Kamis, 19 Maret 2009

INDUSTRIAL HYGIENE

BAB I
PENDAHULUAN
A. Sejarah kesehatan lingkungan kerja dan perkembangannya
Suatu sebab berkembangnya dan adanya kesehatan lingkungan kerja ialah adanya pekerjaan dalam hubungan penguapan atau penggajian. Kapan setepat-tepatnya mulai ada pekerjaan atas dasar pengupahan atau pengkajian tindaklah kita ketahui. Namun dapatlah dianggap bahwa ketentaraan dijaman-jaman silam yang jauh dahulu adalah permulaan adanya pekerjaan atas dasar pengupahan itu, dan peperangan dianggap pekerjaan yang menimbulkan korban-korban atau kecelakaan-kecelakaan akibat perang. Maka dari itu kesehatan lingkungan kerja dan kesehatan kerja antara lain berlembaga pada ketentaraan jaman purba. Selain itu pekerjaan atas dasar paksaan atau hukuman juga menjadi sebab berkembangnya higene perusahaan dan kesehatan kerja. Pekerjaan-pekerjan tambang jaman dahulu adalah tawanan perang dan pesakitan, yang akhirnya mereka mati oleh karena pekerjaannya.(1,2)
Bapak ilmu kedokteran Hippocrates rupanya belum pula menaruh perhatian, hal ini dapat dibuktikan dari buku-bukunya, sebab, memang ia mendasarkan teorinya kepada keseimbangan makanan latihan, tetapi latihan yang dimaksudnya sama sekali tidak ditujukan kepada pekerja.(1)
Rupa-rupanya Hippocrates lupa, ia tidak memperhatikan penyakit kaum pekerjanya. Kesehatan lingkungan kerja dan kesehatan kerja tetap gelap diabad-abad sebelum abad ke-16; baru pada abad itu dan sesudahnyalah terdapat keterangan-keterangan pasti, bahkan gambaran-gambaran tentang penyakit-penyakit pekerja tambang dan pekerjaan-pekerjaan lainnya oleh Agricola dan Paracelcus. Agricola menulis buku “De Re Metalica”, yang diterbitkan pada tahun 1556, sedangkan Paracelcus menulis “Von der Bergsucht und Anderen Bergkrankheiten” pada tahun 1569. Kedua-duanya menggambarkan pekerjaan-pekerjaan dalam tambang, cara mengolah biji, dan tentang penyakit-penyakit yang diderita oleh para pekerja. Bukan hanya itu saja, tetapi keduanya telah pula mulai dengan gagasan pencegahan. Agricola menganjurkan ventilasi dan pemakaian tutup muka yang longgar. Contoh pencegahan di bidang lain, Agricola menganjurkan menutup muka dengan daun-daun bagi para pekerja yang sedang mencat. Di samping itu Paracelseus menguraikan panjang lebar tentang bahan-bahan kimia, sehingga ia dapat dianggap telah memulai toksikologi modern.(1)
Namun yang betul-betul bapak dari kesehatan lingkungan kerja dan keselamatan kerja adalah Bernardine Ramazzin (1633-1714). Ialah yang menulis buku “ De Morbis Artificum Diatriba” didalam buku itu diuraikan tentang berbagai-bagai penyakit dengan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja ialah yang membuat terang persoalan, bahwa pekerjaan dapat menimbulkan penyakit, yaitu penyakit akibat kerja, ialah yang telah menambahkan kepada dengan cara hipocrates dengan satu hal, yaitu minta pasien menceritakan pekerjaannya, inilah nasehat Ramazzini(1)
Jika seorang dokter mengunjungi rumah seorang pekerja, ia harus puas duduk dibangku kaki tiga, bila tidak ada kursi yang baik, dan ia harus menyediakan cukup waktu untuk pemeriksaannya yang dianjurkan hipogrates, ia harus menambah satu lagi: apakah pekerjaan?
Anjuran Ramazzini ini sangat penting mengingat mustahilnya menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja tanpa mengetahui pekerjaan sisakit. Kemudian kesehatan lingkungan kerja dan kesehatan kerja berkembang dengan pesat oleh karena dorongan revolusi industri di Inggris sebagai akibat ditemukannya cara-cara produksi baru, mesin-mesin baru untuk industri dan pengagkutan, yang terjadi di Inggris, namun dinegara-negara lainnya, misalnya Prancis, Jerman, Amerika, Rusia, dan sebagainya. Kesehatan lingkungan kerja dan kesehatan kerja ini diberbagai-bagai negara terus berkembang, baik dibidang organisasi, maupun tehnik, ataupun keilmuannya. Bahkan diabad ke-20 ini kesehatan lingkungan kerja dan kesehatan kerja dirasakan sebagai satu keharusan, oleh karena ia memiliki segi-segi, baik kesejahteraan tenaga manusia, maupun demi produksi.(1)
Sejarah kesehatan lingkungan kerja dan kesehatan kerja di Indonesia tidaklah kita ketahui dengan pasti, namun demikian adalah pasti, bahwa cara-cara kedokteran kuno dan pengobatan Indonesia asli sudah dipergunakan untuk menolong korban-korban peperangan dan penyakit-penyakit atau kecelakan-kecelakan oleh karena pekerjaan dibidang industri rakyat pada itu. Kemudian datanglah, Belanda diabad ke17, dengan pendaratan VOC di Jakatra. Dinas kesehatan yang diadakan oleh Belanda pada permulaannya adalah dinas kesehatan militer, yang baru kemudian beralih kepada dinas sipil.(1,2)
Barangkali, mengikuti riwayat itu, dapatlah dikatakan , bahwa kesehatan lingkungan kerja colonial itu bersemi pada kesehatan ketentaraan, sebagaimana terjadi pada perkembangan kesehatan lingkungan kesehatan kerja dimana-mana Indonesia sejak permulaan penguasaan Belanda dijadikan penghasilan bahan baku, yang dihasilkan dibidang-bidang perkebunan, kehutanan, pertambangan , dan lain-lain. Sudah tentu usaha-usaha kesehatan lingkungan kerja dan kesehatan kerja colonial ditunjukan untuk memberikan kesehatan sekedarnya kepada pekerjaan-pekerjaan kita, agar mereka cukup sehat dan mampu memproduksi bahan-bahan yang diperlukan Belanda.(1)
Cara dan organisasinya tentu sangat sederhana dan mula-mula tanpa peraturan-peraturan, baru pada permulaan abad ke20lah dibuat undang-undang dan peraturan-peraturan mengenai kebersihan, keselamatan, dan kesehatan yang juga sangat sederhana isinya, sesuai dengan keperluan pada waktu itu, dapatlah dipahami, bahwa kesehatan lingkungan kerja dan kesehatan kerja pada waktu itu tidak berkembang sebagaimana mestinya, tidak seperti dinegara-negara lain, oleh karena Indonesia dijaman colonial itu bukan mengalami revolusi industri, bahkan industri-industi yang adapun sengaja dimatikan, supaya Indonesia hanya menjadi penghasil bahan baku untuk ekspor dan menjadi konsumen barang-barang yang diimpor dari luar negri: disamping itu, tidaklah boleh lupa, bahwa pekerjaan-pekerjaan kita pada saat ini adalah kuli yang hidup hanya dari beberapa belas sen sehari, yang tidak mempunyai sesuatu lagi untuk dikeluarkan demi keperluan kesejahtraan, diantaranya biaya kesehatan, sebab hampir semua keuntungan diangkut sama belanda keluar negari.(1)
Zaman Jepang boleh dikatakan sama sekali tidak memberikan dorongan atau pemikiran-pemikiran tentang kesehaan lingkungan kerja dan kesehatan kerja, maklumlah waktu itu jaman hebat-hebatnya perang dunia II, perkembangan kesehatan lingkungan kerja dan kesehatan kerja yang sesungguh-sungguhnya baru terjadi dijaman Indonesia merdeka, yaitu dimulai dari beberapa tahun ejak proklamasi kemerdekaan, dengan munculnya undang-undang kerja dan U.U kecelakaan, yang walaupun pada permulaannya belum berlaku, namun telah memuat pokok-pokok kesehatan ligkungan kerja dan keselamatan kerja dan para perintis mulai bekerja dan berpraktek diperusahaan-perusahaan.(1)
Dan kemudian dimasukkanlah jawatan-jawatan pengawasan perburuhan dan pengawasan keselamatan kerja. Selanjutnya departemen perburuhan lebih maju lagi yaitu mendirikan lembaga keselamatan yang berfungsi sebagai penasehat dan alat meninggikan mutu ilmiah kesehatan buruh pada tahun 1957, yang kemudian dirubah menjadi lembaga keselamatan dan kesehatan buruh, pada tahun 1965, berfungsi dari pada lembaga ini pada garis besarnya adalah: (1)
1. Pusat pendidikan, yang ditunjukkan kepada calon-calon dokter, dokter-dokter yang akan berkerja di perusahaan, pengawasan-pengawas perburuhan dan lain-lain,
2. Untuk memberikan asa dan nasehat kepada perusahan,
3. Pusat riset untuk mempertinggi mutu keilmuan kesehatan dan keselamatan kerja,
4. Pusat publikasi, baik majalah maupun buku-buku pedoman, ataupun lain-lainnya tentang kesehatan dan keselamatan kerja,
5. Penghubung dan kerja sama internasional dalam kesehatan dan keselamatan buruh.

B. Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi factor fisik, kimia, biologi, ergonomic dan psikososial yang mempengaruhi pekerjaan dalam melaksanakan pekerjaannya.(2)
Kesehatan lingkungan kerja adalah ilmu dan seni yang ditunjukkan untuk mengenal mengevaluasi dalam mengendalikan semua factor-faktor dan stress lingkungan ditempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan, kesejahteran, kenyamanan dan efisiensi dikalangan pekerjaan dan masyarakat. (2)
C. Tujuan kesehatan lingkungan kerja adalah: (2)
1. Mencegah timbulannya kecerdasan dan penyakit akibat kerja melalui usaha-kungan usaha pengenalan (recognition), penilaian (evaluasi), dan pengendalian (contol) bahaya lingkungan kerja atau accupational health hazards.
2. Menciptakan kondisi tempat dan lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman, memberikan keuntungan baik kepada perusahan maupun kepada karyawan, guna meningkatkan derajat kesehatan, moral dan produktivitas kerja karyawan.
















BAB II
KONSEP DASAR

Tujuan utama dari kesehatan lingkungan kerja adalah melindungi pekerja dan masyarakat sekitar suatu rumah sakit atau perusahaan dari bahaya – bahaya yang mungkin timbul. Untuk dapat mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya lingkunagn kerja yang diperkirakan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja, utamanya terhadap pekerja, ditempuh 3 langkah utama yaitu pengenalan, penilaian dan pengendalian dari berbagai bahaya dan resiko kerja.(3)
A. PENGENALAN LINGKUNGAN
Pengenalan dari berbagai bahaya dan resiko kesehatan di lingkungan kerja biasanya dilakukan pada waktu survey pendahuluan dengan cara melihat dan mengenal (walk through survey), yang merupakan suatu langkah dasar yang pertama – tama harus dilakukan dalam upaya program kesehatan lingkungan kerja.(3)
1. Walk Through Survey dan Check list
Walk through survey merupakan teknik utama yang penting untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi bahaya di lingkungan kerja yang dapat memberikan efek atau gangguan pada kesehatan pekerja yang terpajan. Walk Through survey adalah survei untuk mendapatkan informasi yang relatif sederhana tapi cukup lengkap dalam waktu yang relatif singkat sehingga diperlukan upaya pengumpulan data untuk kepentingan penilaian secara umum dan analisa sederhana.(4,5,6)
Tujuan dari survei ini sendiri adalah agar sebagai seorang pakar kesehatan lingkungan kerja kita dapat memahami proses produksi, denah tempat kerja. Kemudian dapat mendengarkan pandangan pekerja dan pengawas kesehatan dan keselamatan kerja (K3) mengenai lingkungan kerjanya, memahami pekerja dan tugas pekerja, memahami dan mengenal bahaya lingkungan kerja serta menginventarisir upaya K3 terhadap kebijakan, pengendalian dan pemenuhan perundang – undangan.(4-7)
Secara umum survei ini bermula pada pengenalan akan fasilitas manajemen pada lingkungan kerja itu dan diskusi tentang tujuan survei tersebut sebab pemahaman yang jelas tentang manejemen pekerja – pekerja serta hubungannya dengan fasilitas di lingkungan pekerja tersebut sangat penting. Sebelum survei, terlebih dahulu ada lobi dengan manajemen perusahan tentang rencana survei guna menerangkan maksud dan tujuan survei sehingga kita dapat memperoleh dukungan atas pelaksanaan survei tersebut. Setelah itu dapat dilakukan diskusi untuk mendapatkan informasi riwayat singkat tentang industri atau rumah sakit tersebut dan proses yang terlibat dalamnya seperti denah perusahaan, bagaimana pengaturan dan populasi pekerja, kebijakan perusahan atau rumah sakit tentang K3, tanyakan pula pandangan atau pemahaman pimpinan dan pekerja tentang K3, gambaran penerapan K3 yang dilakukan di lingkungan pekerja tersebut serta diskusi menyeluruh tentang masalah – masalah yang pernah timbul di lingkungan kerja tersebut.(4-7)
Kunjungan ke lapangan sebaiknya ditemani petugas setempat. Survei tersebut harus dimulai dari awal proses atau tempat penyimpanan bahan baku atau bahan mentah yang akan digunakan dalam kegiatan industri. Buatkan dalam daftar periksa mengenai bahan baku selama proses dengan melihat potensi misalnya label peringatan tentang komposisi bahan bakunya, debu yang beterbangan, uap atau gas yang tercium, sumber panas radiasi, tempratur dan kelembaban, kebisingan, dan penerangan radiasi.(4-7)
Dari sisi pekerja sendiri, pada setiap survei akan proses pembuatan bahan pakar kesehatan lingkungan kerja harus mengobservasi juga prosedur penanganan bahan yang digunakan pekerja dan segala sesuatu tindakan proteksi diri yang harus digunakan oleh pekerja. Kemudian meninjau fasilitas yang menunjang kesejahteraan pekerja sendiri seperti kelengkapan obat – obatan, kondisi sanitasi lingkunan, penyediaan air minum, tempat sampah dan penerangan, letak sumber bahaya, pola paparannya, serta alat penegendali sumber bahaya dan letak alat – alat keselamatnnya. Jumlah pekerja pada setiap tingkat proses pembuatan bahan harus diperhatiakan pula dengan data – data yang relevan mengenai jenis kelamin, etnik, ataupun umur yang mungkin akan memberi efek sensivitas terhadap bahan kimia di lingkungan kerja tersebut. Jika ada kesempatan pakar kesehatan lingkungan kerja harus berdiskusi dengan para pekerja secara langsung untuk menerangkan tata cara bekerja misalnya menyangkut sebab akibat jika tidak menggunakan alat proteksi diri agar pekerja dapat mengetahui dan mencegah terjadinya bahaya.(4-7)
Survei diakhiri dengan klarifikasi semua informasi yang telah diperoleh dengan menjelaskan potensi bahaya yang ditemukan, laporkan hasil pengamatan, evaluasi dan berikanan saran – saran atau rekomendasi untuk perbaikan.(4-7)

2. Program Kesehatan Lingkungan Kerja
Program kesehatan lingkungan kerja membicarakan hal – hal yang menyangkut faktor – faktor yang terdapat atau muncul di lukngkungan kerja yang merupakan hazard kesehatana yaitu faktor fisik, kimia, biologi, psikososial dan ergonomik.(3)

a. Faktor Fisik
Faktor fisik yang merupakan hazard kesehatan kerja dapat berupa kebisingan, getaran, radiasi, dan tempratur ekstrem. Faktor-faktor ini penting diperhatikan didalam tempat kerja, karena pengaruhnya terhadap kesehatan pekerja dapat berlangsung dengan segera maupun secara komulatif.(3,8)
• Noise (kebisingan)
Noise atau kebisingan dapat diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki yaitu dalam bentuk gelombang yang disalurkan melalui benda padat, cair dan gas. Bunyi dapat didengar oleh telinga karena ada ransangan pada telinga oleh getaran. Kualitas suara dapat ditentukan oleh 2 faktor yaitu frekuensi dan intensitas suar.(8)
 Identifikasi kebisingan di tempat kerja
Kebisingan dapat muncul di tempat kerja karena penggunaan peralatan produksi yang mengeluarkan suara (seperti mesin – mesin produksi).
Jenis-jenis kebisingan yang dapat ditemukan di tempat kerja adalah:
o Kebisingan continue, yaitu kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang beroperasi terus-menerus, misalnya suara generator
o Kebisingan intermitten, yaitu jenis kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang tidak beroperasi secara terus-menerus melainkan terputus-putus, misalnya mesin gerenda
o Kebisingan impulsive, yaitu kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin atau peralatan yang oleh karena penggunaannya terjadi hentakan-hentakan, misalnya mesin pres dan mesin tumbuk.
 Pengaruh kebisingan
Pengaruh kebisingan terhadap karyawan dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Pengaruh terhadap kenyamanan yaitu dapat menimbulkan gangguan pembicaraan, gangguan konsentrasi berpikir serta dapat menimbulkan stress
b. Pengaruh terhadap kesehatan yaitu dapat menimbulkan tuli pada telinga.(8)
• Vibrasi (getaran mekanik)
 Identifikasi vibrasi
Terdapat beberapa peralatan yang waktu digunakan menimbulkan getaran, dimana getaran tersebut berakibat timbulnya resonansi pada alat-alat tubuh sehingga pengaruhnya bersifat mekanis. Biasanya disalurkan melalui lantai, tempat duduk atau melalui alat tangan yang digunakan. Misalnya pada saat mengendarai mobil, traktor dan forklif.
 Pengaruh vibrasi
Pengaruh getaran terhadap tubuh karyawan adalah:
o Menimbulkan gangguan kenyamanan sehingga saat bekerja merasa tidak nyaman karena penggunaan alat yang menghasilkan getaran.
o Menimbulkan kelelahan
o Menimbulkan bahaya kesehatan
• Radiasi
 Identifikasi radiasi di tempat kerja
Radiasi adalah merupakan hazards kesehtan di lingkungan tenpat kerja dan dibagi menjadi 2 golongan yaitu radiasi mengion dan radiasi tidak mengion.


Radiasi meng-ion
Umumnya fapat ditemui di tempat kerja karena penggunaan alat yang menggunakan bahan radiasi. Atom mempunyai inti yang tersusun dari proton dan neutron. Proton mempunyai muatan positif dan neutron mempunyai muatan negative.
Radiasi mengion dibagi menjadi 5 jenis yaitu radiasi sinar alpha, radiasi sinar beta, radiasi sinar gamma, radiasi sinar X dan neutron.
Radiasi tidak meng-ion
Sinar adalah murni energy disebut sebagai energy elektromagnetik dank arena karakternya berbagai jenis sinar mengacu pada karakteristik gelombang. Energy sinar berkaitan dengan panjang gelombang. Panjang gelombang yang lebih pendek energhinya lebih tinggi. Yang termasuk radiasi tidak meng-ion adalah gelombang mikro (microwave), sinar laser, sinar infra merah dan sinar ultraviolet.
 Pengaruh radiasi
Pengaruh radiasi terhadap kesehatan tergantung dari jenis radiasi yang terdapat di lingkungan tempat kerja. Efek radiasi umumnya akan menimbulkan luka bakar pada jaringan tubuh yang terkena.
o Pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh terutama adalah gangguan terhadap faali tubuh.
o Sinar infra merah dapat menyebabkan katarak pada mata.
o Sinar ultra violet dapat menyebabkan konjungtivitis, bagi orang yang kulitnya kurang pigmen dan terpapar dapat menyebabkan kanker kulit.
o Sinar X dan gamma dapat menyebabkan luka bakar, impotensi, kerusakan pada hipoitik dan leukemia.
o Sinar alpha dan beta dapat menyebabkan kelainan pada daerah yang terkena (terpapar) dan menimbulkan kelainan kronis yang akhirnya dapat terjadi pada jaringan-jaringan yang lebih peka.(8)



• Temperatur ekstrem
Suhu ekstrem merupakan hazards kesehatan di tempat kerja yang disebabkan karena suhu sangat rendah atau suhu sangat tinggi. Keadaan ini biasa disebabkan oleh karena iklim yang ada, juga dapat ditimbulkan karena dalam proses produksi memerlukan temperatur ekstrem.(8,9)
 Temperatur rendah
Untuk mengidentifikasi adanya hazards temperature dingin (rendah) dapat ditemui pada karyawan yang bekerja pada pabrik freezer, pengepalan daging, fasilitas cold storage, dan pertanian di daerah kutub (northerm areas). Terdapat kumpulan sinyal dari kulit dan core (kumpulan organ-organ dalam tubuh) yang terintegrasi dengan porsi otak yaitu hypothalamus. Hypothalamus berfungsi sebagai pengatur fungsi organ-organ tubuh termasuk temperature tubuh dan bekerja seperti thermostat yang mengatur dan memelihara temperature normal. Tetapi karena terdapat pengaruh temperature luar tubuh sangat dingin maka kerja hypothalamus menjadi terganggu dan hal ini akan mempengaruhi tubuh, diantaranya:
a. Hypothermia yaitu perasaan yang sangat dingin sampai menggigil dan menyebabkan denyut jantung pelan dan kadang-kadang tidak teratur, tekanan darah lemah, kulit dingin, pernapasan tidak teratur, dan bisa terjadi koleps. Hal ini terjadi pada temperature 2-10 oC. pengaruh tersebut juga tergantung dari keadaan individu, yaitu tergantung dari daya tahan tubuh, keadaan fitness, umur, dan budaya.
b. Raynound’s phenomenon, adalah keadaan pucat pada daerah jari. Raynound’s phenomenon ini dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk sistemik scleroderma, pulmonary hipertention, multiple sklerosis yang juga disebut penyakit raynound’s.
c. Chilblains adalah kelainan pada bagian-bagian tubuh menjadi bengkak, merah, panas, dan sakit yang diselingi dengan gatal-gatal.
d. Trench foot adalah kerusakan anggota tubuh terutama pada kaki oleh kelembaban yang dingin.
e. Frostbite adalah akibat terpapar temperature yang sangat dingin, dan dapat menimbulkan ganggren.
 Temperatur tinggi (heat stress)
Hazards temperature tinggi (heat stress) dapat ditemukan pada operasi perusahaan yang menggunakan peralatan yang memerlukan panas tinggi, misalnya pengecoran biji besi atau baja, ruang pembakaran, ruang boiler, atau peralatan-peralatan lainnya yang dalam operasinya memerlukan suhu tinggi.
Pengaruh heat stress terhadap tubuh adalah:
a. Heat train, adalah serangkaian respons physilogis terhadap heat stress yang direpleksikan pada derajat heat stress yang dapat menimbulkan gangguan perasaan tidak nyaman sampai terjadi heat disorder.
b. Heat cramps, adalah gangguan yang disebabkan oleh karena terpapar suhu yang sangat tinggi yang dapat menyebabkan meningkatnya temperature tubuh, kekurangan cairan dalam tubuh yang menyebabkan kekurangan garam natrium dalam tubuh.
c. Heat exhaustion, adalah terjadi oleh karena pengaruh cuaca yang sangat panas, terutama bagi mereka yang tidak teraklimatisasi. Penderita keluar keringat banyak, tetapi suhu badan dalam keadaan normal atau sub normal, tekanan darah menurun dan nadi lebih cepat, terasa lemah, dan bisa terjadi pingsan.
d. Heat stroke, adalah terjadi karena terpapar panas yang sangat tinggi, dan dengan pekerjaan yang sangat berat dan belum teraklimatisasi. Gejalanya adalah suhu badan naik, kulit kering dan panas, vertigo, tremor, dan konvulsi.

b. Faktor Kimia
Dalam program kesehatan lingkungan kerja, masalah hazard kimia mempunyai permasalahn yang sangat kompleks dan memerlukan perhatian khusus. Hal ini karena hazard kimia disamping jumlahnya yang beredar di sektor industri sangat banyak, maka pengaruhnya terhadap kesehatanpun sangat bervariasi. Mulai dari yang dapat menimbulkan ganggan, luka, alergi, smapai menimbulkan penyakit, malah dalam konsentarsi tertentu bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung menimbulkan kematian.
a. Identifikasi hazard kimia dan identifikasi bahwa di dalam udara tempat kerja terdapat hazard kimia, kita harus mengetahui tekimia yang digunakan sebagai raw materials, hasil produksi, dan hasil sampingannya (by-product). Informasi penting lain yang diperlukan dapat diperoleh dari Material Safety Data Sheet (MSDS), yaitu yang harus disuplai oleh pabrik atau importir bahan kimia tersebut.
b. Jenis kontaminan udara
Pembagian bahan kimia yang merupakan kontaminan (pencemar) udara dapat digolongkan menjadi :
i. Dust (debu)
Debu adalah partikel padat yang dihasilkan oleh perlakuaan, penghancuran, pengendaraaan, ledakan, dan pemecahan terhadap material organik dann anorganik, seperti batu, biji besi, mental, batubara, kayu, dan biji – bijian.
Debu yang mempunyai ukuran 5 – 10 μm akan tertahan pada sluran pernapasan bagian atas. Partikel atau debu berukuran 3 – 5 μm akan tertahan pada saluran pernapasan bagian tengah, sedangkan debu yang berukuran 1 – 3 μm akan tertinggal pada pemukaan alveoli paru – paru.. Debu yang berukuran kurang dari 0, 1 μm akan bergerak keluar masuk alveoli.
ii. Fumes (upa cair)
Fumes adalah partikel padat yang terbentuk dari kondensasi tahap gas, umumnya terjadi karena penguapan setelah benda terlebur dan diameter kurang dar 1, 0 μm. Pengelasan (welding), penyolderan yang tidak cukup panas, dan pekerjaan lainya akan menghasilkan fumes.
iii. Smoke (asap)
Smoke atau asap terdiri dari unsur karbon atau partikel jelaga yang ukurannya kurang dari 0, 1 μm. Dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna dari benda yang mengandung karbon, seperti batubara dan minyak. Asap umumnya mengandung titik – titik (droplets) partikel kering.
iv. Mists (kabut)
Mist atau kabut adalah titik – titik cairan halus (liquid droplets) yang terbentuk dari kondensasi uap kembali menjadi bentuk cair, atau pemecahan dari bentuk cair menjadi tingkat terdepresi, seperti proses deburan air (spashing, forming, pemecahan atom cairan (atomizing).
v. Gas
Gas adalah bentuk zat yang tidak mempunyai bangun tersendiri, melainkan mengisi ruangan tertutup pada kondisi suhu dan tekanan normal. Bentuknya dapat berubah menjadi cair pada kondisi suhu dan tekanan yang tinggi.
vi. Vaspors (uap)
Vaspor (uap) adalah bentuk penguapan dari benda yang dalam keadaan normal (temperatur dan tekanan kamar) dalam bentuk padat atau cair. Penguapan adalah proses dari suatu bentuk cair berubah menjadi bentuk uap bercampur dengan udara sekitarnya.
Dengan mengetahui bentuk dan ukuran – ukuran bahan pencemaran udara adalah penting dalam program kesehatan lingkungan kerja ( pengenalan, penilaian, pengendalian hazards) dan juga dalam menentukan pemilihan alat pelindung diri (masker) yang tepat.(8,9)
• Jalan masuk bahan kimia dalam tubuh
Terdapat tiga cara dimana bahan kimia tersebut dapat masuk ke dalam tubuh manusia, yaitu melalui :
 Saluran pernapasan
Bahan kimia yang merupakan kontaminan udara dapat langsung terhirup melalui alat pernapasaan. Bahan kimia ayang masuk melalui paru – paru dapat langsung masuk ke dalam aliran darah, dan oleh darah tersebut terbawa keseluruh jaringan di dalam tubuh.
 Kulit adalah juga merupakan pintu masuk bahan kimia ke dalam tubuh, yaitu melalui cara absorbsi ( penyerapan). Beberapa bahan kimia dapat terserap oleh lubang rambut, terserap pada lemak dan minyak kulit sperti senyawa kimia organik, pestisida organo phospate. Bahan kimia yng terabsobsi melalui kulit tersebut dapat menimbulkan keracunan secara sistemik.
 Saluran pencernaan
Di tempat kerja orang tidak sadar dan sengaja terminum atau termakan bahan kima beracun. Oleh karena itu pekerja tidak diperkenankan makan, minum, adan merokok di tempat kerja. Sebelum makan dan minum diharuskan mencuci tangan dengan bersih. Bahan kimia beracun yang terserap melalui cairan alat pencernaan dapat masuk ke dalam darah melalui sistem saluran pencernaan tersebut.
• Pengaruh bahan kimia terhadap kesehatan
Setelah kita mengetahu jalan masuknya bahan kimia beracun ke dalam tubuh, penting untuk mengetahui pengaruhnya terhadap jaringan tubuh karena masing – masing mempunyai pengaruh yang berbeda – beda antar jenisnya. Selain itu perlu diketaui bahwa masing – masing jenis bahan kimia beracun mempunyai target organ yang berbeda pula ( jaringan mukosa, liver, darah, sistem saraf, dll).
Bahan kimia beracun berdasarkan efeknya terhadap kesehatan secara umum digolongkan menjadi :
 Irritants
Bahan kimia yang bersifat irritant adalah yang menyebabkan iritasi pada jaringan tubuh yang terkena. Efek utama adalah menimbulkan peradangan (inflamasi) oleh karena kontak langsun. Irritan sekunder bisa mengakibatka reaksi yang merugikan, tetapi efek ini kecil dibandingkan pada efek - efek sistemik secara keseluruhan.
 Systemic poisons (keracunan sistemik)
Dalam membedakan bahan yang bersifat irritasi yang bisa menyebabkan reaksi lokal pada daerah yang terkena, maka keracunan sistemik adalah terabsorbsinya bahan kimia oleh tubuh yang bisa menyebabkan kerusakan apada sistem fisiologis internal tubuh oleh karena aksi langsung maupun tidak langsung.
 Asphyxiants
Bahan kimia yang mempunyai sifat aspixiant adalah bahan – bahan kimia yang dapat menyebabkan kesulitan bernapas, sehingga dapat menimbulkan mati lemas misalnya nitrogen. Asphyxiant dapat mencegah oksigen dalam darah, merintangi transportasi oksigen oleh darah ke jaringan tubuh atau mencegah proses oksigenasi dalam jaringan.
 Sensitizers
Sensitizer adalah bahan kimia yang mempunyai aksi sensitif terhadap jaringan tubuh yang dapat menyebakan individu menjadi alergi. Akibat lain jika kontak dengan kulit dapat menyebakan keracuanan.
 Narcotics dan anesthetics
Bahan kimia yang bersifat narkotik dan anastesi, dalam dosis rendah dapat berinteraksi dengan sistem syaraf pusat, sehingga menyebabkan perasaan mengantuk atau tidak sensitif (menjadi kebal). Dalam dosis tingfgi akan menyebabkan reaksi bawah sadar (unconsciousness), koma, lemas dan akhirnya dapat meninggal.
 Fibrogenic dusts
Debu jenis ini bila terdeposit (mengendap) pada jaringan dapat menyebakan pengerasan (scar) pada jaringan tersebut.
 Nuisance material (bahan penggaggu)
Adalah bahan – bahan yang dapat mengganggu kenyamanan (discomfort) pada tingkat rendah, dan itu menghasilkan efek toxic dan kadang – kadang tidak dipedulikan sebagai bahan yang mengganggu.(8)

c. Faktor Biologi
Hazards biologis dapat berupa binatang, bacteri, jamur, dan virus. Hazards biologis yang berupa binatang dapat dikenali/diidentifikasi dengan adanya kehidupan binatang yang dapat dilihat, seperti binatang buas dan binatang penyebar penyakit (lalat, nyamuk dan tikus). Tetapi untuk jenis –jenis bacteri, jamur dan virus tidak mudah dilakukan identifikasi terutama bagi kesehatan. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan observasi terhadap karyawan-karyawan yang sedang menderita penyakit. Pengaruhnya terhadap karyawan adalah:
 Binatang buas adalah bukan merupakan hazards kesehatan akan tetapi dapat mengganggu keselamatan jiwa, misalnya karyawan penebang kayu di tengah hutan mempunyai resiko terhadap ancaman binatang buas. Sedangkan binatang seperti nyamuk, lalat, dan tikus dapat menyebabkan penyakit menular.
 Bacteri, jamur, dan virus dapat menyebabkan penyakit menular seperti influenza, TBC, kolera, disentri dan sebagainya.(8,10)

d. Faktor Psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan stress :
1. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.
4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sector formal ataupun informal.(10)

e. Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara popular kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job. Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).(10)
Workstation design adalah bagaimana kita mendesign atau membuat suatu tempat kerja menjadi nyaman dan tidak menimbulkan kelelahan, termasuk disini adalah bagaimana mengatur atau meletakkan peralatan kerja yang digunakan.
Workplace design adalah menyangkut masalah berapa kebutuhan minimal ruangan yang diperlukan sehingga seseorang dapat melakukan pekerjaannya dengan cukup leluasa.(8)
B. PENILAIAN LINGKUNGAN KERJA
Penilaian lingkungan mencakup pengukuran terhadap paparan bahan berbahaya (hazardous material), termasuk kemungkinan paparan (potensial exposure), perbandingan antara paparan dengan dan standar yang berlaku dan merekomendasikan untuk mengontrol paparan tersebut.(11)
Keberadaan bahan kimia di atmosfir lingkungan kerja tidak berarti seluruh bahan tesebut akan terbawa hingga organ penting pekerja hingga dapat menyebabkan kerusakan. Dosis efektif yang perlu diukur tergantung pada ukuran partikel (debu) di udara, pemakaian pelindung (respirator dan pakaian pelindung), dan adanya agen kontaminan lain di lingkungan kerja. Terdapat banyak cara untuk agen kontaminan untuk masuk ke dalam tubuh pekerja, bukan hanya melalui saluran pernapasan, melainkan juga melalui saluran digestive, dan juga melalui kulit. Semua port d’entry ini perlu untuk diperhatikan dalam mengukur potensi agen berbahaya di lingkungan kerja.(11)
Pengambilan dan analisis bahan kontaminan di udara
Rute tersering dari masuknya bahan kontaminan dari luar tubuh adalah melalui pernapasan, sehingga sangatlah penting untuk mengevaluasi kontaminasi airborne dalam program kesehatan lingkungan kerja. Terdapat 2 metode utama dalam mengukur level bahan kontaminan dalam udara, yaitu pengukuran dalam area bernapas individu dan pengukuran dalam suatu area. Pada pengukuran area bernapas indivudu, pengkuruan dilakukan pada daerah dimana udara akan terinhalasi oleh pekerja (alat pengambil sampel diletakkan sedekat mungkin dengan hidung dan mulut) agar udara yang tertangkap serupa dengan udara yang masuk ke dalam paru-paru pekerja. Jika pengukuran area bernapas individu tidak adekuat untuk dilakukan, metode pengukuran dalam suatu area dapat dilakukan. Alat pengambil sampel diletakkan pada posisi tertentu untuk mengukur emisi dari sumber, mengukur konsentrasi dalam beberapa area dalam lingkungan kerja secara bersamaan.(11)
Cara diatas merupakan metode untuk mengukur agen berbahaya secara individual atau beberapa agen. Secara general, metode pengambilan dan analisis dibagi menjadi gas, uap dan partikel udara. Untuk pengambilan gas dan uap, terdapat 5 metode:
1. Pengambilan aktif, dengan mengambil volume udara melalui sistem koleksi yang kemudian dianalisa
2. Pengambilan pasif, dengan menggunakan dosimeter yang mengambil molekul gas dan uap melalui difusi di atmosfir
3. Pengambilan melalui medium sensitif dengan scan warna, yang berubah warna dengan pada konsentrasi tertentu sehingga dapat dibaca secara langsung
4. Pengambilan melalui wadah yang digunakan untuk membawa sampel udara ke tempat tertentu untuk dianalisa
5. Evaluasi langsung dengan pembacaan menggunakan alat yang sensitif terhadap gas dan uap tertentu. Alat-alatnya berupa chromatograph portable, spectrophotometer infrared, alat dengan detektor spesial, monitor tetap dan indikator colorimetric.(11)
Evaluasi agen fisik
Evaluasi agen fisik memerlukan alat khusus yang biasanya tidak selalu tersedia (kecuali sound level meter). Evaluasi lainnya seperti radiasi ionizing atau nonionizing membutuhkan pelatihan khusus. Agen fisik berupa bising diukur dengan sound level meter yang terdiri dari mikrofon, sirkuit elektronik, dan sebuah meter yang memberikan ukuran dalam bentuk desibel. Dapat pula digunakan alat berupa noise dosimetry menggunakan alat perekam dengan mikrofon yang diletakkan didekat telinga pekerja untuk merekam paparan bising.(11)
Evaluasi agen fisik lainnya biasanya membutuhkan peralatan khusus untuk mengukur agen fisik seperti getaran menggunakan alat vibration meter, radiasi mengion terutama sinar X dan sinar gamma menggunakan alat yang disebut Gieger-Muller survey. Begitu pula dengan pengukuran suhu panas dan ekstrim yang biasanya dilakukan oleh para ahli kesehatan lingkungan kerja, dengan menggunakan termometer bola basah, termometer bola kering dan termometer bola globe.(12)

NILAI AMBANG BATAS
Ahli kesehatan lingkungan kerja harus menentukan apakah paparan dapat menyebabkan kerusakan pada mereka yang terekspose. Perlu dilakukan perbandingan dengan standar yang telah ditentukan oleh para pakar. Standar yang digunakan adalah TLV (threshold limit value) atau nilai ambang batas (NAB). Standar ini diperbaharui setiap tahun oleh komitte TLV dan telah dipublikasikan sejak pertengahan tahun 1940. Pada panduan TLV, terdapat NAB untuk bahan kimia, agen fisik (panas, radiasi, laser, bising dan getar, frekuensi radio, radiasi infrared dan cahaya).(11)
Terdapat 3 kategori NAB yang spesifik, yaitu sebagai berikut:
1. NAB rata-rata selama jam kerja, yaitu kadar bahan-bahan kimia di udara lingkungan kerja selama 8 jam per hari atau 40jam per mingu dimana hampir semua tenaga kerja dapat terpajan berulang-ulang, sehari-hari dalam melakukan pekerjaannya, tanpa mengakibatkan gangguan kesehatan maupun penyakit akibat kerja.
2. NAB batas pemaparan singkat, yaitu kadar tertentu bahan-bahan kimia di udara lingkungan kerja dimana hampir semua tenaga kerja dapat terpajan secara terus-menerus dalam waktu yang singkat, yaitu tidak lebih dari 15 menit dan tidak lebih dari 4 kali pemajanan per hari kerja, perubahan jaringan yang kronis serta efek narkosis. Dalam daftar disingkat dengan PSD atau Pemajanan Singkat yang Diperkenankan
3. NAB tertinggi, yaitu kadar tertinggi bahan kimua di udara lingkungan kerja setiap saat yang tidak boleh dilewati selama melakukkan pekerjaan. Dalam daftar disingkat dengan KTD atau Kadar Tertinggi yang Diperkenankan(2)(12)
Kegunaan Nilai Ambang Batas
Nilai ambang batas ini akan digunakan sebagai rekomemdasi pada prakterk kesehatan lingkungan kerja perusakaan dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan. Dengan demikian NAB antara lain dapat pula digunakan sebagai:
1. Kadar standar untuk perbandingan
2. Pedoman untuk perencaan proses produksi dan perencanaan teknologi pengendalian bahaya-bahaya di lingkungan kerja.
3. Menentukan substitusi bahan proses produksi terhadap bahan yang lebih beracun dengan bahan yang kurang beracun
4. Membantu menentukan diagnosis gangguan kesehatan, timbulnya penyakit-penyakit dan hambatan-hambatan efisiensi kerja akibat faktor kimiawi dengan bantuan pemeriksaan biologik.(12)
Kategori Karsinogenitas
Bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogen, dikategorikan sebagai berikut:
A-1 Terbukti karsinogen untuk manusia (Confirmed Human Carcinogen) Bahan- bahan kimia yang berefek karsinogen terhadap manusia, atas dasar bukti dari studi-studi epidemioligi atau bukti klinik yang meyakinkan, dalam pemajanan terhadap manusia yang terpajan.
A-2 Diperkirakan karsinogen untuk manusia (Suspected human Carcinogen) Bahan kimia yang berefek karsinogen terhadap binatang percobaan pada dosis tertentu, melalui jalan yang ditempuh, pada lokasi-lokasi, dari tipe histologi atau melalui mekanisme yang dianggap sesuai dengan pemajanan terhadap tenaga kerja terpajan. Penelitian epidemioligik yang ada belum cukup membuktikan menigkatnya resiko kanker pada manusia yang terpajan.
A-3 Karsinogen terhadap binatang. Bahan-bahan kimia bersifat karsinogen pada binatang percobaan pada dosis relatif tinggi, pada jalan yang ditempuh, lokasi, tipe histoligik atau mekanisme yang kurang sesuai dengan pemajanan terhadap tenaga kerja yang terpapar.
A-4 Tidak diklasifikasikan karsinogen terhadap manusia. Tidak cukup data untuk mengklasifikasikan bahan-bahan ini bersifat karsinogen terhadap manusia ataupun binatang.
A-5 Tidak diperkirakan karsinogen terhadap manusia.(12)

Nilai Ambang Batas Campuran
Nilai ambang batas campuran adalah apabila terdapat lebih dari satu bahan kimia berbahaya yang bereaksi terhadap sistem atau organ yang sama, di suatu udara lingkungan kerja, maka kombinasi pengaruhnya perlu diperhatikan. Jika tidak dijelaskan lebih lanjut, efeknya dianggap saling menambah.
Dilampaui atau tidaknya Nilai Ambang Batas (NAB) campuran dari bahan-bahan kimia tersebut, dapat diketahui dengan menghitung dari jumlah perbandingan diantara kadar dan NAB masing-masin, dengan rumus sebagai berikut:

C1 + C2 + ........ Cn =.....................
NAB (1) NAB (2) NAB (n)
Jika jumlahnya lebih dari 1 (satu) berarti Nilai Ambang Batas campuran dilampaui.(12)
Unit Nilai Ambang Batas
Nilai Ambang Batas diekspresikan dengan ppm atau mg/m³. NAB untuk suspensi bahan padat atau droplet cairan dalam media gas (aerosol) menggunakan unit mg/m³. NAB untuk gas dan vapor (uap) digunakan unit ppm, dan juga dapat digunakan unit mg/m³. Semua unit ini hanya dapat digunakan jika bahan kimia berada dalam temperatur yang normal (25ºC) dan tekanan yang normal (760 torr). Untuk mengkonversi ppm  mg/m³ atau mg/m³  ppm rumusnya adalah:
NAB dalam ppm = (NAB dalam mg/m³) (24,45)
(berat bahan dalam gram molekuler)
Atau
NAB dalam mg/m³= (NAB dalam ppm)( berat bahan dalam gram molekuler)
24,45

MENGONTROL BAHAN BERBAHAYA
Untuk menyelesaikan tahap penilaian lingkungan kerja, tahap terakhir yang diperlukan adalah mengontrol dan memberikan rekomendasi dalam memperbaiki kondisi berbahaya yang didapatkan selama penilaian dan juga potensi berbahaya yang dapat terjadi dikemudian hari. Cara yang dilakukan untuk mengontrol adalah substitusi atau menggantikan bahan toksik dengan bahan nontiksik jika dapat dilakukan. Menggatikan bahan berbahaya dengan bahan yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali. Cara lainnya adalah dengan mengontrol eksposure terhadap bahan toksik dengan menutup struktur yang merupakan sumber emisi, mengisolasi komponen berbahaya dan meminimalisir kontak kerja dan juga ventilasi. Penggunaan pipa dalam mengeliminasi percikan bahan kimia dapat pula mengeliminasi bahaya dalam lingkungan kerja.(4)
MONITORING BIOLOGIS
Parameter penting lainnya untuk penentuan penyerapan dari zat-zat kimia ke dalam tubuh manusia (yang merupakan pelengkap dari evaluasi bahaya-bahaya lingkungan kerja) ialah Indeks Pemaparan Bioligis (Bioligical Exposure Indices) dari para perkerja. Pemaparan biolobis merupakan penilaian keseluruhan pemaparan terhadap zat-zat kimia yang ada id tempat kerja melalui pengukuran dari faktor penentu (determinasi) yang sesuai, dalam spesimen biologis yang berasal dari pekerja pada waktu tertentu. Faktor penentu tersebut dapat berupa zat kimia itu sendiri atau metabolitnya, ataupun karakteristik dari perubahan biokimiawi yang disebabkan oleh zat kimia tersebut.(4)
Spesimen biologis tersebut berupa air seni, darah, udara pernafasan, atau spesimen biologis lainnya yang berasal dari pekerja terpapar. Hasil pengukuran tersebut kemudian dibandingkan dengan standar berupa Indeks Pemaparan Biologis yang merupakan nilai-nilai acuan yang digunakan sebagai panduan dalam mengevaluasi bahaya-bahaya kesehatan yang potensial dalam prakterk kesehatan lingkungan kerja.(4)
Indikator biokimiawi dan selluler juga perlu dikembangkan sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran dan penelitian. Penelitian secara terus menerus dilakukan terhadap indeks biokimiawi tentang efek kepada hati (induksi enzim, perioksidasi lipid dan indeks lainnya yang bertalian dengan perubahan fungsi hati; metabolisme porfirin); indeks biokimiawi dan selluler tentang efek kepada ginjal dari bahan kimia eksogen; indeks biologis untuk pendepatan terhadap genotoksisitas pada manusia; dan indeks biokimiawi dari koksisitas terhadap jaringan saraf dari pemajanan terhadap bahan neurotoksik.(13)
Agar NAB menjadi operasional telah dibangun sumber daya manusia sebagai pelaksanaannya dan sarana teknis (laboratorium serta alat pelengkap dan lain-lainnya) untuk melaksanakan pengujian. Pengukuran tidak hanya dilakukan kepada kadar dalam lingkungan kerja melainkan juga terhadap kadar dalam tubuh manusia. Dengan besarnya permasalahan sunmber daya manusia beserta peralatan pengujian masih harus lebih dikembangkan lagi.(14)
C. Pengendalian Lingkungan Kerja
Pengendalian lingkungan kerja dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan pemaparan terhadap zat/bahan yang berbahaya di lingkungan kerja. Kedua tahapan sebelumnya, pengenalan dan evaluasi, tidak dapat menjamin sebuah lingkungan kerja yang sehat. Jadi hal ini hanya dapat dicapai dengan teknologi penegendalian yang adekuat untuk mencegah efek kesehatan yang merugikan di kalangan para pekerja.(4)
Salah satu tujuan dari peraturan perundangan dalam bidang keselamatan kerja adalah untuk memberikan perlindungan pekerja dari paparan bahaya yang efeknya terhadap kesehatan baik yang bersifat jangka panjang maupun jangka pendek. (4)
Pengendalian haruslah hirarki. Hirarki pengendalian adalah langkah urutan, prioritas pilihan yang dapat dilakukan untuk mengeliminasi paparan. Bila dimungkinkan menerapkan kombinasi pengendalian untuk meminimalkan paparan. Waktu menentukan cara mengendalikan paparan semua kemungkinan rute paparan terhadap tubuh harus diperhitungkan, sebagai contoh: bila paparan melalui pernafasan maka pengendalian harus melindungi atau meminimalkan paparan udara dalam lingkungan kerja, bila paparan dapat melalui kulit maka kontak dengan kulit harus dikurangi. (4)
Pada prakteknya sering digunakan kombinasi jensi pengendalian. System pengendalian haruslah di disain sesuai dengan tingkat resikonya. Resiko bahaya haruslah dinilai dengan memperhatikan akibat kegagalan system pengendalian. Bila ada bahaya paparan yang bersifat kronik kegagalan yang bersifat sementara tidaklah terlalu serius, tetapi bila ada paparan tinggi yang dapat menimbulkan komplikasi serius seperti pada kasus sensitizer dan factor karsinogen factor keamanan perlu diikutkan dalam disain pengendalian. Bila potensi bahaya cukup tinggi perlu pula pendukung lain dalam pengendalian. Bila telah dilakukan pengendalian seperti yang tersebut di atas masih ada pelepasan paparan yang tidak tetrkontrol berarti perlu pembatasan peningkatan resiko terhadap kesehatan dan segera disusun kembali pengendalian yang tepat secepatnya. (4)
Pada tempat kerja dengan pengendalian paparan, perlu adanya petugas dengan pengetahuan khusus seperti: (4)
• petugas yang menangani perubahan proses dan peralatan secara teknis
• Substitusi dengan zat yang kurang toksisitasnya
• Membuat disain dan memasang instalasi untuk pengendalian engineering
• Memeriksa, menguji dan memelihara pengendalian engineering
• Pemilihan, pemakaian dan pemeliharaan alat pelindung diri khususnya respirator protective
Berkenaan denagan pelaksanaan hygiene industry yang benar maka system pengendalian mempunyai dua bentuk yaitu perangkat lunak(software) dan perangkat keras (hardware) yang dapat diterapkan secara bersama-sama atau terpisah,
Perangkat lunak terdiri dari: (4)
• Substitusi dengan bahan yang lebih rendah bahayanya
• Metode kerja untuk lebih menurunkan paparan kepada pekerja
• Pelatihan pekerja untuk mengadopsi metode kerja yang aman
• System jadwal kerja untuk membatasi waktu paparan
Perangkat keras terdiri dari:
• proses tertutup/isolasi
• Supresi emisi
• Pembatas pada sumber
• Ventilasi tambahan pada sumber
• Ventilasi untuk menurunkan konsentrasi bahan berbahaya
• Perlindungan pekerja dari emisi
• Pamakaian alat pelindung diri
Engineering control
Bila menangani kesehatan di tempat kerja yang berkaitan dengan resiko bahaya dengan maksud menurunkan resiko menggunakan system engineering control maka problem yang harus diatasi adalah : (4)
• Berkaitan dengan sumber emisi atau bahaya
• Pemeriksaan media perantara hazard antara sumber dengan pekerja
• Perlindungan pekerja dan populasi yang terpapar
Penanganan sumber bahaya:
Sumber emisi udara polutan dapat diatasi dengan:
• Substitusi bahan toxic dengan bahan yang lebih rendah bahayanya
• Rubah prosesnya sehingga tidak dihasilkan bahan berbahaya
• Isolasi sumber emisi untuk meminimalkan permukaan yang terbuka
• Siapkan extraction ventilasi unruk menangkap material pada tempat pelepasannya
• Supresi pada sumber dengan metode basah
Sumber bahaya emisi radiasi dapat di atasi dengan :
• Menurunkan intensitas dari sumber
• Merubah panjang gelombang radiasi ke bagian yang aman
• Tutup point emisi
• Pengurangan pada point emisi

Pada radiasi dengan kontak pada kulit:
• isolasi pekerja dalam ruang aman atau berlindung di balik lapisan pelindung
• Ubah kerja manual dengan remote control proses atau automatisasi
• Sediakan baju pelindung yang melindungi seluruh bagian tubuh
• Terapkan system kerja yang aman
• Pendidikan dan pelatihan pekerja untuk aplikasi system kerja yang aman

Secara garis besar, beberapa usaha pengendalian yang praktis dapat dilakukan : (4)
a. Pengendalian Enginering
1. Substitusi penggantian bahan-bahan yang kurang beracun(pelarut,bahan bakar,bahan baku,bahan-bahan lainnya) dapat merupakan cara yang efektif untuk pengendalian pemaparan bahan-bahan berbahaya.
2. Isolasi digunakan terhadap zat-zat yang berbahaya untuk mencegah kontak dengan pekerja.
3. Proses tertutup
4. Ventilasi menjamin suhu yang nyaman, sirkulasi udara segar di ruang kerja sehingga dapat melarutkan zat pencemar ke tingkat yang diperkenankan, serta mencegah zat pencemar di udara mencapai daerah pernafasan para pekerja.
5. Dengan cara basah mengendalikan disperse debu yang mengotori lingkungan kerja dengan menggunakan air atau bahan-bahan basah lainnya.
6. Good house keeping pemeliharaan dan kebersihan ruang dan peralatan penting untuk diperhatikan di tempat kerja dan mesin-mesin, pembuangan sampah yang adekuat dan kontribusi terhadap upaya mempertahankan pemaparan yang rendah terhadap zat-zat kimia dan debu.
b. Pengendalian Administratif
1. Pengaturan waktu kerja
2. Pengaturan tempat kerja
3. Pemisahan tempat kerja
Pengendalian Perorangan (Personal Control Measures)
Penerapan cara kerja yang baik meliputi disain prosedur kerja yang spesifik untuk mengurangi sebanyak mungkin penyebaran dan atau pemaparan terhadap zat atau bahan berbahaya di lingkungan kerja merupakan pendekatan yang tepat untuk melindungi para pekerja. Proses kerja dan bahaa kesehatan yag berhubungan harus dipelajari dengan seksama untuk menetapkan jenis pemaparan yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan pekerja, prosedur kerja apa yang bias diubah serta bagaimana caranya, agar bahaya atau risiko dapat dikurangi(Work practices). (4)
Penggunaan alat pelindung diri merupakan alternative lain untuk melindungi pekerja dari bahaya kesehatan. Namun perlu diperhatikan bahwa alat pelindung diri harus sesuai dan adekuat untuk bahaya tertentu, resisten terhadap kontaminan-kontaminan udara, dibersihkan dan dipelihara dengan baik, serta sesuai untuk pekerja yang memakainya. Untuk alat tertentu seperti alat pelindung pernafasan, sumbat/tutup telinga, pakaian kedap air dn lain-lain mungkin tidak nyaman dipakai terutama dicuaca yang panas. Jadi mungkin diperlukan pengurangan jam kerja paling tidak pada waktu-waktu yang memerlukan pemakaian alat pelindung tersebut (Personal equipment). (4)
Pembatasan waktu selama pekerja terpapar terhadap zat tertentu yan berbahaya dapat menurunkan risiko terkenanya bahaya kesehatan di lingkungan kerja. Hal ini dapat dicapai melalui penerapan cara kerja, rotasi pekerja atau pengendalian administratif. Pengendalian administratif merupakan prosedur yang memungkinkan dilakukan penyesuaian jadwal kerja untuk mengurangi pemaaran (Limitation of the exposure time). (4)
Kebersihan perorangan yang meliputi kebersihan diri dan pakaiannya, merupakan hal yang penting, terutama untuk para pekerja yang dalam pekerjaannya berhubungan dengan bahan kimia serta partikel lain. Disarming itu terdapat hal lain yang penting untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan para pekerja yaitu pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, penempatan kerja yang adekuat, pemeriksaan kesehatan berkala termasuk pemantauan biologis dari penemuan dini gangguan kesehatan, disamping pendidikan kesehatan untuk pekerja dan management, serta penerapan prinsip-prinsip keselamatan dan ergonomic di lingkungan kerja (Personal hygiene). (4)
Walaupun demikian, teknologi penendalian lingkungan kerja dan pengendalian kesehatan serta aspek-aspek lainnya harus terintegrasi dalam program yang menyeluruh dan bukan merupakan kegiatan yang berjalan sendiri-sendiri. Pengendalian lingkungan kerja secara efisien terhadap pemaparan zat atau bahan yang membahayakan memerlukan pendekatan multi disiplin dimana ilmu kesehatan dan lingkungan bahu-membahu satu sama lain untuk mencegah efek kesehatan yang tidak diinginkan di tempat kerja. (4)
Risk Management
Risk Management pada dasarnya adalah proses menyeluruh yang dilengkapi dengan alat, teknik, dan sains yang diperlukan untuk mengenali, mengukur, dan mengelola risiko secara lebih transparan. Wujud penerapan terbaik Risk Management merupakan suatu proses membangun kesadaran tentang risiko di seluruh komponen organisasi, suatu proses pendidikan bagaimana menggunakan alat dan teknik yang disediakan oleh Risk Management tanpa harus dikendalikan olehnya, dan mengembangkan naluri pengambilan keputusan yang kuat (khususnya terhadap risiko).
Kerangka Kerja Risk Management
Sebagai sebuah proses, kerangka kerja Risk Management pada dasarnya terbagi dalam tiga tahapan kerja (17)
1. Identifikasi Risiko
Identifikasi Risiko adalah rangkaian proses pengenalan yang seksama atas risiko dan komponen risiko yang melekat pada suatu aktivitas yang diarahkan kepada proses pengukuran serta pengelolaan risiko yang tepat. Identifikasi Risiko adalah pondasi dimana tahapan lainnya dalam proses Risk Management , dibangun.
2. Pengukuran Risiko
Pengukuran Risiko adalah rangkaian proses yang dilakukan dengan tujuan untuk memahami signifikansi dari akibat yang akan ditimbulkan suatu risiko, baik secara individual maupun portofolio, terhadap tingkat kesehatan dan kelangsungan usaha. Pemahaman yang akurat tentang signifikansi tersebut akan menjadi dasar bagi pengelolaan risiko yang terarah dan berhasil guna.
3. Pengelolaan Risiko
Pengelolaan risiko pada dasarnya adalah rangkaian proses yang dilakukan untuk meminimalisasi tingkat risiko yang dihadapi sampai pada batas yang dapat diterima. Secara kuantitatif upaya untuk meminimalisasi risiko ini dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah yang diarahkan pada turunnya (angka) hasil ukur yang diperoleh dari proses pengukuran risiko.
Risk Assesment
Risk Assessment merupakan bagian dari kegiatan proses manajemen risiko, yaitu mencakup keseluruhan proses dari kegiatan menganalisa risiko dan mengevaluasi risiko. Kegiatan menganalisa risiko berupa kegiatan menggunakan informasi yang tersedia secara sistematis untuk menentukan bagaimana seringnya suatu kejadian mungkin akan terjadi dan dampak atau pengaruh yang akan timbul. Sedangkan mengevaluasi risiko merupakan suatu proses yang digunakan untuk menentukan prioritas yang diberikan oleh manajemen risiko dengan cara membandingkan tingkatan suatu risiko dengan standar, target ataupun kriteria lainnya yang ditentukan sebelumnya oleh manajemen.(18)















DAFTAR PUSTAKA

1. Suma’mur. Sejarah dan Hari Depan Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja in : Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT. Toko Gunung Agung. Jakarta. 1996. p:22-25.
2. Thalib, D. Higene Perusahaan-Industrial Hygiene in: Kebijakan Keseamatan dan Kesehatan Kerja Pertamina. Jakarta. p:1-21.
3. Buraena, S. Program Kesehatan Lingkungan in: Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassar. 2004. p:1-5.
4. Prinsip Dasar Kesehatan Kerja in: Pedoman Teknis Upaya Kesehatan Kerja di Rumah sakit. Depkes RI. Jakarta. 1996. p:4-19.
5. Fowler, D. Industrial Hygiene in: Occupational Health and Safety. 2nd edition. National Safty Council. Illinois, USA. 1994. p:69-83.
6. Buraena, S. Walk Through Survey (Survei Jalan Sepintas). RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassar. p:1-4.
7. Thalib, D. Walk Through Survey-Survei Jalan Sepintas.
8. Anonym. Dasar-dasar Higene Industri (Untuk Operator).
9. Menakertrans RI, Persyaratan dan Tata Cara Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran in: Sambutan Menakertrans RI pada Upacara Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional dan Pernyataan Dimulainya Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional Tahun 2005. Depnakertrans RI. Jakarta. 2005. p:13-35.
10. Kamal, K. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Pekerja in: Penerapan Kesehatan Kerja Praktis Bagi Dokter dan Manajemen Perusahaan. Program Studi Kedokteran Kerja, FKUI. Jakarta. 2007. p:62-67.
11. Tresnaningsih, E. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Masyarakat in: Pengembangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium Analis Kesehatan. Depkes RI. Jakarta. 2007. p:1-11.
12. Fowler D.P. Industrial Hygine in: Current Ocuppational & Enviromental Medicine. 3rd editon. Mc. Graw Hill. New York. 2005. p: 638-635
13. Menaker RI. Surat Edaran Menaker RI Nomor: SE-01/MEN/1997 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingungan Kerja. Depnaker RI Jakarta. 1997. p: 6-9
14. Demers, Gordon dkk, Introductin To The Chemical Subtances in: 2007 TLVs and BEIs. 2002. p: 3-8
15. Suma’mur. Biomonitoring Dalam Proteksi Kesehatan Kerja (rangkuman) in Biomonitoring : Proceeding Simposium Pemantauan Biologik Dalam Proteksi Kesehatan Tenaga Kerja. EGC. Jakarta. 1994. p: 78 -83.
16. Lestari, K . Pengendalian Resiko Bahaya di Tempat Kerja in: Evaluasi dan Pengendalian Potensi Bahaya di Tempat Kerja. Asosiasi Hiperkes dan Keselamatan Kerja Indonesia. Jakarta. 2003. p: 1-10
17. Susanto, S. Risk Assesment dan Upaya Penembangan Jasa Konsultasi di Bidang Manajemen Risiko, Jakarta. 2007. p:1-5
18. Batu Parang, DS. Kerangka Kerja Risk Management. Jakarta. 2001. p: 1-8.

2 komentar:

  1. Assalamualaikum

    saya alen mahasiswa UNAIR Surabaya kebetulan sedang mencari artikel buat tugas tentang bahaya suhu dingin thanks maksih banyak

    BalasHapus
  2. San9at bermanfaat,, terimakasih informasinya...
    = Neema, Unair =

    BalasHapus

Silahkan Komentar