Rabu, 15 April 2009

SUATU PENELITIAN PROSPEKTIF : PENGARUH OBESITAS PADA PASIEN DENGAN VENTILASI MEKANIK

I. Runge
Medical-Surgical ICU, Hopital de la Source, BP 6709,45067 Orleans cedex, Perancis

C. Lebert
Medical-Surgical ICU, Hopital de la Roche Sur Yon, Les Oudairies, 85000 La Roche Sur Yon; Perancis

Abstrak Tujuan : Untuk menganalisa pengaruh obesitas yang berat pada mortilitas dan morbiditas pada pasien Intensif Care Unit (ICU) yang menggunakan ventilasi mekanik. Desain : Prospektif, multi-center yang terekspose/ yang tidak terekspose yang disesuaikan penelitian epidemiologi. Perlangsungan: Perlangsungan di rumah sakit. Pasien : pasien obese yang berat (Indeks massa tubuh (BMI)  35 kg/m2), memakai ventilasi mekanik dari pusat selama sekurang-kurangnya 2 hari yang dipasangkan dengan pasien non-obese yang tidak terekspose (BMI < 30 kg/m2), jenis kelamin, umur (  5 tahun), dan skor fisiologi akut yang disederhanakan/ simplified acute physiology (SAPS) II (  5 poin ). Kami mencatat intubasi trakea, pemasangan kateter, infeksi nosokomial, perkembangan ulkus dekubitus, hasil perawatan ICU dan rumah sakit. Hasil : Delapan puluh dua pasien obese yang berat (BMI rata-rata, 42  6 kg/m2) yang dibandingkan dengan 124 pasien non-obese (BMI rata-rata, 24  4 kg/m2). Perawatan ICU yang sama pada kedua kelompok, kecuali pada kesulitan selama intubasi trakeal (15% vs. 6 %) dan stridor setelah ekstubasi (15 % vs 3 %), dengan frekuensi yang lebih signifikan pada pasien obese (P < 0,05). Angka mortalitas di ICU tidak berbeda antara pasien obese dan pasien nonobese (24 % dan 25 %, berturut-turut ); tidak pula pada angka mortalitas pada rumah sakit dengan resiko yang disesuaikan (0,76,95 % dengan tingkat kepercayaan/convidence interval 0,41 – 1.16) pada pasien obese versus 0,82,5 % dengan convidence interval 0,54 – 1,13 pada pasien non obese). Regresi logistik kondisional menegaskan bahwa mortalitas tidak berhubungan dengan obesitas. Kesimpulan : Satu-satunya perbedaan pada morbiditas pasien obese yang memakai ventilasi mekanik meningkatkan kesulitan dalam intubasi trakeal dan frekuensi yang lebih tinggi dengan kejadian stridor setelah ekstubasi. Obesitas tidak berhubungan sama sekali dengan peningkatan mortalitas di ICU atau dengan mortalitas di rumah sakit.

Kata kunci : obesitas, mortalitas, morbiditas, ventilasi mekanik, intensive care unit, stridor post ekstubasi.

Pendahuluan
Obesitas meningkat pada populasi industrial. Secara klinik, obesitas yang berat sering dikaitkan dengan penyakit penyerta yang berat, seperti penyakit kardiovaskuler, metabolik dan penyakit pernapasan, yang mungkin mengganggu kemampuan pasien untuk mengkompensasi stress yang berhubungan dengan penyakit kritis. Penelitian terbaru tentang pengaruh potensial obesitas pada hasil perawatan di ICU telah dilaporkan dengan hasil yang berbeda [1 - 9]. Perubahan anatomi pada pasien obese mungkin mengalami kesulitan khusus yang berkaitan pada intubasi dan ventilasi mekanik atau prosedur kateterisasi; namun hal ini tidak diselidiki pada pasien obese di ICU. [10]. Banyak penelitian telah menunjukkan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien obese di ICU [3, 5, 6, 9]. Namun, hasil ini diperdebatkan, dan penelitian lain telah melaporkan tidak ada perbedaan pada mortalitas atau penurunan mortalitas pada pasien obese di ICU [1, 2, 4, 7, 8, 11].
Karena kebanyakan penelitian terbaru berkaitan dengan pasien obese di ICU baik bersifat retrospektif atau yang diambil dari suatu data base, kami mengantarkan suatu penelitian Cohort prospektif pasien yang terekspose dan yang tidak terekspose yang dibandingkan untuk menilai pengaruh obesitas yang berat pada mortalitas di ICU (hasil pertama), morbiditas di ICU dan mortalitas di rumah sakit pada pasien dengan penyakit kritis yang memakai ventilasi mekanik selama lebih dari 48 jam.



Pasien dan metode
Populasi penelitian

Pasien obese yang berat dikumpulkan pada sembilan pusat yang ikut berpartisipasi (dua ICU medis dan satu ICU medical-surgical dari rumah sakit pendidikan universitas, enam ICU medical-surgical rumah sakit non pendidikan, dengan 10-22 tempat tidur) yang tergabung dalam “Association des Reanimateurs du Centre-Ouest” (ARCO) group (Appendiks) yang secara propektif termasuk pada penelitian antara bulan September 2002 dan Juni 2004, jika mereka ada pada usia minimal 18 tahun dan telah memakai ventilasi mekanik selama minimal 48 jam. Pasien dengan retensi cairan, seperti asites atau status sebelum melahirkan, menolak perawatan, tidak dimasukkan dan tidak memenuhi syarat untuk dipasangkan dengan pasien obese yang dianalisis tetapi tidak dimasukkan. Tidak ada pasien yang dimasukkan lebih dari satu kali. Semua pasien ditimbang pada saat masuk ICU (hoyer lift atau bed scale). Tinggi badan diukur dengan sebuah tali yang diukur ketika masuk ICU. Keakuratan metode ini tidak diperiksa. BMI dikalkulasi pada 24 jam pertama setelah pasien di masukkan. Pasien obese yang berat yang terekspose dimaksudkan pada mereka dengan BMI minimal 35 kg/m2 . Pada masing-masing pusat yang ikut, setiap terdapat pasien obese yang berat dipasangkan dengan satu atau dua (jika memungkinkan) pasien nonobese (tidak terekspose). Untuk jenis kelamin, umur (  5 tahun), dan prognosis vital (simplified acute physiology (SAPS) II  5 poin ) pada saat ventilasi mekanik [12]. Pasien yang tidak terkspose dengan BMI dibawah 30 kg/m2 . pada masing-masing pusat, prosedur perawatan yang berbeda (misalnya pemasangan kateter dan perawatan, intubasi, sedasi) yang dilakukan menurut guideline French atau konsensus konferensi yang tersedia.
Penelitian yang disetujui komite etik French Society of intensif care. Pasien diinformasikan tentang penelitian.

Pengumpulan Data

Kami mencatat umur pasien, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, skor SAPS II, sepsis-related organ failure assessment (SOFA) / penilaian kegagalan organ yang berhubungan dengan sepsis, kategori masuk rumah sakit, diagnosis utama, lamanya dirawat/ length of stay (LOS) di ICU, durasi pemakaian ventilasi mekanik (ventilator-days), pengaturan ventilator, hasil perawatan ICU dan perawatan rumah sakit [13]. Kami juga mencatat jumlah kateter vena sentral yang dipasang, kesulitan dan komplikasi yang berkaitan pada prosedur invasif (kateter vena sentral, intubasi trakeal); frekuensi infus katekolamin, gagal ginjal akut, dan kebutuhan terapi pencangkokan ginjal. Insidens pneumonia yang berhubungan dengan ventilator, infeksi yang berhubungan dengan kateter (terjadi > 48 jam setelah dimasukkan dirumah sakit), stridor post ekstubasi dan ulkus dekubitus juga dibandingkan antara kedua kelompok.

Definisi

Kesulitan pada intubasi trakea didefinisikan dengan kebutuhan untuk suatu intubasi dengan stylet atau bronkoskopi fiber-optik atau butuh dokter tambahan setelah dua kali atau lebih pemasangan. Komplikasi intubasi trakeal didfenisikan dengan kejadian salah satu dari hal berikut : bradikardia (< 50 kali permenit), henti jantung, atau penurunan saturasi oksigen arterial (< 70 %) selama prosedur. Stridor didefinisikan sebagai terdengarnya suara napas inspirasi yang tersengal-sengal dengan nada yang tinggi yang berhubungan dengan suatu kesulitan bernapas yang membutuhkan suatu intervensi medis. Kesulitan dengan kateter vena sentral didefinisikan dengan lima kali atau lebih pemasangan pada kateterisasi vena, kegagalan prosedur, atau kebutuhan dikerjakan oleh banyak orang. Gagal ginjal akut didefinisikan sebagai suatu peningkatan 1,5 kali kadar kreatinin plasma yang diukur ketika masuk rumah sakit sebagaimana yang dilaporkan pada konferensi konsensus internasional kedua untuk kelompok kualitas yang diinisiasi dengan dialisis akut / 2nd International Consensus Conference of the Acute Dialysis Qulaity Initiative Group [14]. Pneumonia akibat ventilasi didefinisikan dengan menggunakan kriteria klasik sebagaimana yang dilaporkan dalam pernyataan pada konferensi konsensus keempat pada perawatan kritis di ICU ( 4th International Consensus Conference in Critical Care of ICU)- yang mengalami pneumonia [15]. Infeksi kateter pembuluh darah didefinisikan dengan menggunakan tanda klinik dan kriteria mikrobiologis yang dilaporkan pada pernyataan terbaru pada konferensi consensus nasional keduabelas pada masyarakat Prancis pada perwatan intensif dengan infeksi kateter pembuluh darah di ICU ( 12th National Consensusu Conference of the French Society of Intensive Care of vaskular catheter infection in the ICU) [16].

Analisis statistik

Sebanyak 72 pasien yang terekspose dan 107 pasien yang tidak terekspose yang mampu menunjukkan suatu peningkatan angka mortalitas ICU dari 15 sampai 30 % dengan kekuatan 90 % pada angka siginifikan 5 %, mengambil dalam jumlah desain yang dipasangkan dan suatu pemeriksaan dua sisi.
Nilai kuantitatif yang dinyatakan sebagai rata-rata dan standar deviasi ( SD ) atau nilai tengah / median serta interquartile range (IQR) dan data kulitatif dilaporkan sebagai persentase.
Perbandingan antara kedua kelompok dilakukan dengan menggunakan student t-test (atau mann-Whitney test) untuk variable kontinyu dan Chi-Square test (atau Fisher’s exact test) untuk variable kategorikal. Suatu nilai P < 0,05 dipertimbangkan bernilai signifikan.
Regresi logistik kondisional/ conditional logistic regression digunakan untuk menilai hubungan antara angka mortalitas di ICU atau di rumah sakit (variabel depeden) dan obesitas yang berat dan untuk menyesuaikannya pada faktor yang berpotensi kuat mencampurinya (yang tidak dipertahankan sebagai faktor yang dibandingkan), seperti lamanya ventilasi, diagnosis utama, terapi pencangkokan ginjal, rasio PaO2/FiO2 , kesulitan intubasi dan pemindahan dari ruang di rumah sakit.
Pertama, hubungan pada dua tipe mortalitas dengan semua variabel yang diuji. Hanya variabel-variabel yang menunjukkan nilai P < 0,20 yang dimasukkan sebagai variabel independent pada model maksimal pada regresi logistik. Kriteria yang digunakan untuk perbandingan tidak dikenalkan pada model sebagaimana mereka yang secara teori terkontrol dan didistribusikan secara bersamaan antara pasien yang terekspose dan pasien yang tidak terekspose. Regresi ini dibawa dengan menggunakan suatu prosedur backward dan mengambil kedalam perhitungan jumlah yang bervariasi pasien yang terekspose dan pasien yang tidak terekspose yang dipasangkan (prosedur logistik, khususnya pernyataan STRATA). Hasil yang dilaporkan disesuaikan dengan odd rasio dengan keterbatasan tingkat kepercayaan (convidence limit) sebanyak 95 %.
Analisa statistik yang dilakukan dengan menggunakan paket satistik SAS versi 9,0 (SAS institute Cary, NC).


Hasil
Karakteristik demografi

Terdapat 5.495 pasien yang masuk selama 21 bulan penelitian (gambar 21) . Sebanyak 121 pasien obese yang berat yang memenuhi syarat, proses perbandingannya gagal sebanyak 39 pasien. Kemudian populasi penelitian mencakup 206 pasien : 82 pasien obese yang berat ( BMI rata-rata , 42  6 kg/m2) yang dibandingkan dengan 124 pasien non obese (BMI rata-rata , 24  1 kg/m2 ). Karakteristik populasi penelitian ini ditunjukkan pada tabel 1 dan pada tabel E1 pada materi tambahan elektronik. Pasien obese di ICU yang dikumpulkan lebih sering dengan kegagalan pernapasan kronik eksaserbasi akut , dimana banyak pasien non obese yang mengalami kegagalan pernapasan hiperoksik akut (P < 0,001).










Proses perbandingkan




Gambar 1. Flowchart
Seperti yang diharapkan melalui proses perbandingan, keparahan dari penyakit akut ketika masuk rumah sakit dinilai dengan SAPS II tidak berbeda antar kelompok. Secara sederhana skor SOFA disamakan pada kedua kelompok.

Tabel 1. Karakteristik demografi dan hasil penelitian pada pasien obese yang berat dan pasien non obese .
Variabel Pasien obese
(n = 82) Pasien non obese
(n = 124)
Laki-laki/wanita 49/33 80/44
Umur (tahun): rata-rata [SD] 64 [11] 65 [11]
Tinggi badan (m) : rata-rata [SD] 1,65 [0,10] 1,68 [0,10]
Berat badan (kg) : rata-rata [SD] 114 [18] 69 [13]
BMI (kg/m2) : rata-rata [SD] 42 [6] 24 [4]
Pindahan dari ruangan RS : no (%) 50 (61 %) 81 (65 %)
Kategori masuk RS : no (%)
Patologi medis 68 (83 %) 107 (86 %)
Pembedahan tidak terjadwal 8 (10 %) 9 (7 %)
Trauma 5 (6 %) 6 (5 %)
Pembedahan terjadwal 1 (1 %) 2 (2 %)
Diagnosis utama : no. (%)
Kegagalan pernapasan kronik eksaserbasi akut 40 (49 %) 27 (22 %)
Kegagalan pernapasan hipoksia akut (pneumonia, ALI, ARDS) 10 (12 %) 41 (33 %)
Syok 23 (28 %) 33 (27 %)
Proteksi jalan napas yang dihubungkan dengan penyakit neurologis 9 (11 %) 23 (18 %)
Skor SAPS II : rata-rata [SD] 45 [16] 45 [14]
Infus katekolamin pada 48 jam sejak masuk Rumah sakit anestesi; no (%) 32 (39 %) 49 [39 %]
SOFA pada hari I : rata-rata [SD] 6 [3] 6 [3]
Lama ventilasi (hari): median (IQR) 9 (7-15) 10,5 (6-22)
Lama perawatan di ICU (hari) : median (IQR) 13,5 (9-19) 13 (8-28)
Mortalitas di ICU : no (%) 20 (24 %) 31 (25 %)
Mortalitas di rumah sakit : no (%) 24 (29 %) 39 (31 %)
Rasio mortalitas standar, [95 % CI] 0,767[0,41-1,16 ] 0,82 [0,54 – 1,13]
BMI Body Mass Index/ indeks massa tubuh, ALI acute lung injury / cedera paru akut, ARDS acute respiratory distress syndrome. SAPS II simplified acute physiology score, SOFA sepsis-related organ failure assessment, SD standard deviation, IQR interquartile range, ICU intensive Care Unit, CI confidence interval


Rangkaian perawatan ICU

Intubasi trakeal secara signifikan lebih sulit dilakukan pada pasien obese (12/82 dan 7/124 secara berurutan, pada pasien obese dan pasien non obese, P = 0,04). Selama intubasi trakeal ini dilakukan di ICU atau di unit gawat darurat. Frekuensi komplikasi selama intubasi secara statistik tidak berbeda antara kelompok obese (9/109) dan kelompok pasien non obese (7/149) ( P < 0,25).
Model penilaian/kontrol ventilasi sering digunakan pada kedua kelompok (95 dan 98 % pasien obese dan pasien kontrol) . Perlangsungan Vt rata-rata lebih signifikan pada pasien obese (562  5 vs 523  93 ml, P < 0,05 ). Sama halnya dengan rasio Vt/kg dari berat badan yang diprediksi lebih tinggi pada pasien obese (9,6  2,1 vs 8,5  1,8 ml/kg, P < 0,05 ). Vt tidak berubah selama 6 hari pertama pada kedua kelompok.
Kateter vena sentral yang dipasang pada 60 dari 82 (73 %) pasien obese dan 90 dari 124 (73 %) pasien non obese (P = 0,98). Kanulasi vena femoralis cenderung lebih jarang digunakan pada pasien obese yang berat . Frekuensi kesulitan sama selama kateterisasi vena sentral pada pasien obese 5 %; 5/96) dan pasien non obese (3 %; 5/156). Selama prosedur ini, tidak terjadi pnemotoraks pada pasein obese, sementara terjadi tiga pneumotoraks pada pasien non obese (P = 0,5). Tidak ada komplikasi tambahan yang terjadi yang berhubungan dengan pemasangan kateter pada masing-masing kelompok. Pemaparan kateter vena sentral, durasi kateterisasi dan infeksi akibat kateter sama pada kedua kelompok (tabel 2).
Perawatan ICU pada pasien obese dan pasien non obese diperlihatkan pada tabel 2. Tidak terdapat perbedaan kejadian gagal ginjal akut atau kebutuhan untuk terapi penggantian ekstra renal, pneumonia akibat ventilator dan ulkus dekubitus.
Stridor setelah ekstubasi lebih signifikan pada pasien obese dibandingkan pada pasien non obese (10/65, 15 % dan 3/90, 3 %, berturut-turut, P = 0,008). Insidens intubasi ulang sama pada kedua kelompok.

Tabel 2. Perawatan ICU pada pasien obese dan pasien non obese
Komplikasi Pasien obese
(n = 82) Pasien non obese
(n = 124)
Gagal ginjal akut yang didapat : no (%) 11 (13,4 %) 11 (8,9 %)
Terapi penggantian ginjal : no (%) 9 (10,9 %) 16 (12,9 %)
Ulkus dekubitus : no (%) 12 (15 %) 20 (16 %)
Pneumonia yang berhubungan dengan ventilasi tiap 1000 hari : rata-rata [SD] 7,8 [2,6] 12,4 [2,5]
Durasi kateterisasi (hari) : rata-rata [SD] 9 [16] 10 [8]
Jumlah kateter per 1000 pasien ICU 71 61
Infeksi per 1.000 kateter – hari : rata-rata [SD] 9,5 [3,6] 7,7 [2,6]
Stridor post ekstubasi : no. (%) 10/65 (15,3 %) 3/90 (3,3 %)*
SD standard deviation
* P = 0,008

Hasil

Median LOS di ICU (13,5 dan 13 hari, IQR, 9-19 dan 8-28 hari, berturut-turut, pada pasien obese dan pasien pasien non obese ), lama ventilasi (hari) (median , dan 10,5 hari, IQR, 7-15 dan 6-22 hari, berturut-turut, pada kelompok pasien obese dan pasien non obese ) dan hari bebas ventilator dari ICU hari I sampai hari ke 28 (17,6  5,4 dan 17,5  7,1, berturut-turut pada pasien obese dan pasien non obese ) yang sebenarnya ditemukan pada kedua kelompok. Selain itu, jumlah total mortalitas di ICU dan resiko mortalitas yang disesuaikan di rumah sakit tidak berbeda antara pasien obese dan pasien non obese antara lain 24 dan 25 % pada kematian di ICU dan 0,76 [confidence interval 95 % 0,41 – 1,16] dan 0,82 [confidence interval 95 % 0,54-1,13] pada resiko mortalitas yang disesuaikan di rumah sakit, pada pasien obese dan pasien non obese , secara berturut-turut. (Tabel 1).

Faktor penentu mortalitas
Pada analisis univariate (Tabel 3), variabel yang berhubungan secara signifikan dengan mortalitas di ICU dan morbiditas di rumah sakit dengan terapi penggantian ginjal (P < 0,05) dan SAPS II (P < 0,05).
Tabel 3 Analisis univariate : Faktor mortalitas
Variabel Mortalitas di ICU Mortalitas di rumah sakit
Hidup
(n = 155) Meninggal
(n = 155) Nilai P Hidup
(n = 143) Meninggal
(n = 63) Nilai P
Umur (tahun): rata-rata [SD] 65 [12] 65 [10 ] 0,73 65 [12] 65 [10] 0,79
Laki2/wanita: no 94/61 35/16 0,31 86/57 43/20 0,26
Pasien obese : no (%) 62 (40 %) 20 (39 %) 0,92 58 (41 %) 24 (38 %) 0,74
Lama ventilasi (hari): median (IQR) 10 (6-18) 12 (7-23) 0,28 10 (6-17) 13 (7-23) 0,12
Diagnosis utama : no (%)
Kegagalan pernapasan kronik eksaserbasi akut 57 (37 %) 10 (20 %) 54 (38 %) 13 (21 %)
Kegagalan pernapasan hipoksia akut 39 (25 %) 12 (23 %) 34 (24%) 17 (27%)
Proteksi jalan napas yang berhubungan dengan penyakit neurologi 23 (15 %) 9 (18 %) 20 (14 %) 12 (19 %)
Syok 36(23 %) 20 (39 %) 35(24 %) 21(33 %)
Terapi penggantian ginjal : no. (%) 11(7 %) 14 (27 %) 0,0001 10 (7 %) 15 (24 %) 0,0007
Skor SAPS II : rata-rata [SD] 43 [14] 52 [15] 0,0002 42 [13] 52 [15] < 0,0001
Pa O2 / FiO2 hari I : rata-rata [SD] 213[117] 194[115] 0,32 210[116] 206 [119] 0,81
Pa O2 / FiO2 hari II : rata-rata [SD] 226[103] 200[114] 0,14 226[103] 206 [112] 0,24
Kesulitan intubasi : no (%) 12 (8 %) 8 (16 %) 0,11 10 (7 %) 10 (16 %) 0,05
Pemindahan dari ruangan RS: no. (%) 95(71 %) 36(61 %) 0,23 86(60 %) 45(71 %) 0,12
SAPS II simplified acute physiology score, SD standard deviation, IQR interquartile range, ICU intensive Care Unit.

Penggunaan regresi logistik kondisional, status obese atau non obese masih tidak berhubungan dengan mortalitas (Tabel 4).

Tabel 4. Hubungan antara obesitas dan mortalitas di rumah sakit setelah penyesuaian: hasil dari regresi logistik kondisional
Faktor resiko Odds Ratio Batas kepercayaan odds ratio 95 % Nilai P
Obesitas 0,87 [0,38-1,99] 0,74
Terapi penggantian ginjal 2,91 [0,68-12,46] 0,153
Kesulitan intubasi 3,92 [0,52-29,48] 0,18
Lamanya ventilasi 1,01 [0,99-1,04] 0,28
Diagnosis primer a (referensi = kegagalan pernapasan kronik eksaserbasi akut)
Kegagalan pernapasan hipoksia akut 2,29 [0,61-8,49] 0,8
Proteksi jalan napas yang berhubungan dengan penyakit neurologi 3,51 [0,69-17,84] 0,33
Syok 2,23 [0,57-8,81] 0,86
Pemindahan dari ruangan 2,16 [0,72-6,52] 0,18
Model maksimal termasuk obesitas (secara paksa), terapi penggantian ginjal, kesulitan intubasi, lama ventilasi, diagnosis utama, dan pemindahan dari ruangan

a Diagnosis utama yang diberi kode sebagai tiga variabel sampingan dengan nilai 0 atau 1 ; kegagalan pernapasan kronik eksaserbasi akut yang dipilih sebagai rujukan diagnosis, dan pemindahan dari ruangan


Diskusi

Pada penelitian prospektif yang besar yang memasukkan hanya pasien yang menggunakan ventilasi mekanik invasif, kami menunjukkan bahwa perawatan ICU sama pada pasien obese dan pasien non obese. Satu-satunya perbedaan pada pasien obese lebih sulit selama intubasi trakeal dan meningkatkan stridor post ekstubasi.

Rangkaian perawatan ICU

Intubasi trakeal dipertimbangkan sulit pada 14,6 % pasien obese yang berat. Kesulitan selama intubasi trakeal pada pasien obese telah digambarkan lebih awal selama anestesi dengan insidens yang sama (13-15,5 %) [10,17-19]. Gambaran anatomi seperti lemak yang tampak di wajah dan pipi, leher yang pendek, lidah yang tebal, palatum dan jaringan lunak faring yang berlebihan, laring yang tinggi dan kedepan, dan terbatasnya kemampuan untuk membuka mulut dapat menjelaskan kesulitan pada intubasi trakeal pada pasien obese . Berbeda dengan penelitian Juvin dkk. [19] komplikasi seperti hipoksemia selama tindakan bedah tidak terjadi dengan frekuensi yang sering pada pasien obese. Namun, pada penelitian ini dilakukan dengan pasien dibawah pengaruh anestesi, pengertian komplikasi yang termasuk kurangnya kriteria yang berat dibandingkan yang terjadi pada penelitian terbaru. Akan tetapi, anggapan tentang kesulitan jalan napas pada pasien obese , prosedur harus termasuk perawatan yang sangat teliti selama prosedur preoksigenasi dan kemampuan peralatan dengan kemampuan yang luas untuk mempermudah intubasi.
Pemasangan ventilator berbeda pada pasien obese dan pasien non obese. Secara teori, Vt yang direkomendasikan sebaiknya diperkirakan menurut berat badan yang diprediksi berdasarkan semata-mata pada tinggi badan dan jenis kelamin, dan sebaiknya disesuaikan untuk tekanan inflasi dan pertukaran gas [10]. Pada penelitian kami, Vt lebih signifikan pada pasien obese dibandingkan pasien kontrol menunjukkan bahwa berat badan ideal yang tidak tegas yang diambil dalam jumlah untuk penghitungan Vt. Penilaian berlebih yang sama tentang ukuran paru pada pasien obese telah dilaporkan [1]. Namun, efek potensial dari pemasangan Vt yang tinggi selama periode ventilasi yang lebih lama tidak diteliti.
Kami mengamati stridor post ekstubasi yang lebih signifikan pada pasien obese yang berat . Obesitas tidak digambarkan lebih awal sebagai suatu faktor resiko terjadinya stridor post ekstubasi di ICU [20-22]. Stridor ini mungkin terjadi akibat lesi pada trakea sehingga intubasi trakeal lebih sulit dilakukan pada pasien obese .
Pada dua penelitian, pasien obese telah ditunjukkan dapat meningkatkan resiko infeksi nosokomial [5,9]. Namun, penelitian ini, semua tipe infeksi nosokomial dilaporkan secara bersama-sama. Pada penelitian terbaru, kami tidak menemukan beberapa perbedaan pada angka kejadian infeksi nosokomial pada pasien obese dan pasien non obese dari pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau infeksi yang berkaitan dengan kateter. Waktu yang dihabiskan selama ventilasi mekanik dan kateterisasi vena sentral adalah faktor penting yang dihubungkan dengan infeksi. Pada penelitian terbaru , karena hasilnya sama pada kedua kelompok, hal ini tidak mengherankan untuk menemukan kejadian infeksi yang sama pada kedua kelompok. Sama halnya dengan El-South dkk [3] tidak melaporkan suatu peningkatan yang signifikan pada infeksi yang berkaitan dengan kateter pada pasien obese. Walaupun pengaruh potensial pada kegawatan sebagai suatu hasil dari berat badan yang berlebih pada pasien, obesitas bukan suatu faktor resiko yang meningkatkan perkembanagan ulkus dekubitus pada pasien yang dirawat di rumah sakit [23]. Namun, ulkus dekubitus tidak diteliti secara khusus pada pasien obese di ICU. Pada penelitian terbaru, insidens ulkus dekubitus sekitar 15 % pada kedua kelompok, yang sama sekitar 13,6 % dilaporkan pada penelitian yang lebih awal yang mencakup 130 pasien di ICU [24].

Hasil
Pengaruh obesitas sebagai suatu faktor resiko independent dari mortalitas di ICU masih kontroversi [1-9,11] . Tiga penelitian telah melaporkan peningkatan mortalitas di ICU pada pasien obese [3, 5, 6], dimana angka mortalitas yang lebih tinggi berhubungan dengan jumlah penyakit penyerta yang lebih banyak, seperti suatu penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri atau perubahan fungsi paru. Namun, faktor lain yang lebih spesifik untuk tinggal di ICU telah dilaporkan, seperti kegagalan multiorgan, skor keparahan yang tinggi ketika dimasukkan ke ICU, dan kejadian yang berat yang terjadi di ICU. Tiga penelitian melaporkan penurunan mortalitas di ICU [2,4,7]. Penjelasan untuk efek “protektif” obesitas masih belum jelas dan tidak memperlihatkan hubungan dengan penyakit yang mendasari . Data secara in vitro telah menunjukkan bahwa jaringan adipose dapat memproduksi mediator yang dapat memodulasi suatu respon inflamasi [25]. Selain itu, dua penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan pada angka mortalitas antara pasien obese dan pasien non obese [1,8]. Desain penelitian dan populasi berbeda. Kebanyakan penelitian ini bersifat retrospekstif [2, 3, 9] atau disaring dari database dari proyek yang bervariasi [1, 4, 7,8]. Beberapa penelitian juga mencakup analisis subgroup yang berhubungan dengan jalan pintas BMI yang berbeda [1, 2, 4, 7-9]. Suatu penelitian prospektif terbaru mencakup semua pasien yang masuk di ICU dan menunjukkan peningkatan independent pada mortalitas pasien., dengan BMI yang lebih dari 27 kg/m2 [6]. Namun, skor SAPS II lebih signifikan pada pasien obese , lebih sering pada mereka yang memakai ventilasi mekanik. Diantara ketiga penelitian yang hanya memasukkan pasien yang memakai ventilasi mekanik, hanya Bercault dkk [1, 2, 5] melaporkan peningkatan independent pada mortalitas pasien dengan BMI ynag lebih dari 30 kg/m2. Pada penelitian Cohort pada pasien yang terekspose dan yang tidak terekspose tersebut, umur pasien dan SAPS II sama dengan kami, tetapi BMI yang lebih rendah. Pada penelitian terbaru yang dibandingkan sesuai center , SAPS II , umur, dan jenis kelamin dengan tujuan analisis pada peranan obesitas per se. Semua pasien obese yang berat dimasukkan apapun diagnosis utamanya, dengan menetapkan informasi tentang prognosis dari semua populasi dari pasien obese yang berat .
Penjelasan tentang kurangnya pengaruh obesitas pada mortalitas masih belum jelas. Meskipun pasien obese dengan penyakit penyerta (komorbid) seperti sleep apnue, gangguan pengaturan glukosa, atau penyakit kardiovaskuler akibat kelebihan berat badan, faktor-faktor ini cukup untuk memicu perbedaan yang muncul. Perawatan menetapkan pasien ini mungkin mengkompensasi kelainan tersebut. Kemudian, mortalitas kurang bergantung pada status obese dan non obese dibandingkan faktor resiko klasik untuk mortalitas di ICU (ventilasi mekanik, skor SAPS II, terapi penggantian ginjal, dan penyakit yang mendasari).
Berlawanan dengan penelitian lain [1, 5, 7], kami memasukkan pasien dengan BMI yang lebih dari 35 kg/m2 , dimana obesitas biasa didefinisikan dengan BMI lebih dari 30 kg/m2 . BMI yang lebih tinggi dipilih untuk memasukkan hanya pasien obese yang berat [19, 26-28]. Selain itu, pada penelitian terbaru, kami membandingkan pasien dengan obesitas yang berat (morbid) (BMI > 35 kg/m2) dengan pasien dengan BMI yang lebih rendah dari 30 kg/m2 , mengeluarkan pasien dengan BMI antara 30 dan 35 kg/m2 , khususnya untuk mencegah kemungkinan tumpang tindih (overlap) antara pasien obese dan pasein yang tidak terekspose. Metode yang sama telah digunakan sebelumnya oleh El-Solh dkk dan Juvin dkk [3, 19].

Keterbatasan penelitian
Penelitian kami memiliki beberapa keterbasan. Pengumpulan data tidak diambil dalam jumlah perubahan berat badan yang potensial dalam waktu terakhir sebelum pasien masuk ke ICU. Tetapi hal ini bukan hal yang penting pada kebanyakan penelitian sebelumnya [2-9]. Kami tidak menilai tingkat kepercayaan pada berat badan dan tinggi badan pasien. Kami tidak mengukur lingkar pinggang, yang berakaitan dengan mortalitas pada pasien non ICU [29, 30]. Namun, BMI lebih sering menggunakan definisi dalam penelitian epidemiologi dan penelitian medis dan satu-sayunya pengukuran dilaporkan penelitian di ICU. Tiga puluh sembilan pasien obese berat yang memenuhi syarat penelitian ini, tetapi kami tidak menemukan pasien kontrol yang dibandingkan, sehingga kami tidak mampu untuk membandingkan pasien obese pada penelitian analisis (Tabel E1). Proses yang dibandingkan termasuk center, umur, SAPS II, dan jenis kelamin tetapi tidak pada sebab kegagalan pernapasan. Terdapat banyak pasien dengan kegagalan pernapasan kronik eksaserbasi akut pada kelompok pasien obese , seperti yang dilaporkan sebelumnya pada populasi pasien obese di ICU [3]. Karena hanya pasien obese yang membutuhkan ventilasi invasif yang dimasukkan, mortalitas yang rendah berhubungan dengan sindrom hipoventilasi obesitas yang ditangani dengan ventilasi non invasive tidak bercampur dengan hasil penelitian kami. Oleh karena itu, analisis regresi logistik tidak menekankan diagnosis primer sebagai faktor yang mengacaukan pada hubungan obesitas dan mortalitas.


Kesimpulan

Penelitian Cohort yang dipasangkan antara pasien yang terekspose dan yang tidak terekspose menunjukkan bahwa prosedur intubasi trakeal lebih sulit dan stridor post ekstubasi lebih sering pada pasien obese dibandingkan pasien non obese . Tidak terdapat perbedaan morbiditas pada pasien obese yang berat . Selain itu, obesitas tidak berhubungan dengan peningkatan mortalitas. Oleh karena itu, penting untuk memberikan perhatian khusus selama intubasi dan ekstubasi pada pasien obese , tetapi tidak ada perawatan khusus yang lain pada pasien obese yang dirawat di ICU tampaknya dapat dijamin pada penelitian kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Komentar