Kamis, 19 Maret 2009

Kista Hepar

KISTA HEPAR
ASRUL MAPPIWALI
I.PENDAHULUAN
Istilah kista berasal dari perkataan Yunani kustis yang bererti kantong dimana ia merupakan suatu abnormalitas pada pertumbuhan jaringan. Dalam pengertian secara histopatologi, kista adalah ronaaa vans dilapisi sel epitel. Pada kista terdapat duktus yang terdilatasi yang biasanya disebabkan oleh obstruksi, hiperplasia epitel, sekresi berlebihan dan distorsi struktural. Sebagian kista timbul dari sisa-sisa epithelia ektopik atau sebagai hasil nekrosis di tengah-tengah massa epitel.
Kista dapat bersifat konaenital atau didaeatka. Cairan kista biasanya bening dan tidak berwama namun dapat iolga viskuos atau mengandung kristal kolestrol sebagai hasil dari nekrosis jaringan. "True cysts" atau kista sesungguhnya harus dibedakan dari "false cysts" atau pseudokista dimana pseudokista ini merupakan timbunan cairan yang terkandung dalam, kavitas yang tidak mempunyai lapisan epithelium. Kista seperti ini biasanya berasal dari suatu proses inflamatori atau degeneratif.
Gambar 1: (a) Gambaran histopatologi dinding kista hepar yang dilapisi oleh sel epitel. (b) Gambaran histopatologi dinding pseudokista yang tidak mempunyai lapisan sel epitel.
Penyakit kistik hepar merupakan suatu spektrum yang secara umum diklasifikasikan mulai dari kista yang bersifat infeksius, kongenital, neoplastik hingga kista akibat trauma pada hepar yang masing-masing berbeda etiologi, cara penanganan dan komplikasi serta prognosis.
Tabel 1 Klasifikasi Umum Lesi Kistik Hepar
I. Kista Hepatik Infeksius
A. Abses hepar piogenik
B. Abses hepar cqmebik
C. Kista hepar hidatid
II. Kista Hepatik Kongenital
A. Simple cyst
B. Polycystic liver disease
III. Kista Hepar Neoplastik
A. Kistadenoma
B. Kistaclenocarcinoma
IV. Kista hepar traumatik
Berdasarkan etiologi kista hepar terbagi kepada dua yaitu kista hepar non parasitik dan kista hepar parasitik atau kista hidatid, dimana kista hepar non rasitik paling sering merupakan kelainan yang bersifat kongenital. Istilah 'kista hepar sendin umumnya digunakan untuk kista yang bersifat non parasitik yang soliter, namun dapat juga multipel (simple cyst). Namun terdapat beberapa tipe lesi kistik pada hepar yang harus dikenali dan dibedakan dad simple cyst ini. Lesi kistik non parasitik pada hepar termasuklah kista hepar kongenital soliter atau multipel, kista multiple pada penyakit polycystic liver disease, tumor hepar kistik (kistadenoma, kistadenocarcinoma) dan pseudokista yaitu abses hepar piogenik dan amoebik serta kista yang terbentuk akibat trauma yaitu kista traumatik. Keadaan-keadaan ini biasanya dapat dibedakan melalui simptom yang dialami pasien serta gambaran radiografik dad lesi.
Kista Echinococcal atau kista hidatid disebabkan oleh infestasi parasit racing pita dari genus Echinococcus dan merupakan lesi kista hepar yang paling sering dijumpai di luar Amerika Serikat, terutama di kawasan Mediterranean. Echinococcus bisa menyerang semua organ, namun hepar merupakan organ yang paling sering terlibat, diikuti oleh paru-paru dan tidak sering pada organ lain seperti ginjal dan kelenjar adrenal. Kedua organ ini terlibat pada 90% dad semua kasus echinocossis.

II.INSIDENS
Insidens kista hepar non parasitik yang pasti tidak diketahui karena biasanya penderita asimptomatik dan tidak menunjukkan gejala hingga terjadi komplikas. Namun diestimasikan kista hepar dideritai pada 5% dari populasi umum. Tidak lebih dari 10-15% dari jumlah penderita ini mengalami simptom secara klinis. Kista hepar biasanya dijumpai secara tidak sengaja pada pemeriksaan radiologik abdominal atau pada prosedur laporotomi untuk kelainan lain yang dialami penderita dan Tidak berkaitan dengan gangguan fungsi hepar.
Kista hepar lebih banyak dijumpai pada kaum wanita berbanding lelaki, dengan ratio 4-10:1, pada range umur 50-60 tahun. Simptom klinis terjadi akibat pembesaran secara progresif kista, atau karena komplikasi yang timbul akibat kista tersebut. Komplikasi yang bisa terjadi termasuklah perdarahan intrakistik, torsi, infeksi pada kista, transformasi kista ke arah proses malignansi, kompresi pada organ-organ sekitar yang juga dapat menyebabkan jaundice obstruktif, kista ruptur spontan serta reaksi alergi akibat kebocoran cairan kista.
Kista hidatid bersifat endemik di negara-negara berkembang maupun negara maju seperti negara Mediterainian Amerika Selatan, leeland, Australia dan New Zealand. Insidens penyakit kista hidatid di kawasan endemik berkisar dari 1-220 kasus per 100. 000 orang penduduk. Tidak terdapat predileksi dan jenis kelamin namun biasanya kista hidatid terjadi pada umur antara 30-40 tahun.


Ill.ETIOPATOGENESIS
Etiopatogenesis kista hepar dapat dirangkumkan seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Etiopatogenesis Kista Hepar
Parasitil - Echinococcus
- Ameboid (abses)
Nor-parasitik - Kongenital (simple cyst)
- Neoplastik
- Polycystosis
Pseudocysts - Traumatic
- Piogenik (abses)
Differential diagnostics Choledochus cysts -Caroli syndrome
Kista, hepar soliter atau multipel kongenital (simple cysts)
Penyebab pasti simple cyst ini tidak diketahui, namun diduga bersifat konginetal. Kista ini dilapisi oleh epitel yang persis seperti epitel sistem biliari dan mungkin terjadi akibat dilatasi progresif dari microhamartoma dari traktus biliari. Namun begitu kista ini jarang sekall mengadungi empedu, dan hipotesis terbaru menyebutkan bahwa kista terjadi karena mikrohamartoma gagal untuk menyatu dengan traktus biliaris. Secara umumnya cairan di dalam kista mempunyai komposisi elektrolit yang sama dengan plasma. Tidak terdapat ampedu, amilase maupun sel darah putih. Cairan pada kista secara terus¬-menerus dihasilkan oleh epitel yang melapisi kista tersebut sehingga penanganan dengan aspirasi jarum pada kista hepar soliter tidak bersifat kuratif.
Polycystic liver disease (PCLD)
polycystic liver disease (PCLD) atau penyakit hepar polikistik pada prang dewas adalah kongenital dan biasanya berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik autosomal dominan (PKP-AD). Pada pasien-pasien ini telah dikenal pasti abnormalitas pada gen PKD1 dan PKD2. Kadang-kadang PCLD dijumpai tanpa PKD. Pada pasien-pasien ini, telah dikenal pasti gen yang ketiga yaitu protein kinase C substrate 8OK-H (PRKCSH). Walaupun berbeda secara genotip, pasien dengan PCLD sama secara fenotip. Pada pasien dengan PKD, kista di ginjal biasanya mendahului kista di hepar. PKD sering berakhir dengan gagal ginjal sedangkan kista hepar jarang dikaitkan dengan fibrosis hepar dan gagal fungsi hepar.

Kista Neoplastik
Tumor hepar dengan nekrosis sentralis yang dilihat pada pemeriksaan pencitraan sering di salah diagnosis sebagai kista hepar. Penyebab, pasti kistadenoma dan kistadenokarsinoma tidak diketahui, namun mereka diduga merupakan akibat proliferasi abnormal dari analog embrionik dari kanclung emped6 atau epitel biliari. Tumor kistik ini dilapisi dengan sel kuboid atau kolumnar tipe biliaris dan dikelilingi oleh stroma persis seperti stroma pada oval. Kistadenoma adalah lesi premalignant dengan transformsi neoplastik menjadi kistadenokarsinoma yang dikenal pasti dengan adanya struktur tubulopapillari dan invasi pada membrana basalis pada pemeriksaan histopatologi.
Kista Hidatid
Kista hidatid disebabkan oleh infestasi dari parasit Echinoccus granulosus. Parasit ini dijumpai di seluruh dunia tapi lebih sering di kawasan pentemakan kambing dan sapi. Cacing pita dewasa hidup di, traktus digestif hewan karnivora seperti anjing. Telur dari induk dilepaskan dalam feses dan dimakan oleh host perantara seperti kambing, sapi, atau manusia. Larva dari telur menginvasi dinding usus dan pembuluh darah mesenteric dan sampai di hepar lewat sirkulasi. Di dalam hepar, larva membesar dan menjadi kistik. Kista hidatid ini menghasilkan lapisan jaringan inflammatori di luar, dan lapisan germinal di dalam yang menghasilkan kista anak (daughter cyst). Apabila kamivora memakan hepar dari host perantara ini, skoliks dari kista anak dilepaskan di dalam usus kecil dimana ia akan berkembang menjadi racing dewasa dan melengkapi dour kehidupannya.


Gambar 2: Siklus hidup Echinoccus granulosus
Abses hepar
Abses hepar berasal dari cumber amebik atau bakteri. Entamoeba histolytica adalah agen peryebab pada abses hepar amebik. la menular melalui makanan atau air yang dikontaminasi oleh fase, kista dari parasit ini. Amebiasis secara umumnya hanya melibatkan usus tapi ia dapat melewati pembuluh darah mesenterika dan menghasilkan abses hepar. Manusia adalah satu-satunya host parasit ini.
Abses piogenik bisa merupakan akibat instrumentasi pada rongga tubuh namun paling sering disebabkan oleh kolangitis ascenders. Mikroorganisma yang diisolasi biasanya merupakan flora normal usus. Jalur kontaminasi lain termasuklah secara hematogen melalui vena ports dan arteri hepatica. Pasien dengan infeKSi infra abdominal mungkin mengalami abses hepar karena perkembangan bakteri melalui sistem vena ports. Penularan lewat hematogen melalui arted hepaticum pada pasien dengan septicaemia sangat jarang terjadi.
IV. ANATOMI

Gambar 3: Anatom i hepar
Hepar merupakan organ tubuh yang kaya dengan darah dan merupakan kelenjar yang terbesar yang terdapat dalam tubuh manusia. Hepar yang normal mempunyai pelbagai vadasi bentuk dan ukuran. Beratnya kira-kira 1,4 kg pada orang dewasa. Hepar menduduki sebagian besar dad hypokondrium kanan dan regio epigastrik, memanjang ke arah kanan midline tubuh. Terletak di bawah diafragma, dan hampir semua bagian hepar terdapat dalam rongga kosta, yang memproteksi hepar tersebut.
Terdapat empat lobus primer di hepar. Lobus yang terbesar, lobus kanan, terlihat pada permukaan hepar dan dipisahkar oleh lobus kiri yang lebih kecil oleh fissure. Lobus yang lebih posterior adalah lobus caudatus dan quadrates, yang terletak pada inferior lobus kiri. Ligamentum falcifarum, memisahkan lobus kanan dan kiri hepar dan menggantung hepar pada diafragma dan dinding abdominal bagian anterior. Bedalan sepanjang ujung inferior ligamentum falcifarum adalah ligamentum teres. Ligamentum teres dikelilingi oleh jaringan lemak. Arted hepatica dan vena portal hepar, yang masuk ke hepar lewat ports hepatic dan duktus hepatica, yang bedalan ke arah inferior hepar, semuanya bergerak ke bagian yang kurang omentumnya untuk ke tujuan masing-masing.

Gambar 4: Anatomi permukaan hepar


Gambar 5 : Gambaran USG menunjukkan hepar nada keadaa mal pada posisi transversal terlihat vena~epatika kanan (R), kiri (L), aan tengah (M) yang mengalir ke vena kava inferior (IVC) yang mans is akan melewati dafragma (D

Gambar 6: Gambaran CT-scan pada hepar yang normal. Aorta (A), colon (C), vena kava inferior (IVC), lien (Sp), lambung (St), panah satu =,fissura untuk ligamentum falsifarum, panah berganda = fissura untuk ligamentum teres yang memisahkan hepar kepada dua lobus, kanan dan kiri.

V. GAMBARAN KLINIS
Kista hepar dibagi kepada kista hepar kengenital dan kista hepar didapatkan. Kista hepar kongenital dapat dibagi lagi kepada kista non parasitic Denigna, kista neoplastik dan penyakit polikistik hepar. Tipe yang didapatkan pula termasuk kista parasitik, kista traumatik dan kista piogenik, dimana tipe ini bersifat pseudokista. Sebagian besar dari kista hepar bersifat asimptomatik dan dike!o1a secara konservatif selagi bisa, karena risiko terjadi komplikasi paca pengobatan operatif dan kemungkinan terjadinya regresi spontan. Gambaran klinik yang sering didapatkan pada pasien deny, an simptom adalah nyen epigairik, mual, muntah dan perasaan penuh di lambung.
Dengan bervariasinya klasifikasi serta etiolcgi kista hepar, gejala klinik bervariasi berdasarkan penyebab, tempat dan ukuran. Nyari mungkin merupakan keluhan utama pada kista yang membesar. Nyeri sering terjadi bekunder akibat komplikasi yang timbal dari kista tersebut. Antara lain bisa terjadi pendarahan atau infeksi, yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakistik. Nyeri juga dialami apabila terjadi ruptur kista atau terjadi torsi pada kista, dimana pada keadaan ini pasien datang dengar, simptom akut abdomen.
Kebanyakan kista hidatid bersifat asimptomatik, walaupun telah berkembang lanjut. Jumlah parasit, lokelisasi dan ukuran kista menentukan derajat keparahan symptom. Dalam hepai, afek dari penekanan kista bisa menimbulkan simptom jaundice obstruktif dan nyeri perut. Komplikasi sekunder bisa terjadi sebagai akibat infeksi pada kista dan ruptur atau kebocoran kista. Kebocoran kecil menimbulkan nyeri Yang bertambah dan reaksi alergik yang ringan yang ditandai oleh urtikaria. Reaksi alergi ini terjadi karena cairan dari kista yang bersifat marangsang, Ruptur yang besar menyebabkan reaksi anafilaktik yang bisa bersifat fatal jika tidak ditangani dengan cepat. Infeksi pada kista bisa terjadi samada sebagai infeksi primer atau infeksi sekunder setelah terjadi kebocoran kista ke traktus biliaris. Simptom yang dialami dapat mulai dari demam ringan hingga sepsis.
Pada abses hepar balk abses hepar piogenik maupun amebik, gejala klinik yang dialami hampir kesemua penderita adalah demam yang bersifat akut atau subakut disertai nyeri abdcmen kuadran kanan atas, disamping gejala non spesifik lain seperti malaise, mual dari muntah.
Tabel 3. Simotomoloqi Kista Hepar
Typical: Asymptomatic
Pressure
Pain
Increase of the abdomen volume
Complications: Infection
Haemorrhage
Perforation
Torsion
Rare: Choiestasis
Portal hypertension



V1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Evaluasi pasien dengan kista hepar memerlukan anamnesis yang teliti dan melakukan pemeriksaan finis serta pemeriksaan penunjang radiografik seperti CT scan abdominal, untuk mengetahui lokasi dan ukuran dari kista. tersebut. Pasien dengan kista hepar memerlukan pemeriksaan laboratorium yang tidak banyak. Hasil pemeriksaan faal hati seperti transaminase atau alkali fosfatase mungkin sedikit abnormal, namun kadar bilirubin, prothrombin time (PT) dan activated prothrombin times (APTT) biasanya berada dalam batas normal.
Pada PCLD, dapat dijumpai abnormalitas yang lebih banyak pada pemeriksaan fungsi faal hati, namun gagal fungsi hati jarang dijumpai. Test fungsi ginjal termasuk kadar urea dan kreatinin darah biasanya abnormal. Pada tumor kistik hepar, test fungsi hati juga normal seperti pada simple cyst namun bisa terdapat abnormalitas pada sebagian psien. Terdapat peningkatan kadar Carbohydrate antigen (CA)19-9 pada sebagian pasien. Cairan kista dapat diambil untuk pemeriksaan CA 19¬9 pada saat pembedahan sebagai peeriksaan marker untuk kistadenoma dan kistadenocarcinome. Pasien dengan abses hepar dapat dikenal pasti dari gejala kiinis. Pada pemeriksaan darah sering ditemukan leukositosis. Jika terdapat kista hidatid, dijumpai eosoniphiiia pada sekitar 40,A pasien, dan titer antibody echinococcal positif pada hampir 80% dari pasien. Pemeriksaan immunoassay enzim (enzyme immunoassay, EIA) dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi spesifik untuk E. histolytica.
Pemeriksaan histologik dari kista dilakukan dengan tujuan untuk menyingkirkan kemungkinan suatu keganasan, seperti kistadenocarcinoma. Secara histopatologik kista hepar yang benigna mengandungi cairan yang bersifat serosa dan dindingnya terdiri dari selapis sel epitel kuboidal dan stroma fibrosa yang tipis.
Pemeriksaan radiologik
Sebelum persediaan secara meluas modalitas teknik pencitraan abdominal termasuk ultrasonografi (USG) dan computed tomography scans (CT scan), kista hepar didiagnosa hanya apabila ia sudah sangat memebesar dan bisa dilihat sebagai massa di abdomen atau sebagai penemuan tidak sengaja saat melakukan laparotomy. Saat ini, pemeriksaan radiologik sering menemukan lesi yang asimptomatik secara tidak sengaja. Terdapat beberapa pilihan pemeriksaan radiologic pada pasien dengan kista hepar seperti USG yang bersifat non invasive namun cukup sensitif untk mendeteksi kista hepar. CT juga sensitif dalam, mendeteksi kista hepar dan hasilnya lebih mudah untuk diinterpretasi berbanding USG. MRI, nuclear medicine. scanning dan angiografi hepatik mempunyai penggunaan yang terbatas dalam mengevaluasi kista hepar.
Secara umumnya simple cysts mempunyai gambaran radiologik yang tipikai yaitu mempunyai dinding yang tipis dengan cairan yang berdensitas rendah dan homogenous. PCKD harus dikonfirmasi dengan USG atau CT scan dengan menemukan kista-kista multiple pada saat evaluasi.
Kista hidatid bisa didenfifikasi dengan ditemukan daughter cyst yang terkandung delam sate rongga utama yang berdinding tebal. Kistadenoma dan kistadenocarcinoma umumnya terlihat multilokulasi dan mempunyai septasi internal, densitas yang heterogeneus dan dinding kista yang irregular. Tidak seperti tumor lain pada umumnya, jarang dijumpai Valsifikasi pada kistadenoma dan cystadenocarcinoma. Satu masalah yang sering ditemui dalam mengevaluasi pasein dengan lesi kistik pada hepar adalah untuk memdiferensiasi kista neoplasma dan simple cyst. Namun secara umumnya neoplasma kistik mempunyai dinding yang tebal, irregular dan hipervaskular sedangkan dinding kista pada simple cyst nipis dan uniform. Simple cyst bertendensi untuk mengandungi bagian interior yang homogenous dan berdensitas rendah sedangkan neoplasma kistik biasanya mempunyai bagian interior yang heterogenous dengan septasi-septasi.

Gambar 11: Abses piogenik (a) Gambaran CT scan dari seorang lelaki 64 tahun dengan simptom demam menunjukkan lesi kistik yang berdinding tebal. Terdapat kantong udara kecil (kepala panah) yang diagnostic untuk abses yang disebabkan oleh organism yang menghasilkan gas. (b) Gambaran Ct scan yang menunjukkan sekelompok abses hepar yang kecl yang konfluent.

VII. PENANGANAN
Penanganan Medikamentosa
Pengobatan secara medikamentosa untuk penanganan kista hepar non parasitik maupun kista parasitik mempunyai manfaat yang terbatas. Tidak ada terapi konservatif yang ditemui berhasil untuk menangani kista hepar secara tuntas.
Aspirasi perkutaneous dengan dibantu oleh USG atau CT scan secara teknis mudah untuk dilaksanakan namun sudah ditinggalkan karena mempunyai kadar rekurensi hampir 100%. Tindakan aspirasi yang dikombinasikan dengan sklerosis dengan menggunakan alcohol atau bahan sklerosant lain berhasil pada sebagian pasien namun mempuoyai tingteat kegagalan dan kadar rekurensi yang tinggi Sklerosis akan berhasil hanya terjadi dekompresi sempurna dan aposisi dari dinding kista. Hal ini tidak mungkin terjadi jika dinding kista menebal atau pada kista yang sangat besar. Tidak terdapat pengobatan medikamentosa untuk PCLD dan kistadenocarcinoma.
Kista hidatid dapat diobati dengan agen antihidatid yaitu albendazole dan mebendazole namun biasanya tidak efektif. Obat-obatan ini digunakan sebagai terapi adjuvant dan tidak dapat menggantikan pecan penanganan bedah atau pengobatan per kutaneus dengan teknik PAIR (puncture, aspiration, injection, reaspiration). Pengobatan medikamentosa dimulai 4 hari sebelum pembedahan dan dilanjutkan 1 hingga 3 bulan setelah operasi sesuai panduan dari Organisasi Kesehatan Dunia. (World Health Organisation, WHO)
Penanqanan operatif
Secara umumnya tujuan terapi operatif adalah untuk mengeluarkan seluruh lapisan epithelial kista karena dengan adanya sisa epitel akan menyebabkan terjadinya rekurensi. Secara ideal, kista didiseksi keluar secara utuh tanpa melubangi kavitas kista tersebut. Jika ini terjadi, kista akan kollaps dan ditemukan kesukaran untuk mengenalpasti dan mengeluarkan lapisan epitel.
(i) Teknik PAIR (puncture, aspiration, injection, reat piration).
Teknik PAIR untok penanganan kista hepar dil?kuKan dengan dibantu oleh USG atau CT scan yang melibatkan aspirasi isi kisia via sate kanula yang khusus, diikuti dengan injeksi agen yang bersifat skolisidal selama 15 menit, kemudian isi kista direaspirasi lagi. Proses ini diulang hingga hasil aprisasi jemih. Kista kemudian diisi dengan solusi natrium klorida yang isotonic. Tindakan ini harus dibarengi dengan pengobatan perioperatif dengan obat benzimodazole 4 hari sebelum tindakan hingga 1-3 bulan setelah tindakan.
(ii) Marsupialisasi (dekapitasi)
Dekapitasi atau "unroofing" kista dilakukan dengan cara mengeksisi bagian dari dinding kista yang melewati hingga permukaan hepar. Eksisi seperti ini menghasilkan permukaan kista yang lebih dangkal pada bagian kista yang tertinggal hingga cairan yang disekresi oleh epitel yang masih tertinggal merembes kedalam rongga peritoneal dimana ia diabsorbsi. Sisa epitel dapat juga diablasi dengan menggunakan sinar koagulator argon atau elektrokauter. Sebelum ini penanganan kista seperti ini memerlukan tindakan laparotomi (open unroofing) namun seiring dengan perkembangan alat dan teknik, ia bisa dilakukan secara laparoskopik. Terdapat juga berapa modifikasi dari taknik marsuapialisasi yang dilaporkan seperti teknik open partial cystectomy yang dilaporkan oleh Filipppou dkk untuk penanganan kista hidatid hepar.
Dari hasil penelitian yang dijalankan, didapatkan bahwa unroofing kista secara laparoskopik mempunyai tingkat morbiditas yang rendah, tempoh reokupasi yang lebih singkat dan bisa kembali ke aktivitas normal lebih cepat berbanding open unroofing secara laparotomi. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi terjadi rekurensi dengan teknik ini adalah luga deroofing yang adekuat, kista yang terletak dalam atau berada di segmen posterior dari hepar, penggunaan sinar argon untuk sisa epitel dinding kista, tindakan omentoplasty untuk cavitas residual, dan tindakan laparoskopi atau laparoti yang pernah dilakukan sebelumnya yang menyebabkan timbulnya jaringan fibrosis di hepar.

Gambar 12: Gambarar, laparoskopik dari kista hepar pada proses marsupalisasi. Lesi ini terletak di lobus dextra hepar berdekatan dengan diafragma.

Gambar 14: Marsupialisasi kista. Kista di dekapitasi dan ujung kista di jahit ke spite) sekitamya.

(iii) Reseksi hepar dan tranplantasi hati
Prosedur yang lebih radikal seperti reseksi hepar dan transplantasi hati telah digunakan dalam penanganan kista hepar non parasitik. Walaupur prosedur ini bisa mendapatkan hasil terbaik dari segi kadar rekurensi yang sangat rendah, namun ia mempunyai kadar morbiditas yang tinggi, yang mungkin tidak dapat diterima untuk suatu penyakit yang benigna. Contohnya, penelitian Martin dan rekan-rekan menemukan kadar morbiditas 50% pada 16 pasien yang menjalani prosedur reseksi hepar untuk penanganan kista hepar non parasitik. Antara komplikasi yang terjadi pada tindakan reseksi hepar termasuklah infeksi paru-paru, efusi pleura, infeksi pada luka operasi, drainase cairan peritoneal dan empedu yang lama dan hematoma subphrenik.
Tranplantasi hepar diindikasikan untuk penyakit polikstik dengan simptom yang menetap setelah pendekatan terauputik medikamentosa dan operatif yang lain gagal, atau pada keadaan gagal ginjal.
Reseksi hepar layak untuk diaplikasikan pada pasien dengan kista multipel yang rekuren atau terdapat kemungkinan suatu tumor kistik hepar. Anatomi segimental hepar yang pertama dijelaskan oleh Couinaud pada tahun 1957 membagi hepar kepada lapan segmen dimana setiap segmen mempunyai cabang arteri hepatikum, vena porta dan traktus biliaris yang tersendiri. Hal ini memungkinkan untuk mereseksi setiap segmen ini secara individual apabila diperlukan, dan mengurangkan pemotongan tidak perlu dari jaringan hepar yang normal. Telah dikembangkan teknik ciperasi untuk membagi parenkim hepar, samada dengan memakai klem atau diseksi wirasonik, justeru membolehkan pembuluh vaskular dan biliari untuk diligasi secara individual. tl.ehilangan darah bisa dikurangkan dengan teknik oklusi vaskular (manoeuvre Pringle)

Gambar 15 : Segmen anatomi hepar menurut Couinaud
Gambar 16 : Teknik reseksi hepar

VIII. PROGNOSIS
Didapatkan bahwa pasien dengan kisa non parasitik yang menjalani teknik dekapitasi kista secara laparoskopik untuk kista hepar benigna mengalami kadar penyembuhan lebih dari 90%, manakala pada pasien dengan PKLD mempunyai kadar penyembuhan yang lebih rendah dengan teknik yang sama. Penanganan yang paling efisien untuk PKLD dan kista neoplastik adalah dengan reseksi hepar. Sedangkan efisiensi penanganan kista hidatid dengan teknik PAIR berbanding penganan operatif lain masih kontroversial.
Pada penanganan kista hepar hidatid, walaupun penggunaan teknik PAIR memberi angka keberhasilan yang tinggi, hangs diingat bahwa teknik ini masih mempunyai kelemahan. Kebocoran cairan kista serta rekurensi bisa memberi kesan buruk yang mengancam nyawa. Aspirasi sempurna kesemua isi kista, terutama yang multivesikular, adalah rumit. Jika agen sklerosant memasuki trkatus biliaris, bisa terjadi kerusakan pada hepar, dan selain itu bisa juga terjadi vasikulasi eksogenous.

2 komentar:

  1. mana gambar nya???

    BalasHapus
  2. tulisannya banyak yang salah.. gambar nya sayang nya ga ada.. tp terima kasih info nya.. dr. Agung

    BalasHapus

Silahkan Komentar