dan Haddix T, Cause and manner of death in fatalities
involving methamphetamine, J Forens Sci, 1998; 43(1):28-34.
26. Ray J, Myers WO, dan Sautter RD, Lye ingestion. JAMA 1974; 229(7):765.
(letter).
27. Gorby MS, Arsenic poisoning. (clinical conference). West J Med 1988;
149:308-315.
28. Smith BA, Strychnine poisoning. J Emerg Med 1990; 8(3):321-5.
29. Levine B. (Ed). Principles of Forensic Toxicology. Am Assoc Clinical Chem. USA
1999.
30. Imajo T: Drug automatism. Am J Forens Med Pathol 1984; 5:7-10.
31. Drug automatism: A myth (Editorial). JAMA 1974; 230:265.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar