Kamis, 20 Agustus 2009

Rumah Penuh Warna; Sebuah Catatan Sertaan Mengenang Medica...(dr Joko Hendarto)

”Rumah ini lebih kepada pelangi dari pada sebuah foto hitam putih, ada banyak warna di sini. Dan akan ada banyak yang takkan kita senangi, namun yakinlah, bahwa pasti ada warna yang kan kita cintai” ( Pesan sambutan seorang warga asrama pada Sebuah acara sakral Ketuk Pintu Asrama Medica)


Pagi-pagi sebelum ke Rumah Sakit, cukup menyiduk (tanpa permisi) kopi Toraja di kamar kak Joko, menambang gula di kamar mas Oji (dr Ahmad Fauzi) juga tanpa permisi, biasanya bang Gani telah siap dengan sekantong kue yang di beli selepas shalat subuh di kamarnya, langsung di eksekusi pula, lengkap sudah dengan hanya berbekal gelas dan air panas, sempurnalah pengantar pagi yang nikmat. Ditemani sebuah harian pagi di ruang tamu menikmati awal pagi, duduk bersama-sama lalu sesekali memandang keluar pintu menanti sesuatu, seperti khawatir kalau saja sang pemilik mata yang indah tak lewat pagi itu...he.he Begitulah ritual pagi yang berulang-ulang tapi selalu saja indah.

Terkesan membaca catatan Mengenang Medica...(dr Joko Hendarto) yang di posting beberapa waktu yang lalu, membacanya seolah tertarik kembali surut beberapa saat ke belakang. Saat itu, ketika masih berkumpul di rumah bersahaja Medica, rumah yang rela menampung aneka ragam keunikan ”anak-anaknya”. Keragaman karakter yang menjadi kekayaan inspirasi, setiap hari selalu ada saja hal-hal yang layak didiskusikan, diperdebatkan, diperselisihkan, diceritakan bahkan ditertawakan. Dari hal yang sepele perihal bau badan yang mencederai hak dasar saraf pembau menikmati udara segar, perseteruan klasik perebutan supremasi kejayaan kamar atas versus kamar bawah, sampai hal-hal aneh dan rasis yang agak rawan, di tema ini dr Rizal (asal Enrekang) sering menjadi otak intelektual perdebatan, dengan provokasi tanpa landasan ilmiah dan meludahi sejarah, konon katanya kekuasaan kerajaan Enrekang telah mengangkangi teritorial kerajaan Luwu bahkan menginvasi jauh menyeberangi Selat Bone menjajah tanah Buton, yang kontan di tolak mentah-mentah dr Leo Tahrium (asal Palopo) apalagi dr Laode Awal ( putra Buton) protes dengan murka, jelas tidak terima. Sampai pada hal-hal yang serius, diskusi dan perdebatan khas aktivis pergerakan tentang ideliasme, perlawanan dan peradaban juga tentang Tuhan dan candu.

Begitulah kemajemukan di rumah itu menjadi khasanah warna yang terangkai saling berangkulan dalam sinergi yang kontras namun harmonis, perbedaan takluk dalam kedewasaan saling menghormati. Saya begitu bersyukur ditakdirkan telah menjadi bagian dari jalinan warna itu, walaupun terang saya tak mencolok, justru sayalah yang banyak menyerap kekayaan warna itu. Saya kagum dengan beberapa kawan-kawan yang meneladankan karakter luar biasa; kanda dr Joko yang waktu menjadi junior asrama, selalu berusaha setia pada amanah, pagi-pagi telah selesai menyapu lantai koridor setelah sebelumnya memasak air dan membersihkan piring di ruang makan, semua dilaksanakan tanpa beban, sementara di saat yang sama waktu itu adalah ia adalah sosok yang ditokohkan di kalangan mahasiswa dan salah satu pentolan aktivis kampus, ini tentang jiwa besar. dr Suparman yang rajin mengecek jumlah SKS yang tersisa dan hasil ujian bagian, ini tentang perhatian seorang saudara. Dr Akmal yang rajin tak bosan-bosan mengingatkan kaderisasi dan pentingnya menjaga nilai-nilai baik asrama, ini tentang kepemimpinan. Dr Yakub yang tak pernah ketinggalan dan mengajak shalat berjamaah, ini tentang istiqomah. Dr Gani yang selalu rela berbagi bantal dan lauk, ini tentang persaudaraan. Dr Ambo Tuwo Nurdin yang menghabiskan begitu banyak waktu duduk di depan tumpukan textbook, ini tentang berkhidmat pada ilmu pengetahuan. Serta masih ada yang lain.

Dan akhirnya melalui tulisan ini juga saya ingin menghaturkan banyak terimaksih kapada kawan-kawan senior dan junior yang secara langsung ataupun tidak, sadar ataupun tidak telah turut mencerahkan warna saya; Terkhusus kepada dr Ambo Tuwo Nurdin dan dr Safiuddin senior kamar saya. Dr ikhsan Nasir, dr Ahmad Ihsan, Kanda Priyo, dr A Fajar Wela, dr Tantowi Jauhari, dr Ade Anugrah, dr Ilham Arif, dr Hendra, dr idrus, dr Tomy Murtamin, dr Hayun, dr Irfan, dr Yusri DJ, dr Lukman ’igor’, dr Fadli Said, dr Junaidi Malik, dr. Ismail, adinda Herud, Affan, Kone, Asrul, Ucup, dan Yazid, serta kawan-kawan yang lain. Mohon maaf juga atas kebelum beresan saya menjadi seorang saudara yang baik. Rindu rasanya pada teriakan khas itu...Kumpuuul!!!
Salam untuk kawan-kawan semua. -nuas-

Timika Papua, 19:19 WIT 12 April 2009

Catatan Asrama; Sebuah kenangan lagi Bagikan

dr.Anwas Nurdin

Tanpa sengaja saya menemukan sebuah catatan kecil waktu itu, ketika masih menghabiskan hari-hari manis di Asrama Medica. Catatan yang tak penting memang, sekedar untuk mengenang kembali sebuah alasan mengapa segala rupa tingkah laku di sana terasa madu...manis nian...he.he

Rumah Susun I

Kita bertemu didepan gapura
lalu kutawarkan setangkai senyum
tapi kau tepis dalam beku
adakah bungaku tak tampak mawar?

Tamalanrea, April 2006

Rumah Susun II

Kali pertama aku melihatnya
Lewat di depan jendela
Jalan tergesa dan tunduk pandangnya

Kali kedua aku melihatnya
Di sebuah malam
Jalan tergesa, mungkin pulang dari pengajian

Kali ketiga aku melihatnya
Ketika jalan beriringan
Namun tak kudapatkan langkahnya

Berkali aku melihatnya
Bahkan nama pun aku tak mengenalnya
Dia, seorang perempuan berjilbab dengan langkah selalu tergesa.

Tamalanrea, April 2006

Jalan Sunyi

dr. Anwas Nurdin

07 Juli 2009 jam 23:05
"Dapat kugambarkan profil mujahid sejati dalam diri seseorang yang siap mengambil bekal dan memenuhi perlengkapannya. Seluruh dirinya -seluruh sudut hati dan jiwanya- didominasi pikiran seputar perjuangan. Ia dalam pemikiran selalu, perhatian yang besar dan persiapan yang senantiasa" ( Imam Al Banna)

Menepi dari jalan ramai dan memilih kesunyian, menapaki pendakian yang senyap, tikungannya sepi, sesekali hanya terdengar gemerisik dedaunan saling bergesek mempertegas keheningan. Ada begitu banyak duri disana, lorong-lorongnya gelap, berkelok panjang bahkan tak berani menerka ujungnya di mana. Siapkah engkau..?
Dibutuhkan keberanian, harus melimpah keteguhan dan nafas panjang kesabaran bila engkau ingin menapakinya. Namun hidup adalah pilihan, aku dan engkau pun harus memilih jalan.

Jalan Para Pahlawan
Jalan sunyi, tak banyak yang ingin ke sana karena ini adalah jalan kesungguhan, jalan yang disuguhi tantangan dan beratnya ujian, inilah jalan para pahlawan, mereka yang memilih untuk berjuang. Dan demikianlah tabiatnya, jalan kepahlawanan sungguh berat, ada banyak godaan bersamanya. Di sini harta, perasaan bahkan darah bukan hal yang mahal untuk dikorbankan.
Jalan sunyi, tak banyak yang ingin ke sana, itulah sebabnya ia sunyi. Tak ada lagu dan pujian di sini, itulah mengapa ia sepi. Juga tak ada gurau dan gincu di sini, itulah alasan ia hening. Demikianlah wataknya, manusia cenderung menjauhi kesulitan.

Siapakah pemilik jalan itu
Maka akan kau temukan di jalan itu orang-orang dengan atribut kemulian. " Pergi pulangnya, tutur bahasanya, sungguh-guraunya, tak melampaui garis batas medan juang yang ia siapkan dirinya untuk itu.... Nampak jelas pada kerut-raut wajanya, dalam kilat matanya dan terdengar pada luncuran tutur lisannya, segala indikasi kesungguhan yang lekat dan duka yang dalam, berkobar dalam hatinya serta azzam yang sungguh, semangat yang tinggi serta semangat yang jauh kedepan, sebagai luapan jiwanya".( ust Rahmat Abdullah; Pilar2 Azasi).
Adakah kita juga ingin bergabung...?-nuas-

Tersenyumlah.....

dr.Anwas Nurdin

Pernahkah engkau menemukan senyuman yang teramat indah, seelok merah jambu, setenang lubuk nan jauh, damai, menatapnya seolah senyum itu berkata 'aku akan menjagamu', dalam tak terduga, menerobos masuk kepori-pori perasaan, lalu berdiam disana, sejuk, tenang. ai...ini pasti senyuman yang jujur berasal dari dalam hati, bukan sekedar tarikan sudut bibir. Sungguh saya pernah menemukannya.


Tersenyumlah.
Tersenyum pada saudaramu, karena ia adalah hadiah. Pemberian yang menguatkan ikatan. Senyum adalah bahasa jiwa, sapaan yang tak membutuhkan kata-kata, ungkapan kehalusan, tawaran maksud baik, pemecah kebuntuan, panawar kebekuan, pertanda keikhlasan. Ia adalah ungkapan cinta, seperti kembang tanpa duri, indah, harum, tak melukai.
Tersenyumlah.
Tersenyum pada hari-hari, cita-cita dan rencanamu. Karena ia adalah bukti kesungguhan dan keteguhan. Ia merangkum kekutan dalam satu simpul. Ketenangan, kematangan, kearifan, terjalin menjadi satu, memesona.
Tersenyumlah.
Tersenyum pada sang mentari yang bersinar keemasan, pada rembulan yang bercahaya keperakan, pada angin yang membawa harapan, pada bintang yang gemerlap seperti lampu bergantung tanpa tangkai, pada pelangi yang sumringah, pada pucuk yang merekah, pada gunung yang teguh nan anggun, pada burung yang terbang bebas, pada laut yang dalam tak terduga, pada semesta. Tersenyumlah pada segenap peserta jagad raya. Karena ia adalah pertanda persahabatan, ungkapan penerimaan sekaligus penjagaan.
Tersenyumlah.
Tersenyum pada Tuhanmu, tersenyum dengan sepenuh prasangka baik atas segala takdirnya. Karena ia pertanda ketundukan sekaligus ungkapan kesyukuran.
Maka tersenyumlah...dan berbahagialah karena sungguh senyum itu berbuah surga.-nuas-

Bendera; Telahkah Kita Merdeka?

14 Agustus 2009 jam 23:08
dr.Anwas Nurdin

Sebuah Bendera di timur jauh
Berkibar setengah ragu
Tegak tiangnya tak tangguh
Warna merahnya pucat semu
Putihnya kelabu, berdebu

Sebuah bendera di timur jauh
Digerek pelan-pelan oleh anak setengah berbaju
Dipandu lagu pilu dan nyanyian deru peluru

Sebuah bendera di timur jauh
Berkibar menahan malu
Sebab enam puluh tahun lebih telah berlalu
Dan ia tahu, merdeka itu masih palsu.

Timur Jauh-Papua, Agustus 2009

Papua Juga (masih) Indonesia

dr. Anwas Nurdin

Kami juga anak Indonesia, yang ingin berkata tentang warna bendera ini, merahnya adalah darah kami seperti putihnya juga adalah belulang kami. Maka jangan tanya kadar kesetiaan, apalagi menuding atas makar dan konspirasi. Sebab negeri ini adalah tanah tempat tertumpah darah dan kuburan ari-ari kami, yang akan kami jaga dengan perisai raga bahkan sampai mati.

Kami juga anak Indonesia, yang setia dan khidmat di bawah bendera, tak kan kami gadai kehormatan apalagi menjual kedaulatan negeri demi kepingan-kepingan materi untuk sehari dua hari. Jadi jangan tanya lagi, apalagi dengan laras dan mortir yang tak punya nurani.

Sungguh kamilah yang layak bertanya wahai bapak-bapak pemangku kuasa, tentang arti merdeka dan warna bendera. Bila kita telah merdeka, kenapa mereka menebangi pohon-pohon kayu kami, membawa pergi minyak bumi dan gas alam negeri ini, tak meninggalkan kecuali kemiskinan yang tetap lestari bagi anak-anak kami. Kemarin masih terang gunung berkilau emas tertimpa cahaya, hari ini hanyalah menyisakan lembah yang tak selesai digali kemudian dibawa lari keluar negeri. Bila warna bendera kita sama wahai bapak-bapak wali amanah, mengapa tak jua datang bersua keadilan di tanah kami, pemerataan pembangunan, keseteraan pendidikan dan kelayakan kesehatan. Kesejahtraan terlampau mewah untuk kami kabarkan pada anak-anak yang terus kekurangan gizi.

Sungguh kami harus berbuat, menentukan jalan untuk berlari mengejar mimpi-mimpi, kami punya semua, dan jenuh kami akan janji yang selalu dikhianati. Sedih hati meratapi anak-anak pucat pasi, sakit digerogoti malaria setiap hari. Tanah ini kaya raya, letihlah rasa melihat para ibu hanya menggelar buang-buah pinang dan mengurus petatas dan keladi.

Sebab kami juga anak Indonesia dan warna bendera kita sama, jadi jangan buat kami merasa di bedakan.

Anatomi dan Fisiologi Jantung

ASRUL MAPPIWALI
FK-UNHAS

Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm.
Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah.
Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus.
Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum
Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis.



Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana teridiri antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan epicardium. Epicardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endocardium.
Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik.



Diantara atrium kanan dan ventrikel kana nada katup yang memisahkan keduanya yaitu ktup tricuspid, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri juga mempunyai katup yang disebut dengan katup mitral. Kedua katup ini berfungsi sebagai pembatas yang dapa terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke ventrikel.




Fungsi utama jantung adalah memompa darh ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Selain itu otot jantung juga mempunyai kemampuan untuk menimmbulkan rangsangan listrik.
Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan.

Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik inidimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava suiperior dan atrium kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel.



Oleh karena itu jantung tidak pernah istirahat untuk berkontraksi demi memenuhi kebutuhan tubuh, maka jantung membutuhkan lebih banyak darah dibandingkan dengan organ lain. Aliran darah untuk jantung diperoleh dari arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri koroner ini keluar dari aorta kira-kira ½ inchi diatas katup aorta dan berjalan dipermukaan pericardium. Lalu bercabang menjadi arteriol dan kapiler ke dalam dinding ventrikel. Sesudah terjadi pertukaran O2 dan CO2 di kapiler , aliran vena dari ventrikel dibawa melalui vena koroner dan langsung masuk ke atrium kanan dimana aliran darah vena dari seluruh tubuh akan bermuara.
Sirkulasi darah ditubuh ada 2 yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemis. Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, arteri besar dan kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah dari paru keluar melalui vena kecil, vena pulmonalis dan akhirnya kembali ke atrium kiri. Sirkulasi ini mempunyai tekanan yang rendah kira-kira 15-20 mmHg pada arteri pulmonalis.
Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu arteri besar, arteri kecil, arteriole lalu ke seluruh tubuh lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena cava inferior, vena cava superior akhirnya kembali ke atrium kanan.



Sirkulasi sistemik mempunyai fungsi khusus sebagai sumber tekanan yang tinggindan membawa oksigen ke jaringan yang membutuhkan. Pada kapiler terjadin pertukaran O2 dan CO2 dimana pada sirkulasi sistemis O2 keluar dan CO2 masuk dalam kapiler sedangkan pada sirkulasi paru O2 masuk dan CO2 keluar dari kapiler.
Volume darah pada setiap komponen sirkulasi berbeda-beda. 84% dari volume darah dalam tubuh terdapat pada sirkulasi sistemik, dimana 64% pada vena, 13% pada arteri dan 7 % pada arteriol dan kapiler.

TRAUMA SOFT TISSUE WAJAH

Etiologi
Etiologi trauma soft tissue wajah bervariasi tergantung usia, jenis kelamin dan lokasi geografis. Jatuh dari ketinggian adalah penyebab tersering, sebanyak 48 – 51%. Diikuti oleh kecelakaan kendaraan bermotor, dan perkelahian.
Penilaian Luka
 Anamnesis
o Mekanisme trauma selengkap mungkin
o Status tetanus  jika injeksi booster terakhir dilakukan lebih dari 10 tahun lalu, harus diberikan suntikan toksoid tetanus (TT). Pada luka yang terkontaminasi, semua pasien harus diberi suntikan TT kecuali telah diimunisasi kurang dari 5 tahun terakhir.
 Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi
o Abrasi
o Tato traumatik
o Laserasi simpel / bersih
o Laserasi kompleks / kontusio
o Bekas gigitan
o Avulsi
o Luka bakar
• Palpasi
o Asimetri
o Bony step-off
o Krepitasi
o Bukti-bukti lain fraktur wajah
Pada pemeriksaan fisik jangan lupa untuk mencari juga cedera lain yang terkait
o Laserasi pada alis, kelopak mata, hidung ataupun bibir  nilai dengan seksama agar dapat menentukan terapi yang tepat dan mencegah deformitas dan gangguan fungsi nantinya
o Laserasi pada wajah bagian lateral, pelipis dan NOE mempunyai resiko cedera terhadap cabang nervus fasialis dan parotis dan duktus lakrimalis.
o Cedera kelopak mata dan orbita hampir selalu memerlukan pemeriksaan oftalmologis untuk mengetahui status visual dan ada tidaknya kerusakan kornea.


Biomekanika
 Konsep relaxed skin tension lines (RSTL) di wajah sangat berkaitan dengan terapi dan prognosis pada trauma soft tissue wajah.
 Dikatakan bahwa arah laserasi kulit pada trauma tumpul terjadi sebagai mekanisme protektif untuk meminimalisasikan cedera terhadap suplai darah di bawahnya karena pembuluh darah dan serat kolagen berjalan parallel terhadap RSTL.
 Keluaran estetik dari suatu luka di kulit tergantung dari hubungan luka tersebut dengan relaxed skin tension lines (RSTL), scar mempunyai prognosis yang lebih baik jika berjalan parallel dengan RSTL atau berada pada lipatan kulit alami.
 Jika terdapat laserasi ireguler namun parallel terhadap RSTL, luka tersebut dapat dieksisi dan ditutup sebagai garis lurus. Jika luka berjalan tegak lurus atau oblik terhadap RSTL, luka harus ditutup sebagaimana aslinya karena ireguleritas tersebut dapat memberi efek kamuflase yang lebih baik terhadap scar.
Klasifikasi
Trauma soft tissue wajah dapat diklasifikasikan sesuai tissue insult (kontusio, abrasi, laserasi, avulsi dan luka bakar baik thermal atau kimia). Dapat juga diklasifikasikan berdasarkan mekanisme trauma (misalnya gigitan anjing, dsb).
a. Kontusio
 Trauma tumpul pada wajah selalu mengakibatkan pembengkakan atau memar, dengan derajat dan luas yang bervariasi tergantung area yang terlibat. Di daerah kelopak mata atau bibir misalnya, akan terbentuk pembengkakan yang lebih besar dibandingkan di daerah dahi atau pipi.
 Jika terjadi ruptur pembuluh darah subkutan, dapat terjadi hematoma yang mungkin memerlukan tatalaksana primer atau sekunder. Pada prinsipnya, tidak ada tatalaksana khusus untuk kebanyakan kontusio wajah kecuali hematoma septal dan telinga, yang perlu dievakuasi segera.
 Banyak laserasi wajah yang juga terdapat kontusio di tepi-tepi kulitnya, dan diperlukan debridement tajam untuk meminimalkan resiko jangka panjang terbentuknya scar yang tidak diinginkan, perubahan pigmen ataupun atrofi soft tissue di bawahnya. Perdarahan dari dermis adalah pertanda kulit yang vital, sehingga kulit tersebut tidak boleh di-debridement.
b. Abrasi
 Abrasi pada wajah kebanyakan superficial dan mencakup kehilangan epitel dengan dermis papiler yang terekspos. Luka seperti ini cepat sembuh dengan obat topikal saja.
 Tumbukan antara wajah dengan permukaan tertentu (misalnya aspal) atau paparan terhadap materi eksplosif biasanya menyebabkan tertanamnya benda asing pada kulit. Kontak friksional yang ditimbulkan benda asing tersebut menngakibatkan dermis terpapar dan menyerupai cedera pada luka bakar derajat dua atau tiga tergantung dalamnya. Jika dibiarkan menyembuh begitu saja, pertumbuhan epitel baru diatas kontaminasi tersebut menghasilkan fenomena “traumatic tattooing”, di mana terjadi perubahan warna yang permanen. Pencegahannya adalah dengan debridement yang teliti.
c. Laserasi
 Benda tajam biasanya menghasilkan luka dengan tepi yang tajam dan bersih, yang mudah di-repair dan scar yang terbentuk biasanya halus. Hanya diperlukan debridement minimal atau malah tidak sama sekali, dan aposisi dari jaringan dilakukan dengan penutupan berlapis. Eksplorasi teliti dari luka harus dilakukan pada area yang di bawahnya terdapat organ vital, karena biasanya luka karena benda tajam lebih dalam dari tampaknya. Revisi scar linear jarang diperlukan kecuali sangat “mengganggu” RSTL.
 Laserasi stellata dihasilkan oleh trauma tumpul, ledakan atau crushing forces. Terbentuk “flap” kulit yang multiple, seringnya dengan kontusio di tepi-tepinya, mengelilingi area tengah di mana biasanya terjadi kehilangan jaringan yang lebih parah. Recoil elastic dari kulit sering memberi gambaran palsu terhadap adanya kehilangan jaringan yang signifikan. Jenis laserasi ini harus diperbaiki sebagaimana adanya dan hanya jaringan non-vital saja yang di-debridemen. Sekalipun mendapat tatalaksana awal yang baik, laserasi jenis ini sering mempunyai penyembuhan yang jelek, dan sering memerlukan revisi sekunder.
 Laserasi tangensial di mana terjadi undermine kulit dan tepi kulit terangkat, atau laserasi yang memiliki bentuk kurva linear atau semisirkular, menghasilkan fenomena ‘trapdoor deformity’. Luka menyembuh dengan jaringan yang ‘menumpuk’ pada sisi yang konkaf karena adanya kontraktur dari fibrosis serta obstruksi vena dan limfatik, sehingga ketebalan scar menjadi tidak sama. Deformitas tersebut dicegah dengan menciptakan tepi yang tajam dan vertical pada sisi flap, melakukan undermining permukaan bawah sisi yang berseberangan dari flap sehingga ketinggiannya sama, meletakkan jahitan pertama di dermis yang dalam di antara flap dan jaringan sekitarnya.
d. Avulsi
 Relative jarang, terjadi karena luka tembak atau luka karena benda tajam yang luas.
 Untuk defek yang kecil, dapat ditutup primer.
 Dalam tatalaksana awal, sebaiknya jangan dulu menggunakan flap lokal acak atau flap berpedikel, karena viabilitas jaringan sekitarnya sulit dievaluasi pada fase akut.
 Untuk defek yang besar yang tidak memungkinkan ditutup primer, dapat ditutup dengan wet-to-dry dressing dulu sampai saat yang tepat untuk dilakukan rekonstruksi.
e. Luka Gigit (bites)
 Meski terdapat di lokasi wajah yang kaya vaskularisasi, luka gigit tetap memiliki resiko infeksi yang signifikan karena kontaminasi yang besar. Selain menjadi jalan masuknya bakteri yang infeksius, biasanya luka gigit ini adalah kombinasi cedera multipel yaitu cedera penetrasi, kontusio dan avulsi.
 Gigitan binatang dan manusia memiliki jenis bakteri yang berbeda. Gigitan hewan misalnya anjing, bakterinya bermacam-macam (polymicrobial) meliputi S. aureus, streptokokus beta hemolitikus, bakteri anaerob dan fusobakterium. Gigitan kucing mengandung pasteurella multocida. Gigitan manusia mengandung lebih banyak konsentrasi bakteri anaerob tapi sering pula mengandung stafilokokus dan streptokokus alfa-hemolitikus.
 Kebanyakan kasus yang datang dalam 24 jam pertama ditangani dengan irigasi operatif, debridement terbatas dan penutupan primer. Dengan cara ini, resiko infeksi rendah dan parut yang dihasilkan lebih baik. Kasus yang datang lebih dari 24 jam, penanganannya masih kontroversial. Beberapa ahli lebih suka menunda penutupan untuk mengurangi resiko infeksi. Namun sumber lain tetap menyarankan penutupan primer meskipun ada resiko infeksi, dengan harapan hasil parut akan lebih baik; hal ini tentunya harusditunjang dengan antibiotika yang optimal, biasanya terdiri dari antibiotika spektrum luas seperti amoksisilin dengan asam klavulanat, disertai imunisasi tetanus dan profilaksis rabies.

TATALAKSANA
Tatalaksana awal pada trauma jaringan lunak wajah meliputi hal-hal berikut :
 Evaluasi cedera dan penanganan sesuai ATLS
 Kontrol perdarahan
 Intervensi dini untuk trauma jaringan lunak
 Evaluasi seksama terhadap adanya cedera okular
 Identifikasi benda asing
 Pemeriksaan klinis dan radiologis untuk mengeksklusi patah tulang



Setting operasi
Meskipun kebanyakan trauma jaringan lunak wajah dapat di-repair dalam setting rawat jalan menggunakan anesthesia lokal; trauma yang lebih luas yang melibatkan kelopak mata, bibir atau telinga sebaiknya ditatalaksana di dalam kamar operasi, baik menggunakan anestesi lokal ditambah sedasi, ataupun anestesi umum. Sebagai prinsip umum, prosedur apapun yang mungkin membutuhkan waktu lebih dari 1 jam dalam pengerjaannya, atau bila struktur wajah yang kompleks terlibat, atau jika terdapat keraguan apakah cedera melibatkan struktur yang lebih dalam; sebaiknya repair dilakukan di atas meja operasi.
Anestesia
Terdapat tiga tujuan penggunaan anestesi lokal dalam repair trauma jaringan lunak wajah, yaitu :
a. Menganestesi luka selama prosedur berlangsung pada pasien sadar
b. Memberikan efek analgesi di lokasi trauma pasca prosedur
c. Memfasilitasi hemostasis
Prinsip anestesi lokal :
 Infiltrasi lokal harus dibuat di tepi-tepi luka di mana sensasi sudah berkurang karena adanya cedera
 Volume spuit harus disesuaikan dengan ukuran jarum. Supaya tidak nyeri, digunakan jarum paling kecil (30 G) dengan spuit 1 cc atau 3 cc. Jarum 25 G dengan spuit 10 cc dapat digunakan unutk blok saraf di intraoral atau blok saraf wajah meskipun lebih nyeri.
 Mem-buffer pH zat anestesi lokal akan mengurangi nyeri saat infiltrasi. Unutk infiltrasi dengan volume yang besar, sebaiknya ditambahkan sedikit bikarbonat.
 Unutk luka yang luas, sebaiknya digunakan blok saraf regional untuk mengurangi jumlah total cairan anestesi yang diperlukan
 Infiltrasi anestesi lokal long-acting seperti bupivacaine pada lokasi luka dan sekitarnya berguna untuk meredakan nyeri hingga 24 jam pasa prosedur, hal ini terutama dipertimbangkan untuk pasien anak-anak.
 Batas aman volume anestesi lokal yang digunakan adalah : 7 mg/kg untuk lidokain dengan epinefrin, 4 mg/kg untuk lidokain tanpa epinefrin dan 1 mg/kg untuk bupivakain.
Wound preparation / debridement
 Pembersihan awal luka dilakukan menggunakan sabun yang lembut atau Betadine encer. Prinsipnya, jangan menggunakan larutan apapun yang tidak ditoleransi dengan baik oleh lapisan konjungtiva mata.
 Mencabut rambut di daerah luka biasanya tidak diperlukan karena keberadaan rambut menjadi panduan untuk melakukan rekonstruksi anatomis yang baik. Bulu alis dan bulu mata jangan dipernah dicabut karena pertumbuhan kembali tidak terjamin.
 Luka harus diperiksa dengan seksama terhadap adanya benda asing. Pada luka abrasi, bisa timbul traumatic tattoo jika ada benda asing yang tertinggal. Irigasi dengan larutan salin disertai penggosokan ringan dengan sikat scrub bedah atau sikat gigi bayi dapat dilakukan. Dermabrader dengan diamond wheel yang halus biasanya jauh lebih efektif. Penting untuk tidak menggunakan dermabrader terlalu dalam sampai ke reticular dermis atau hingga jaringan lemak terekspos, karena hal ini dapat menghasilkan scar yang hipertrofik.
 Eksisi tepi-tepi luka biasanya tidak diperlukan kecuali jaringan luka jelas terlihat hancur dan non-viable.
Teknik penutupan luka
Prinsip penanganan jaringan lunak wajah :
1. Kurangi kerusakan jaringan karena tindakan bedah
Jaringan harus ditangani dengan hati-hati menggunakan instrumen-instrumen kecil dan jika perlu, menggunakan kaca pembesar/lup
2. Minimalkan debridement tajam
Kebanyakan luka di wajah memerlukan eksisi minimal, tapi (kalaupun diperlukan) harus dilakukan dengan scalpel yang dipegang dengan sudut yang tepat terhadap permukaan kulit. Pada area yang berambut, insisi sebaiknya parallel terhadap folikel rambut untuk mengurangi kemungkinan mencederai folikel.
3. Lakukan repair luka sebagaimana adanya
Ajaran klasik adalah agar menutup luka sesuai tension lines dan lipatan alami kulit (RSTLs). Dalam kenyataannya, luka di wajah cenderung acak lokasinya dan mengikuti ajaran ini menjadi tidak praktis. Luka sebaiknya diperbaiki sebagaimana adanya. Biarkan luka sembuh secara alami dan menjadi matur, barulah dilakukan usaha mengoptimalkan jaringan parut.
4. Penutupan secara berlapis
Support dermal yang baik menjadi kunci memperoleh scar yang tipis dan rata. Karena jahitan biasanya diangkat lebih dini untuk mencegah track marks, bila hal ini disertai dermal support yang kurang baik terutama jika luka menyebrangi RSTL, parut luka dapat melebar. Jika diperlukan, dapat dilakukan undermining tepi luka untuk menciptakan lapisan yang lebih dalam untuk penjahitan serta eversi tepi luka. Tension di permukaan luka harus dibuat seminimal mungkin.


5. Gunakan fine sutures dan angkat jahitan secepatnya
Karena jaringan kulit wajah memiliki dermal support yang baik serta re-epitelisasi yang cepat, jahitan dapat diangkat antara 5 – 7 hari setelahnya. Jahitan selang-seling (alternate) dapat diangkat 3 hari pasca prosedur.
Teknik penjahitan luka
Meskipun semua teknik penjahitan luka (mulai dari simple, continuous, subcuticular, matras horizontal dan vertical) dapat digunakan pada kondisi-kondisi tertentu, jahitan yang harus sering dipakai terutama adalah jahitan simple dan continuous. Vaskularitas tepi-tepi luka yang sudah terganggu karena cedera, janganlah semakin diperburuk oleh teknik jahitan. Jahitan simple interuptus dan continuous non-interlocking menghasilkan strangulasi jaringan yang paling minimal di antara semua teknik jahitan. Terkadang jahitan matras vertical interuptus diperlukan untuk mengeversi tepi-tepi luka, namun biasanya support dermal yang baik sudah mencukupi sehingga teknik matras tidak diperlukan.
Sebaiknya untuk daerah wajah digunakan benang 6 – 0 atau 7 – 0. Jahitan diletakkan cukup dekat dengan tepi luka (1 – 2 mm) untuk mengurangi tension luka secara optimal. Simpul dibuat dengan menyisakan sedikit ruang untuk edema pasca operasi dan jangan sampai tepi luka terlihat memucat (blanching). Track marks jahitan terbentuk karena jahitan disimpul terlalu kencang, menyebabkan nekrosis jaringan, atau pengangkatan jahitan yang tertunda sehingga terbentuk epitelisasi di jalur jahitan.
Pada kulit kepala, benang yang lebih besar dapat digunakan misalnya 3 – 0 atau 4 – 0, dengan jahitan ditempatkan lebih jauh dari tepi luka. Karena struktur dan vaskularitasnya, kulit kepala dapat mentolerir penutupan yang lebih ketat untuk hemostasis. Jahitan dermis jangan digunakan karena dapat merusak folikel rambut. Support yang dalam diperoleh dari penutupan galea.
Perawatan pasca operasi
Balutan pada luka di wajah setelah dijahit biasanya tidak diperlukan, kecuali selapis salep untuk mencegah kekeringan luka. Beberapa ahli bedah menggunakan krim antibiotik namun hal ini masih kontroversial karena ternyata cloromycetin meningkatkan resiko terjadinya anemia aplastik. Krusta diangkat dengan menggunakan hydrogen peroksida encer dan salep antibiotik diulang kembali 2 – 3 kali perhari.
Setelah 48 jam, wajah dan rambut boleh terkena air karena telah dibuktikan bahwa jahitan yang terbasuh air dan sabun, terutama di wajah, tidak meningkatkan insiden infeksi luka.
Jahitan di wajah biasanya diangkat setelah 5 – 7 hari, sedangkan jahitan di kulit kepala dapat diangkat lebih lama, setelah 2 – 3 minggu. Setelah angkat jahitan, luka dapat ditutup dengan plester coklat steril atau dengan penemuan baru, cyanoacrylate adhesive.


KULIT KEPALA DAN DAHI
 Kulit kepala, dengan 5 lapisannya yang berbatas tegas, merupakan sebuah unit anatomis yang, mencakup dahi, meluas mulai dari batas supraorbita di bagian depan sampai garis nuchal superior di bagian belakang. Galea muskuloaponeurotik tidak hanya menjadi sumber perforator vascular ke kulit namun komposisi fibrosanya membuatnya menjadi jangkar yang baik untuk jahitan dalam. Galea dapat bergerak dengan mudah, memudahkan penutupan luka dan pembuatan flap lokal. Fasia subgaleal adalah bidang di mana avulsi kulit kepala hampir selalu terjadi.
 Cedera pada kulit kepala, terutama avulsi, sering berdarah dengan hebat dan pasien biasanya datang dengan syok hemoragik.
o memerlukan resusitasi cairan agresif serta transfusi darah
o Blood loss dapat diminimalisasikan dengan balut tekan dan/atau ligasi pembuluh darah galeal dan jahitan sementara atau menutup luka dengan staple.
 Suplai darah yang melimpah pada kulit kepala meningkatkan viabilitas fragmen jaringan yang mungkin tidak akan bertahan pada tempat lain.
o Debridement sebaiknya dilakukan hanya pada jaringan yang jelas nekrotik. Jaringan kulit kepala yang nampak hanya mempunyai sedikit sekali suplai darah harus dianggap masih hidup dan dipertahankan, karena rambut yang tumbuh pada kulit kepala tersebut sangat berguna.
o Jaringan yang non-viable dapat dengan mudah diangkat dan biasanya tidak menjadi sumber infeksi, karena suplai darah kulit kepala yang banyak tersebut memberi proteksi terhadap infeksi. Infeksi kulit kepala jarang ditemukan bahkan pada luka yang terkontaminasi sehingga tidak perlu mencukur rambut pada tepi-tepi luka, kecuali jika hal tersebut membantu penutupan luka.
 Primary closure adalah metode pilihan untuk kasus di mana tidak terdapat kehilangan jaringan yang signifikan (kurang dari 3 cm). Tepi luka cenderung mengerut dan defek yang tampaknya luas ternyata dapat ditutup dengan relative mudah menggunakan cara subgaleal undermining. Luka pada vertex kulit kepala biasanya lebih sulit ditutup karena pada area ini mobilitas jaringan berkurang. Scoring galea pada permukaan dalam adalah prosedur yang umum dikerjakan untuk mempermudah penutupan dan terdiri dari insisi transversal yang dibuat tegak lurus terhadap sumbu geser (advancement). Hati-hati agar tidak mencederai pembuluh subkutan yang lebih superficial.
 Jika ditemukan laserasi galea  dikerjakan primary closure berlapis.
o Galea melekat dengan kuat ke kulit di atasnya dan aproksimasinya akan mempermudah penutupan kulit. Kegagalan memperbaiki lapisan ini dapat mengakibatkan deformitas estetis, mulai dari depressed scar sampai kontraksi alis yang asimetris. Penutupan galea juga mencegah menyebarnya kontaminan luka ke rongga intracranial melalui vena emissary, yang menghubungkan kulit ke sinus venosus. Penutupan galeal yang memuaskan mencegah pembentukan masalah yang paling potensial dari osteomielitis sampai meningitis.
o Galea diaproksimasi dengan jahitan interrupted dengan benang 2 – 0 atau 3 – 0 yang perlahan diserap.
 Terbentuknya scar kulit kepala yang terlihat ditentukan oleh ada tidaknya alopesia, sehingga viabilitas folikuler harus benar-benar diperhatikan.
o Jahitan dermis tidak digunakan secara rutin, untuk mengurangi kemungkinan kerusakan folikel rambut. Mengembalikan kontinuitas galea akan menghilangkan kebutuhan untuk melakukan jahitan dermis, mengurangi tension jahitan kulit sehingga dapat diangkat lebih cepat.
o Penutupan kulit dikerjakan menggunakan jahitan continuous non-interlocking dengan benang nylon 3-0 atau Prolene pada dewasa dan 4-0 untuk anak-anak. Staples metalik juga dapat digunakan.
 Split Thickness Skin Grafting
Penempatan split-thickness skin graft (STSG) adalah pilihan tatalaksana terbaik untuk sebagian besar defek kulit kepala yang tidak dapat ditutup primer. STSG menghasilkan metode yang cepat dan dapat diandalkan untuk menutup luka dalam fase akut.
o Perikranium harus intak, karena graft tidak akan ‘diterima’ pada tulang yang terdenudasi.
o Donor di-harvest dalam ketebalan 0.14 inchi sampai 0.20 inchi menggunakan dermatome, biasanya dari paha lateral dan dapat ditanamkan sebagai sheet grafts, atau lebih sering di-mesh dengan rasio 1.5 : 1 dan ditanamkan dengan ekspansi minimal. Manfaat membuat mesh ada dua : pertama, penerimaan menjadi lebih baik tanpa perlu dilakukan bolstering dengan membiarkan cairan keluar dan kedua, menghasilkan kontraktur luka yang lebih besar, yang nantinya akan sangat berguna.
o Karena biasanya skin graft di kulit kepala mempunyai hasil yang kurang memuaskan dengan adanya depresi kontur dan alopesia, sering dilakukan eksisi serial mulai 6 bulan setelah penanaman skin graft. STSG biasanya berkontraksi antara 20%-40%, dan mengecilnya ukuran defek akan membantu insisi sekunder dan penutupan.
o Pada luka yang terkontaminasi berat, atau pada kasus di mana viabilitas perikranium diragukan, dapat digunakan homograft (dari cadaver) atau xenograft (dari babi) sebagai biological dressing sementara hingga waktu yang tepat untuk dilakukan autograft.
o Tidak adanya perikranium akan sangat mengurangi kesuksesan penerimaan skin graft. Pada kondisi ini, sangat disarankan untuk mengangkat tabula eksterna dari cranium, sehingga mengekspos diploe yang mempunyai vaskularisasi yang baik, yang merupakan bed yang sangat baik untuk dilakukan skin graft. Hal ini dapat dilakukan dengan burring away tabula eksterna atau mengebor beberapa lubang melalui tabula eksterna; metode manapun menghasilkan pertumbuhan jaringan granulasi untuk menutupi tulang yang terekspos. Setelah kira-kira 3 minggu biasanya area yang akan ditanami graft telah tertutupi oleh jaringan granulasi yang sehat. Meski metode ini efektif untuk mendapat epithelial coverage, metode ini menghasilkan tenggang waktu yang cukup lama antara pengangkatan tulang dan penanaman graft sehingga dapat meninggalkan defek dengan kontur yang buruk.
 Flap
Kecuali terdapat kontraindikasi, penggunaan flap menghasilkan solusi yang praktis. Dapat digunakan locally based pericranial flap jika defek cukup kecil, atau free tissue transfer jika defeknya lebih besar. Dengan flap perikranial, dimungkinkan transfer lapisan tipis yang tervaskularisasi ke tempat di mana akan ditanam skin graft. Meskipun awalnya digolongkan sebagai flap random, flap ini mendapatkan sebagian besar suplai darahnya dari fasia subgaleal di atasnya, yang biasanya dielevasi bersama flap. Supaya efektif, flap perikranium harus diletakkan di area dengan vascular yang besar dengan diseksi minimal mendekati pedikel. Suplai darah tersebut sangat sensitive sehingga balutan graft pasca operasi harus benar-benar ringan.
o Penggunaan flap lokal
Flap dengan jaringan lokal kulit kepala tepat digunakan untuk defek parsial yang relative kecil ataupun full-thickness defect (lebar 3 – 5 cm). Flap lokal bermanfaat karena dapat menutup defek dengan kulit berambut yang ketebalannya sama. Penggunaannya ditujukan pada menutup luka laserasi tajam yang bersih di mana jaringan sekitarnya masih viable. Banyak luka traumatic kulit kepala diakibatkan crush injury atau avulsi di mana kerusakan jaringan sekitarnya tak terhindarkan. Pada kondisi ini, karena elevasi flap dapat lebih mengganggu suplai darah yang telah kritis, menaikkan dan merotasi flap lokal tidak banyak manfaatnya.
o Pengunaan free tissue transfer
Free vascularized flap adalah prosedur yang panjang dan cukup sulit dikerjakan; dan saat yang tepat untuk melakukan prosedur ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Prosedur ini harus dilakukan dengan semi-elektif dan terencana. Defek dengan denudasi yang luas dapat dibalut dengan wet-dry dressing sampai free vascularized tissue transfer dapat direncanakan. Flap umumnya terdiri dari otot untuk volume dan vaskularisasi maksimal, dan pilihan flap hampir selalu merupakan m.latissimus dorsi karena permukaannya yang luas, pedikel yang relative panjang dan kemudahannya di-harvest. Pilihan lain meliputi m.rectus abdominis, flap skapula dan paraskapula serta omental fat flap. Hampr seluruh pilihan flap ini memerlukan STSG yang ditanam bersamaan untuk menutup permukaaan luar flap.

 Replantasi
 Replantasi kulit kepala secara bedah mikro adalah tatalaksana pilihan untuk avulsi kulit kepala total atau near-total.
 Cedera ini untungnya sangat jarang dan biasanya disebabkan rambut panjang yang tersangkut pada mesin yang berputar. Pemisahan terjadi pada subgaleal, bidang areolar longgar pada batas perifer kulit kepala di mana galea mempunyai resistensi yang kurang.
 Replantasi secara bedah mikro, bila berhasil, secara estetis dan fungsional sangat superior dibandingkan metode lain untuk menutup defek. Jika segmen avulsi tidak hancur dan termutilasi dan waktu iskemia hangat tidak lebih dari 12 jam; replantasi harus diusahakan.
 Replantasi yang sukses bergantung pada akses gawat darurat ke kamar operasi; menemukan pembuluh darah resipien di kulit kepala bagian temporal atau leher yang tepat (yang biasanya selalu dapat dilakukan); dan menemukan pembuluh darah di segmen avulsi yang tepat (tidak selalu dapat dilakukan). Untuk memindahkan repair mikrovaskular keluar dari zona trauma serta mengurangi tension pembuluh darah dan anastomosisnya, dapat digunakan graft vena. Meskipun kulit kepala dapat bertahan dengan hanya satu anastomosis arterial, mengidentifikasi setidaknya dua pembuluh darah yang cocok digunakan untuk repair akan lebih baik.
 Kongesti vena adalah penyebab utama kegagalan flap pasca operasi, sehingga sangat penting untuk memastikan aliran vena yang adekuat. Pilihannya : menganastomosis arteri kulit kepala langsung ke vena resipien, atau menggunakan lintah.
 Setelah direplantasi, biasanya masih akan dibutuhkan revisi sekunder dari jaringan parut, kelopak mata, telinga dan area yang mengalami alopecia.
 Avulsi pada dahi  sulit dilakukan penutupan primer. Mobilisasi ekstensif dan pembebasan galea dapat membantu namun hanya menutup defek beberapa sentimeter saja.
o Jika ketebalan avulsi hanya parsial dan sebagian atau seluruh m.frontalis masih ada  dapat dilakukan FTSG atau unmeshed STSG yang tebal dengan hasil yang baik.
o Jika hanya perikranium yang tersisa  dapat dilakukan STSG namun meninggalkan luka yang depressed yang nantinya memerlukan rekonstruksi sekunder dengan tissue expander dan/atau flap lokal.
o Mempertahankan kulit berambut di daerah alis dan mengembalikan alignment alis sangat penting untuk estetik  jika alis hilang seluruhnya dapat direkonstruksi dengan free scalp grafts atau transplantasi rambut dengan micrograft.

KELOPAK MATA
 Sebagai pertimbangan pada tatalaksana awal trauma kelopak mata adalah mengeksklusi adanya cedera pada bola mata.
o Jika kornea terekspos  pertahankan kelembaban kornea dengan irigasi NaCl teratur atau melapisi kornea dengan balutan yang direndam dalam NaCl. Saat operasi, lindungi kornea dengan soft lens.
o Lakukan pemeriksaan mata lengkap termasuk visus, bila perlu konsul ke spesialis mata
o Abrasi kornea dicurigai jika terdapat nyeri dan iritasi mata yang terkena  diagnosis definitive dicapai dengan melakukan pemeriksaan dengan fluorescein dye di bawah slit –lamp.
 Kelopak mata mempunyai dua lapisan :
o lapisan dalam meliputi tarsal plate dan konjungtiva
o lapisan luar meliputi kulit dan m.orbikularis okuli
Aposisi kulit, otot dan tarsal plate sangat penting karena laserasi konjugtiva biasanya sembuh sendiri dengan adekuat. Laserasi kelopak mata atas dapat mengganggu aponeurosis levator dan mengakibatkan ptosis pasca operasi jika tidak diperbaiki dengan benar. Ektropion kelopak mata bawah biasanya terjadi pada kasus di mana terdapat laserasi yang berjalan tegak lurus terhadap batas kelopak dan disebabkan realignment anatomis yang tidak baik, kehilangan jaringan atau cedera kantus.
 Laserasi kelopak mata dengan ketebalan penuh harus ditatalaksana dengan aproksimasi tepi kelopak terlebih dahulu dengan menyatukan garis kelabu (perbatasan skuamosa – mukosa) atau orifisium kelenjar Meibom dengan Vicryl 7 – 0, ujung benang ditinggalkan panjang sehingga dapat dijahitkan ke struktur sekitarnya. Sisa laserasi diperbaiki dengan jahitan berlapis menggunakan Vicryl 6 – 0 untuk tarsus dan otot, plain atau chromic gut 6 – 0 untuk konjungtiva (dengan simpul di dalam untuk mencegah iritasi kornea), dan nilon atau Prolene 6 – 0 atau 7 – 0 untuk kulit. (gambar 19.12) Aproksimasi tarsus dan tepi siliar adalah langkah penting jika tidak terdapat kehilangan jaringan yang signifikan.
Gambar 19.12
a. Kelopak mata terdiri dari dua lapisan : lamella dalam yang mencakup konjungtiva dan tarsus serta lamella luar yang mencakup kulit dan m.orbikularis okuli.
b. Penutupan lamella dalam
c. Penutupan lamella luar
 Untuk cedera partial-thickness dengan kehilangan kulit, dapat digunakan FTSG dari segmen yang teravulsi (jika ada) atau kelopak mata atas kontralateral atau area belakang telinga.
 Untuk defek full-thickness yang kecil dan meliputi kurang dari sepertiga kelopak, dapat dilakukan penutupan primer.
 Untuk defek sampai separuh bagian kelopak dapat ditutup primer dengan pembebasan kantus lateral.
 Defek yang lebih besar dari setengah bagian kelopak, memerlukan advancement pipi (Mustarde) atau upper lid switch procedure. Penggunaan prosedur flap yang lebih ekstensif tidak disarankan dalam fase akut. Pada beberapa kasus dengan kehilangan jaringan yang lebih superficial, FTSG dari kelopak mata atas kontralateral biasanya dilakukan.
APARATUS LAKRIMAL
Cedera apapun yang mengenai sisi medial dari kelopak mata, terutama kelopak bawah, dapat melibatkan system lakrimal. Inspeksi dan kanulasi punctum dengan probe akan mengkonfirmasi adanya cedera. Repair biasanya dikerjakan dengan loop intubation dengan punctae awalnya dikanulasi dengan silastic stents yang dimasukkan melalui duktus lakrimalis ke hidung, di mana stent kemudian diikat. Repair kanalikuli, sakus atau duktus dapat dilakukan dengan nylon 9 – 0 namun hal ini lebih sering merupakan teori, jarang dipraktekkan. Melakukan repair kelopak sisanya dan mempertahankan stent selama setidaknya 3 bulan biasanya menghasilkan drainase air mata yang adekuat. Cedera kanalikulus saja jarang menyebabkan masalah dengan air mata. Retrograde probing adalah alternatif yang dapat dipilih selain loop intubation.
LIGAMEN KANTUS
Robekan ligamen kantus jarang terjadi namun jika ada, harus dilakukan upaya untuk melekatkannya kembali ke dinding orbita. Microplates dapat digunakan untuk memfiksasi fragmen tulang dan mempertahankan kantus pada posisi yang benar. Jika kantus benar-benar terlepas dari perlekatannya, sulit mengembalikannya ke posisi yang benar. Wire canthopexy harus difiksasikan dengan ke anchorage artificial yang, di area kantus medial, dapat dibuat dengan pemasangan miniplates. Pada area kantus lateral, dapat dibuat lubang kecil menembus dinding lateral orbita. Jika cedera soft tissue disertai pula fraktur kominutif, mungkin diperlukan fiksasi transnasal.
HIDUNG
Laserasi hidung biasanya tidak kompleks namun dapat melibatkan kartilago di bawahnya atau tulang yang jika tidak dicurigai dapat terlewat. Suplai darah hidung yang berlimpah melalui septum dan kulit membuat bagian hidung yang terkena trauma biasanya tidak nekrotik asalkan masih terdapat pedikel. Laserasi full-thickness harus ditutup dengan 3 lapis : membran mukosa (chromic 4 – 0), kartilago yang robek (PDS 5 – 0 atau 6 – 0, clear nylon), kulit di atasnya (nylon 6 – 0). Begitu kartilago dan tulang telah terposisikan secara anatomis, kulit hidung biasanya teraproksimasi sendiri asalkan tidak terjadi kehilangan jaringan yang signifikan. Jahitan dermis umumnya tidak diperlukan, hal ini menguntungkan karena kulit hidung yang tebal, mempunyai banyak kelenjar sebasea dan konsentrasi bakteri yang tinggi akan membuatnya rentan terhadap terbentuknya abses pada jahitan. Jika terdapat kehilangan jaringan kartilago, pertimbangkan untuk melakukan graft kartilago primer untuk mencegah kontraktur pasca operasi dan depresi parut meskipun sebenarnya prosedur ini tidak sesering itu diperlukan.
 Trauma abrasi / avulsi
o Avulsi partial-thickness paling baik dibiarkan saja dan diterapi dengan obat topikal karena kemampuannya untuk menyembuh yang sangat baik
o Untuk lesi yang lebih dalam yang menembus dermis , FTSG dari area pre atau post-aurikular menghasilkan warna yang paling mendekati warna kulit hidung dan mencegah depresi luka yang telah menyembuh.
o STSG menghasilkan penampakan yang transparan dan contracted, sehingga sebaiknya dipertimbangkan hanya pada avulsi partial-thickness di mana masih tertinggal sebagian dermis.
o FTSG harus difiksasikan dengan tie-over dressing selama 5 – 7 hari, karena revaskularisasi mungkin belum akan sempurna dalam waktu kira-kira 1 minggu setelah FTSG ditanam.
o Penanaman graft dapat ditunda untuk meningkatkan kualitas bed resipien jika terdapat resiko kontaminasi yang tinggi atau jika terdapat kartilago yang terekspos.
o Kulit nasal dapat survive bahkan pada trauma avlusi yang luas dengan pedikel yang sempit. Selama masih terdapat perdarahan dari tepi dermis jaringan yang terpotong, flap nasal tersebut harus dikembalikan dan biasanya akan tetap hidup.
 Trauma amputasi
o Tatalaksana trauma amputasi tergantung dari ukuran bagian yang terpisah.
o Segmen hidung berukuran 2.5 cm atau kurang dapat diganti dengan composite graft.
o Revaskularisasi komplit akan terjadi lewat saluran vaskular yang sudah ada. Meski awalnya segmen tampak non-viable, segmen tersebut dapat berubah warna menjadi merah muda 10 – 14 hari setelahnya.
o Antikoagulan sistemik tidak meningkatkan keberhasilan replacement dengan composite graft namun vasodilator topical (misalnya pasta nitrogliserin) telah dilaporkan bermanfaat.
o Jika bagian yang teramputasi tidak ditemukan, pertimbangkan untuk melakukan composite grafting dengan donor dari telinga, terutama untuk defek kecil di batas cuping hidung yang bersih.
o Untuk amputasi hidung yang lebih besar, replantasi non-vascularized tidak akan berhasil dan segmen akan harus dibuang.
 Hematoma septal / perdarahan (epistaksis)
o Hematoma septal biasanya muncul sebagai pembengkakan hidung anterior dengan gejala obstruktif dan nyeri. Drainase harus segera dilakukan untuk mencegah pembentukan abses dan nekrosis avaskular dari kartilago septum. Tatalaksana adalah dengan insisi hemitransfiksi dan aproksimasi mukosa dengan jahitan transseptal plain gut 4 – 0. Stent septal plastik juga dapat digunakan dan difiksasi dengan jahitan transseptal Prolene ukuran besar.
o Kebanyakan epistaksis dapat berhenti spontan namun terkadang menetap dan memerlukan tatalaksana aktif. Adanya fraktur di bawahnya harus dicurigai. Jika perdarahan timbul dari sisi anterior, pemasangan tampon anterior saja sudah cukup. Jika perdarahan timbul dari posterior, diperlukan tampon anterior sekaligus posterior. Pilihan lain selain tampon adalah kateterisasi dengan balon.
o Intervensi operatif kadang juga diperlukan untuk meligasi pembuluh darah jika semua cara di atas tidak berhasil, namun jarang terjadi.
o Eksplorasi dinding orbita media untuk mengidentifikasi arteri etmoidales anterior dan posterior kadang diperlukan.
BIBIR
• Kunci suksesnya repair bibir adalah memastikan aproksimasi yang tepat dan alignment m.orbikularis oris serta vermilion border. M. orbicularis oris harus di-repair dengan Vicryl atau Dexon 4 – 0 atau 5 – 0; jahitan yang cukup harus dibuat untuk mencegah dehisens otot. Jika tidak diperbaiki dengan benar, dapat terjadi berkurangnya tinggi bibir, notching dan inkompetensi sfingter.
• Pada fase ini sebaiknya dilakukan realignment vermilion border yang akurat, menggunakan nylon 5 – 0 atau Prolene, sebelum melanjutkan dengan penutupan mukosa atau kulit.
• Membrane mukosa intraoral kemudian ditutup dengan chromic 4 – 0 atau plain gut.
• Kulit akhirnya ditutup dengan menggunakan chromic 5 – 0 untuk dermis dan nylon atau Prolene 6 – 0 untuk kulit.
• Tatalaksana trauma avulsi tergantung ukuran dari defek. Pada kasus yang jarang di mana terjadi kehilangan vermilion yang sangat sedikit, segmen yang terpotong tersebut dapat ditanam kembali sebagai free composite graft. Namun biasanya hal terbaik untuk dilakukan adalah melakukan insisi wedge. Dengan cara ini, meskipun terdapat kehilangan jaringan sampai 25%, tidak akan tersisa defek fungsional maupun estetik selain dari scar. Pada defek yang lebih besar di mana kehilangan jaringan bibir mencapai 50%, penutupan primer masih dapat dicapai namun akan selalu terdapat mikrostomia dalam berbagai derajat. Dengan defek > 50%, penutupan primer tidak mungkin dilakukan. Pada kondisi ini, skin-to-mucosal closure adalah terapi pilihan, dengan operasi sekunder untuk merekonstruksi apertura oral. Flap rotasi mungkin diperlukan. Pada kasus-kasus yang jarang, segmen bibir yang teramputasi dapat direplantasi.

Z-PLASTY

ASRUL MAPPIWALI
FK-UNHAS

PENDAHULUAN
Z-plasty merupakan teknik operasi plastik yang digunakan untuk memperbaiki fungsi normal dari luka dan tampilan kosmetiknya. Denonviliers, pada tahun1856 merupakan orang pertama yang memperkenalkan teknik Z-plasty sebagai suatu terapi operasi untuk ektropion pada kelopak mata bagian bawah. Referensi pertama untuk teknik ini dalam literatur Amerika diperkenalkan oleh McCurdy pada tahun 1913, sebagai terapi untuk kontraktur pada komisura oral. Limberg pada tahun 1929,memperkenalkan gambaran geometrik yang lebih mendetail.(1,2)
Z-plasty merupakan tipe transposisi dari suatu flap.Flap adalah pencangkokan jaringan kulit beserta jaringan lunak yang di bawahnya diangkat dari tempat asalnya tetapi tetap mempunyai hubungan vaskularisasi dengan tempat asalnya. Flap yang dipindahkan akan membentuk vaskularisasi baru di tempat resipien. Flap sering juga berupa muskulokutan, fasiokutan, bahkan dapat pula mengandung tulang. Berdasarkan vaskularisasinya, flap dibedakan menjadi dua macam, yaitu flap acak (random flap) yang mengandalkan kapiler pembuluh darah sekitarnya, dan flap bersumbu (axial flap) yang mengandung arteri nutrisi di dalamnya.(3,4)
Pada flap transposisi ini sumbu defek dan sumbu flap bersilang di suatu titik tumpu tempat flap dipindahkan. Sayatan Z-plasty dibuat dengan satu kaki tengah dan dua kaki lateral yang sama panjang dengan menggunakan sudut 60 ⁰. Z-plasty yang terdiri dari dua bentuk flap segitiga dengan luas yang sama kemudian ditransposisikan.(1,3,4,5,6,7)
Dengan menggunakan teknik Z-plasty akan membentuk garis luka yang lebih baik dengan tegangan kulit yang minimal. Luka kontraktur dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik ini. Sikatrik kecil yang terlokalisir dapat diperbaiki dengan Z-plasty. Tetapi untuk luka yang lebih panjang, diperlukan beberapa Z-plasty yang dilakukan untuk memperbaiki bentuk luka. Setelah flap dibuat dan ditransposisikan, maka setiap bentuk Z akan menambah panjang luka sekitar 25-30 % dan akan menjadikan bentuk luka menjadi kelihatan lebih baik.(2,8,9)





Tujuan dari penggunaan metode Z-plasty adalah :
1. Mengubah arah dari skar
2. Memotong garis skar untuk memutuskan garis tension
3. Memanjangkan skar untuk mengurangi tarikan skar. (8)

INDIKASI
Indikasi umum untuk Z-plasty yaitu untuk memperbaiki kontraktur bekas luka linear yang melewati lipatan fleksor. Beberapa indikasi lain dari teknik Z-plasty adalah :
1. Mencegah terjadinya kontraktur pada bekas luka linear, terutama jika luka tersebut melewati daerah permukaan estetik atau permukaan yang konkaf.
2. Mengubah panjang dan bekas luka (kontraktur akibat bekas luka pada bibir, kelopak mata atau leher).
3. Mengubah vektor bekas luka (reposisi bekas luka sepanjang sulkus nasolabial).
4. Reposisi jaringan (berguna pada defek trapdoor atau pin-cushion).
5. Menutup defek kutaneus
6. Transposisi jaringan sehat untuk menutupi fistula. (2)

KONTRAINDIKASI
Z-plasty memerlukan kulit yang tipis. Flap dengan banyak jaringan subkutaneus akan membatasi gerak rotasi flap, sehingga flap tersebut akan sulit untuk diposisikan. Faktor resiko yang mempengaruhi vaskularisasi di kulit seperti atherosclerosis, diabetes, merokok, penyakit kolagen vaskuler, dan antikoagulasi dapat mengurangi hasil yang diharapkan dari Z-plasty. Riwayat penyembuhan luka yang lama, hipertropik scarring, dan pembentukan keloid merupakan kontraindikasi dalam melakukan Z-plasty.(2,3)

TEKNIK OPERASI
Mekanisme operasi harus betul-betul dimengerti dengan jelas oleh para ahli bedah sebelum melakukan prosedurnya. Prosedur dan risiko serta keuntungan operasi terlebih dahulu harus dijelaskan kepada pasien melalui informed consent.
Langkah-langkah dasar dari Z-plasty antara lain : (1,5,7,11,12)
1. Daerah operasi harus didesinfeksi dengan menggunakan cairan antibakteri seperti betadine, kemudian lakukan sterile drapping

2. Dua garis digambarkan pada tiap ujung bekas luka linear, membentuk sudut 60⁰ terhadap bekas luka. Sudut dua garis harus menghasilkan sudut yang sama.

3. Berikan anestesi lokal atau regional

4. Insisi vertikal sepanjang garis dengan memakai pisau scalpel nomor 15

5. Lakukan penipisan kulit flap sampai jaringan lemak subkutaneus, menghasilkan dua segitiga flap dengan bentuk dan sisi yang sama. Sekitar jaringan subkutaneus yang dibebaskan (undermining) dengan adekuat untuk mencapai mobilisasi flap yang memadai.

6. Kedua flap kemudian ditransposisi satu sama lain, sehingga mengubah arah luka semula. Kedua flap difiksasi dengan sedikit jahitan sementara. Sudut jahitan digunakan untuk petunjuk flap. Tutup flap dengan menggunakan jahitan interuptus.

7. Antibiotik topikal dengan bebat tekan di atas luka dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan bentuk hematoma yang disebabkan oleh undermining.

8. Luka diobservasi selama 1-2 hari, apabila tidak ada masalah dengan luka tersebut, biasanya jahitan akan dilepaskan pada hari 7-14 pasca operasi.

Untuk luka yang lebih panjang diperlukan beberapa Z-plasty yang akan digunakan dalam memperbaiki luka. Multiple Z-plasty ini memiliki beberapa variasi yaitu tipe compound dan tipe seri, kedua variasi ini selalu digunakan untuk menutup luka yang berbentuk oval, yang biasanya disebabkan oleh karena eksisi luka yang lebar. Tetapi tipe compound lebih memberi keuntungan karena hanya memerlukan sedikit insisi saja.

Tipe compound Z-plasty dibentuk oleh dua flap yang terpisah, masing-masing membentuk sudut 45⁰. Tipe serial Z-plasty dibentuk dengan melakukan insisi pada batas garis luka. Tipe ini akan meminimalkan terjadinya kerusakan jaringan, terutama pada daerah mata dan komisura oral. (6)
Panjang luka baru yang dibentuk dari teknik Z-plasty ini tidak hanya tergantung dari karakter dan elastisitas dari kulit tetapi juga tergantung dari besar sudut yang digunakan dalam teknik Z-plasty. Sudut klasik 60⁰ akan memanjangkan luka 75 %, sedangkan sudut 45⁰ dan 30⁰ akan memanjangkan luka menjadi 50 % dan 25 %. (1)









KOMPLIKASI
Komplikasi dari Z-plasty adalah :
1. Nekrosis (pengelupasan flap) yang disebabkan oleh karena tension luka yang tinggi dan efek trapdoor (elevasi jaringan sentral yang dihasilkan dari kontraksi skar sekitarnya).

2. Hematom

3. Infeksi
Kebanyakan komplikasi dapat dicegah dengan mencermati teknik operasi, jika besar kemungkinan akan terjadi komplikasi terhadap pasien, maka disarankan untuk menghentikan penggunaan antikoagulan sebelum dilaksanakan operasi, dan apabila akan terjadi hematom setelah operasi, maka aspirasi perlu dilakukan dengan jarum berukuran besar. Berikan instruksi pengobatan luka yang rutin pada pasien. Antibiotik profilaksis dapat dipertimbangkan. Efek trapdoor dapat dihindari dengan membebaskan jaringan di sekitar daerah flap (sufficient undermining).(1,9)

PROGNOSIS
Penyembuhan luka biasanya terjadi dalam waktu satu minggu dan apabila luka disertai udem,akan hilang dalam waktu 4-6 bulan. Pada Z-plasty akan terjadi pemanjangan luka dan terbentuknya dua luka tambahan. Hal ini merupakan konsekuensi dari prosedur penatalaksanaan Z-plasty.(2,9)

DAFTAR PUSTAKA

1. Salam G.A. American Academy of Family Physician Journal : The Basic Z-Plasty.Available at http://www.aafp.org/afp/20030601/2329.html. Access on 10 May 2009
2. Scalafany A.P. Z-Plasty. Available at //www.emedicine.com/ent/topic652.htm. Acsess on 10 May 2009.
3. Sjamsulhidajat R, de Jong W. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC. 2000. Hal.313-317.
4. Norton J.A. Surgery Basic Science and Clinical Evidance, Springer : 2000. Hal.2000-2001.
5. Grabb & Smith’s. Plastic Surgery 6th edition, Charles H. Thome : 2007.
6. Kotler H.S. Scar Revision. Available at www.emediceau.net.au. Acces on 20 May 2009
7. Brunicardi F.C. Manual of Surgery. Edisi 8. Madrid : McGraw-Hill 2006. Hal.1171-1173
8. Bouladaas M. The Interst of Z-Plasty in The Treatment of Cerco-Facial Burns Sequele. Annals of Burns and Fire Disasters Vol. XVII-n3. Maroko. September 2004.Available at www.google.com. Accsess on 20 May 2009.
9. Sheriss D.A. Essential Surgical Skills. Edisi 2. USA : Saunders 2004. Hal.185.
10. Anoname, Local Flaps. Availablenat http://www.eatonhand.com/flp/webflaps.htm. Acces on 20 May 2009.
11. Keith MacLellan, MD. The Occasional Z-Plasty. Society of Rural Physician. Cananda. 1998. Available at www.google.com. Access on 20 May 2009.
12. Groover K.A. Z-Plasty : Versatile Tool. Available at www.emedineau.net.au. Acsess on 10 May 2009.
13. Salam G.A and Amin J.P. The Basic Z-Plasty Office Procedures Cosmetic Scar Treatment. Available at http://drplace.com. Acsess on 10 May 2009.

Sabtu, 25 Juli 2009

Epistaksis (Mimisan)

Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit melainkan gejala suatu kelainan.

Etiologi

Penyebab lokal :
1. Trauma, misalnya mengorek hidung, terjatuh, terpukul, benda asing di hidung,
trauma pembedahan, atau iritasi gas yang merangsang.
2. Infeksi hidung dan sinus paranasal, seperti rinitis, sinusitis; serta granuloma
spesifik, seperti lepra dan sifilis.
3. Tumor, baik jinak maupun ganas pada hidung, sinus paranasal dan nasofaring.
4. Lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak seperti pada
penerbang dan penyelam (penyakit Caisson) atau lingkungan yang udaranya
sangat dingin.
5. Benda asing atau rinolit, dapat menyebabkan epistaksis ringan disertai ingus
berbau busuk.
6. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksi yang ringan dan berulang pada anak
dan remaja.

Penyebab sistemik :
1. Penyakit kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah.
2. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukemia.
3. Infeksi sistemik, seperti demam berdarah dengue, influenza, morbili, dan
demam tifoid.
4. Gangguan endokrin, seperti kehamilan, menars, dan menopause.
5. Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic
telangiectasia).

Patofisiologi

Terdapat 2 sumber perdarahan, yaitu bagian anterior dan bagian posterior.

Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus Kiesselbach (yang paling banyak terjadi dan sering ditemukan pada anak-anak), atau dari arteri etmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk, darah akan keluar melalui lubang hidung. Seringkali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi.

Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosklerosis, atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.

Penatalaksanaan

Tiga prinsip utama penanggulangan epistaksis :
1. Menghentikan perdarahan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah berulangnya epistaksis

Alat-alat yang digunakan : lampu kepala, spekulum hidung, alat hisap, forseps bayonet, spatel lidah, kateter karet, pelilit kapas (cotton applicator), lampu spiritus, kapas, tampon posterior (tampon Bellocq), vaselin, salep antibiotik, larutan pantokain 2% atau semprotan silokain untuk anestesi lokal, larutan adrenalin 1/10.000, larutan nitras argenti 20-30 %, larutan triklorasetat 10 %, atau elektrokauter.

Pertama-tama keadaan umum dan tanda vital harus diperiksa. Anamnesis singkat sambil mempersiapkan alat.

Menghentikan perdarahan secara aktif, seperti pemasangan tampon dan kaustik lebih baik daripada memberikan obat-obatan hemostatik sambil menunggu epistaksis berhenti.

Pasien diminta duduk tegak (agar tekanan vaskuler berkurang dan mudah membatukkan darah di faring). Bila dalam keadaan lemah atau syok, pasien dibaringkan dengan bantal di belakang punggung. Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat hisap agar hidung bersih dari bekuan darah. Kemudian pasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan lidokain atau pantokain untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri untuk tindakan selanjutnya. Biarkan 3-5 menit dan tentukan apakah sumber perdarahan di bagian anterior atau posterior.

Pada anak yang sering mengalami epistaksi ringan, perdarahan dihentikan dengan cara menekan kedua cuping hidung ke arah septum selama beberapa menit.

Perdarahan Anterior

Jika terlihat, sumber perdarahan dikaustik dengan larutan nitras argenti 20-30 % (atau asam triklorasetat 10 %) atau elektrokauter. Sebelumnya digunakan analgesik topikal. Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung maka diperlukan pemasangan tampon anterior, yaitu kapas atau kasa menyerupai pita dengan lebar kira-kira 0,5 cm yang diberi vaselin atau salep antibiotik agar tidak melekat sehingga tidak terjadi perdarahan ulang saat pencabutan. Tampon anterior dimasukkan melalui nares anterior, diletakkan berlapis mulai dari dasar sampai puncak rongga hidung dan harus menekan tempat asal perdarahan. Tampon dipertahankan 1-2 hari.

Jika tidak ada penyakit yang mendasarinya, pasien diperbolehkan rawat jalan dan diminta lebih banyak duduk serta mengangkat kepalanya sedikit pada malam hari. Pasien lanjut usia harus dirawat.

Perdarahan Posterior

Terjadi bila sebagian besar darah yang keluar masuk ke dalam faring, tampon anterior tidak dapat menghentikan perdarahan, dan pada pemeriksaan hidung tampak perdarahan di posterior superior.

Perdarahan posterior lebih sukar diatasi karena perdarahan biasanya hebat dan sukar melihat bagian posterior dari kavum nasi. Dilakukan pemasangan tampon posterior (tampon Bellocq), yaitu tampon yang mempunyai 3 utas benang, 1 utas di tiap ujung dan 1 utas di tengah. Tampon harus dapat menutup koana (nares posterior). Tampon dibuat dari kasa padat berbentuk bulat atau kubus dengan diameter sekitar 3 cm.

Untuk memasang tampon Bellocq, kateter karet dimasukkan melalui salah satu nares anterior sampai tampak di orofaring dan ditarik keluar melalui mulut. Ujung kateter diikat pada salah satu benang yang ada pada salah satu ujung tampon kemudian kateter ditarik melalui hidung sampai benang keluar dari nares anterior. Dengan cara yang sama benang yang lain dikeluarkan melalui lubang hidung sebelahnya. Benang yang keluar kemudian ditarik dan dengan bantuan jari telunjuk tampon tersebut didorong ke arah nasofaring. Agar tidak bergerak, kedua benang yang keluar dari nares anterior diikat pada sebuah gulungan kasa di depan lubang hidung. Ujung benang yang keluar dari mulut, dilekatkan pada pipi. Benang tersebut berguna bila hendak mengeluarkan tampon. Jika dianggap perlu, dapat pula dipasang tampon anterior.

Pasien dengan tampon posterior harus dirawat dan tampon dikeluarkan dalam waktu 2-3 hari setelah pemasangan. Dapat diberikan analgesik atau sedatif yang tidak menyebabkan depresi pernapasan. Bila cara diatas dilakukan dengan baik maka sebagian besar epistaksis dapat ditanggulangi.

Sebagai pengganti tampon posterior, dapat pula dipakai kateter Foley dengan balon.
Selain itu dapat pula dipakai obat-obatan hemostatik seperti vitamik K atau karbazokrom.

Pada epistaksis berat dan berulang yang tak dapat diatasi dengan pemasangan tampon, diperlukan ligasi arteri etmoidalis anterior dan posterior atau arteri maksila interna. Untuk ini, pasien harus dirujuk ke rumah sakit.

Epistaksi akibat fraktur nasi atau septum nasi biasanya berlangsung singkat dan berhenti secara spontan. Kadang-kadang timbul kembali beberapa jam atau beberapa hari kemudian setelah edema berkurang. Sebaiknya pasien dirujuk untuk menjalani perawatan fraktur nasi dan ligasi bila diperlukan.

Pemeriksaan Penunjang

Untuk menilai keadaan umum dan mencari etiologi, dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi hemostasis, uji faal hati dan ginjal. Dilakukan pula pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal dan nasofaring, setelah keadaan akut diatasi.

Komplikasi

Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha penanggulangannya.

Akibat perdarahan hebat :
1. Syok dan anemia
2. Tekanan darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak,
insufisiensi koroner dan infark miokard dan akhirnya kematian. Harus segera
dilakukan pemberian infus atau transfusi darah.

Akibat pemasangan tampon :
1. Pemasangan tampon dapat menimbulkan sinusitis, otitis media bahkan
septikemia. Oleh karena itu pada setiap pemasangan tampon harus selalu
diberikan antibiotik dan setelah 2-3 hari harus dicabut meski akan dipasang
tampon baru bila masih berdarah.
2. Sebagai akibat mengalirnya darah secara retrograd melalui tuba Eustachius,
dapat terjadi hemotimpanum dan air mata yang berdarah.
3. Pada waktu pemasangan tampon Bellocq dapat terjadi laserasi palatum mole dan
sudut bibir karena benang terlalu kencang dilekatkan.

Prognosis

90 % kasus epistaksis dapat berhenti sendiri. Pada pasien hipertensi dengan/atau tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan prognosisnya buruk.

Kamis, 11 Juni 2009

JENIS LUKA DAN PERAWATANNYA

Definisi : Luka adalah keadaan dimana terdapat diskontinuitas dari
kulit.
Sebagai penyebab dari perlukaan adalah trauma
mekanis,termis,listrik dsb. Pada umumnya yang diterima sebagai
penyebab luka adalah trauma mekanis.
Trauma mekanis ini dapat truma tajam maupun tumpul.

Luka dapat dibagi atas :

I. Menembus tidaknya :
A.Tidak menembus suatu rongga (vulnus non penetrans)
B.Menembus suatu rongga (vulnus penetrans)

II. Adanya infeksi :
A. Tidak ada infeksi
B. Ada infeksi (vulnus infectum)

III. Menurut bentuk morfologis :
A. Hematoma
Hematoma adalah keadaan terdapatnya penimbunan darah dalam
suatu rongga abnormal, dalam hal ini dibawah kulit.
Ada yang menganggap hematoma tidak termasuk didalam luka.
B. Abrasi :
Abrasi adalah keadaan dimana terdapat kerusakan epidermis.
C. Ekskoriasi
Ekskoriasi adalah perlukaan dimana terdapat kerusakan dari
epidermis dan dermis.
D. Vulnus Punctum (ictum)
Perlukaan yang terjadi berupa suatu luka yang kecil (luka
tusuk).
E. Vulnus Scissum
Perlukaan yang terjadi berupa suatu luka yang berbentuk
garis.Sebagai penyebabnya adalah suatu trauma tajam.
F. Vulnus Laceratum (luka compang camping)
Sebagai penyebab adalah trauma tumpul.
Luka yang terjadi dapat berupa garis (seperti pada
v.scissum) atau memang berbentuk compang camping.
Apabila berbentuk garis, maka perbedaannya dengan
v.scissum adalah adnya jembatan jaringan,tepi yang tak
rata, pinggir yang tak rata dsb.
G. Luka tembak (v.sclopetorum)
Luka tembak terbagi atas luka tembak masuk dan luka tembak
keluar.


Perawatan luka secara umum :
____________________________

1. Pada setiap perlukaan perhatikan keadaan umum terlebih
dulu. Apabila keadaan umum buruk usahakan terlebih dulu
perbaikan keadaan umum.Apabila perdarahan tampak terus
berlanjut dan merupakan penyebab dari keadaan umum yang
buruk maka perdarahan dan keadaan umum buruk diatasi
secara bersama-sama.

2. Saat terjadinya perlukaan :
a. Luka kurang dari 6 jam : luka ini dianggap luka
bersih (clean wound) .
Luka seperti ini diharapkan akan sembuh per-primam
(dengan tindakan yang adekwat) dan dapat dilakukan
tindakan primer / penjahitan primer.
b. Luka terkontaminasi:
Yang termasuk luka terkontaminasi adalah :
= luka antara 6-12 jam
= luka kurang dari 6 jam akan tetapi kontaminasi
yang terjadi adalah banyak.
= luka kurang dari 6 jam akan tetapi ditimbulkan
karena daya / enersi yang besar (misalnya luka
tembak atau terjepit mesin).
Luka ini diragukan untuk dapat sembuh secara primer
karena itu diberikan tindakan ekspektatip (kompres
zat antiseptika dan diberikan antibiotika.
Apabila pada hari ke-3-7 tidak timbul radang bila
perlu dapat dilakukan tindakan penjahitan ;
penjahitan disini disebut jahitan primer tertunda
(delayed primary suture).
Bila antara hari ke-3-7 timbul pus maka luka
dianggap luka terinfeksi.
c.Luka terinfeksi : setiap luka diatas 12 jam dianggap
luka terinfeksi.
Pada luka ini diberi kompres dan antibiotika sambil
menunggu hasil kultur dan resistensi test untuk
pemberianantibiotika yang sesuai.. Apabila kemudian
proses radang sudah tenang dan timbul jaringan
granulasi sehat dapat dilakukan jahitan sekunder.

Perkecualian untuk penanganan ini:
a. Luka lebih lama dari 6 jam tanpa tanda-tanda radang
dan sudah diberi zat antiseptika sebelumnya dapat
dilakukan tindakan primer.
b. Luka terkontaminas didaerah wajah tetap dilakukan
penjahitan primer.
c. Luka kurang dari 6 jam didaerah perineum tetap
dianggap luka terkontam,inasi.
d. Perlukaan lebih dari 6 jam tetap dapat dilakukan
eksplorasi.

3. Profilaksis tetanus :
Dapat diberikan dalam bentuk Toksoid,ATS atau
imunoglobulin.
ATS diberikan 1500U,Toksoid 1cc atau imunoglobulin 250U
(pada orang dewasa).

4. Medikamentosa :
Sebaiknya diberikan antibiotika profilaksis.

5. Pembukaan jahitan :
Pada daerah wajah jahitan dibuka hari ke-4 untuk
menghindari terjadinya "railroad track" yang akan sangat
sulit untuk dikoreksi.
Apabila pada saat kontrol tampak adanya pus, maka
jahitan segera dibuka pada dimana tampak pernanahan.

Perawatan luka khusus :
_______________________

1. Perlukaan pembuluh darah :
Apabila terdapat perlukaan pada pembuluh darah sebagai
tindakan sementara dapat dilakukan tindakan penekanan
daerah luka atau penekanan pada nadi proksimal dari
luka.Sebagai tindakan definitip adalah ligasi atau
repair dari perlukaan pembuluh darah.

2. Perlukaan syaraf perifer :
Pada luka bersih, maka repair syaraf dapat dilakukan
secara primer, pada luka terkontaminasi atau terinfeksi
dilakukan secara sekunder.

3. Perlukaan tendo :
Bila luka dijahit primer maka tendo juga diusahakan
untuk dijahit secara primer. Perkecualian adalah pada
daerah "no mans land" pada tangan dimana dimana
repair dilakukan secara sekunder.

4. Perlukaan daerah toraks dan abdomen :
Harus selalu ditentukan apakah luka tembus atau tidak.

5. Perlukaan daerah wajah dan kepala :
Apabila terdapat luka pada daerah kepala maka rambut
harus dicukur terlebih dahulu. Alis tidak diperbolehkan
untuk dicukur.
Apabila terdapat perdarahan maka langsung dilakukan
penjahitan tanpa hemostasis kecuali bila terkena
pembuluh darah sedang atau besar.
Perlukaan pada daerah pipi harus dipastikan bahwa tidak
terdapat kerusakan pada n.VII ataupun ductus Stenoni.

6. Perlukaan daerah leher :
Apabila luka dalam dan ada kemungkinan terkena organ
penting (pembuluh darah dsb) maka perlu eksplorasi.

Menunda Kesenangan Demi Investasi

Hari ini saya hendak membahas mengenai salah satu penelitian menarik
yang dilakukan di luar negeri. Dalam penelitian ini, dikumpulkanlah
sejumlah anak kecil ke dalam satu ruangan. Setiap anak ditawarkan
sebuah permen cokelat dan diberikan dua buah pilihan. Sang anak
boleh langsung memakan permen cokelat tersebut atau menunggu selama
30 menit. Bagi yang bersedia menunggu hingga 30 menit akan diberikan
dua buah permen cokelat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian anak bersedia menunggu
untuk mendapatkan dua buah permen cokelat.

Kemudian penelitian dilanjutkan pada 30 tahun selanjutnya untuk
melihat situasi anak-anak yang langsung memakan permen cokelat
tersebut atau menunggu 30 menit. Ternyata, yang menarik disini
adalah anak-anak yang bersedia menunggu memiliki kualitas kehidupan
yang lebih baik. Mereka lulus dengan nilai yang lebih tinggi,
menjadi karyawan yang lebih baik, ataupun menjadi pengusaha yang
lebih sukses.

Yang perlu diperhatikan dari penelitian ini adalah kemampuan
dari anak-anak untuk menunda kesenangan mereka. Kita semua tahu
anak-anak pasti suka permen cokelat. Disini mereka harus menahan
keinginan mereka untuk memakan permen tersebut selama 30 menit
untuk mendapatkan satu buah permen tambahan.

Bagaimana dengan Anda, Saudara Asrul Mappiwali?

Katakanlah Saudara Asrul Mappiwali mendapatkan rejeki, seperti bonus
akhir tahun, sebesar 10 juta rupiah. Apa yang akan Anda lakukan?

Apakah Saudara Asrul Mappiwali langsung berbelanja dan menghabiskan
seluruh 10 juta rupiah itu?

Atau Saudara Asrul Mappiwali dapat menahan kesenangan, dan
menginvestasikan 10 juta rupiah tersebut? Katakanlah dana tersebut
ditaruh ke reksa dana saham dengan rata-rata return 18% per tahun.
Uang tersebut akan menjadi 20 juta rupiah dalam waktu 4 tahun.

Disini kemampuan menunda kesenangan akan berpengaruh besar.Apabila
Saudara Asrul Mappiwali tidak dapat menahan keinginan untuk
berbelanja, maka dalam bulan itu juga seluruh uang tersebut akan
habis. Bahkan orang cenderung berbelanja lebih banyak daripada yang
dia dapatkan.

Perlu diingat bahwa dalam pengelolaan keuangan pribadi yang
benar, kita harus menyimpan minimal 10% dari seluruh uang
yang kita dapatkan untuk ditabung atau diinvestasikan. Dalam
kasus diatas, kita harus dapat menyisihkan minimal satu juta
rupiah untuk ditabung.

Jadi, sebelum kita berbelanja, pisahkanlah antara apa saja
yang termasuk kebutuhan, dan apa saja yang termasuk keinginan.
Kita boleh membeli barang-barang yang memang kita butuhkan. Namun
sebisa mungkin tundalah pembelian barang-barang yang hanya untuk
kesenangan. Dengan demikian maka kita bisa mendapatkan lebih banyak
uang yang bisa kita investasikan.

Sekian dulu artikel saya untuk hari ini. Sampai jumpa pada
kesempatan berikutnya.

Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Hiponatremia
Hiponatremia sering dijumpai dan bisa fatal. Penurunan osmolalitas plasma menyebabkan air bergerak ke dalam sel. Ini bisa menyebabkan edema otak. Jika Na+ serum < 120 mmol/L pasien cenderung kehilangan kesadaran dan/atau bingung, dan memiliki risiko kejang. Hiponatremia ringan (>125 mmol/L) mungkin menunjukkan suatu kelainan dasar yang membutuhkan perhatian, namun hiponatremia itu sendiri tidak memiliki dampak buruk dan ditoleransi dengan baik.
Hiponatremia pra bedah bisa akut atau kronik, dan ini mempengaruhi urgensi dan jenis terapi. Idealnya, hiponatremia bermakna yang dideteksi pada masa prabedah harus didiagnosis dan dikoreksi sebelum pembedahan dan anestesi.
Hiponatremia akut pasca bedah lebih cenderung menyebabkan gejala-gejala serebral dan bisa fatal. Laju penggantian Na+ serum lebih penting daripada kadar aktual.

Sebab-sebab
Hasil laboratorium bisa semu jika sampel darah diambil dari pembuluh proksimal dari insersi infus dektrosa atau dekstrosa/ salin. Bilamana mungkin coba akses hasil darah sebelumnya.

Hiponatremia pra bedah
• Hiponatremia biasa mengikuti dehidrasi. Pada pasien bedah, ini biasanya dari kehilangan gastrointestinal.
• Hiponatremia kronik dapat terjadi pada pasien yang mendapat diuretik secara reguler.
• Jarang-jarang, hiponatremia kronik dapat terjadi karena sekresi ADH yang tidak wajar dari suatu tumor.
• Insufisiensi adrenal merupakan penyebab langka dari hiponatremia (walaupun idealnya harus dicegah dengan steroid pada pasien yang rentan). Anamnesis dan pemeriksaan fisik dan jika perlu tes synachten akan menyingkirkan ini.
• Edema (gagal jantung, gagal hati, sindrom nefrotik) sering mengakibatkan hiponatremia.

Hiponatremia pasca bedah
• Hiponatremia pasca bedah biasanya disebabkan oleh pemberian berlebihan infus D5 atau dekstrosa 4%/NaCl 0,18%. Nyeri pasca bedah, hipotensi, nausea dan beberapa obat bisa meningkatkan sekresi ADH (antidiuretic hormone), sehingga mengganggu ekskresi air bebas oleh ginjal.
• Jika pasien telah menjalani TURP (transurethral resection of prostate) atau TCRE(transcervical resection of endomet-rium), bisa terjadi pengenceran karena penyerapan glisin 1,5% (larutan irigasi) melalui sinus venosa yang terbuka.
• SIADH (syndrome of inappropriate antidiuretic hormone) merupakan temuan akut yang tidak biasa pada situasi pasca bedah tetapi kadang-kadang bisa menjadi komplikasi pneumonia. (Catatan: ADH disekresi sebagai respons normal terhadap pembedahan mayor. Ini wajar dan tidak menyebabkan hiponatremia).


Risiko
• Hiponatremia dengan gejala neurologi berat (kegaduhan, penurunan kesadaran, kejang) merupakan kedaruratan medis.
• Kadar Na+ < 120 mmol/L perlu terapi darurat karena ada risiko kerusakan neurologis.
• Kadar Na+ 120-130 mmol/L jarang menyebabkan komplikasi buruk. Biasanya tidak membutuhkan intervensi darurat. Jika pasien memperlihatkan gangguan fungsi mental, harus dicari penyebab alternatif. Tetapi kadang-kadang satu-satu penjelasan adalah kadar Na+ serendah 120an.

Pendekatan diagnostik
Berbagai sebab hiponatremia terbaik dinilai menurut status volume pasien: normovolemik, deplesi volume atau kelebihan cairan. Skala waktu (akut atau kronik) mempengaruhi kecepatan koreksi hiponatremia.
• Hiponatremia normovolemik : ini merupakan keadaan pengenceran (dilutional) dengan volume sirkulasi normal. Tidak ada edema dan TD normal. Jenis ini merupakan yang terbanyak untuk hiponatremia pasca bedah dan biasanya disebabkan karena terapi iv yang kurang tepat dengan dekstrosa 5% atau D5/saline.
• Hiponatremia dengan deplesi volume: akan ada bukti kehilangan gastrointestinal. Turgor kulit berkurang, lidah kering. TD mungkin rendah; jika normal bisa menyebabkan pasien terjatuh (jika pasien tidak bisa berdiri, bahkan mendudukkan pasien dalam posisi tegak di ranjang bisa menyingkap adanya hipotensi postural.
• Hiponatremia dengan kelebihan cairan: terdapat edema perifer atau edema paru. Gagal jantung merupakan penyebab paling mungkin. Gagal hati dan gagal ginjal bisa disingkirkan hanya dengan tes laboratorium sederhana. Terapi yang sesuai biasanya memperlambat atau menghentikan cairan iv dan/atau membatasi asupan oral. Diuretik akan dibutuhkan.



Tatalaksana
Banyak silang pendapat mengenai terapi hiponatremia. Pilihannya adalah memberikan garam (biasanya sebagai normal saline), atau membatasi asupan air. Yang terpenting adalah terapi agresif dari hiponatremia asimtomatik justru lebih merugikan. Di lain pihak, terapi yang terlambat dari hiponatremia dengan komplikasi neurologis bisa berakibat fatal. Jika hiponatremia diketahui baru terjadi (24-36 jam) atau jika ada komplikasi serebral, maka perlu koreksi cepat. Jika tidak, bertindaklah lebih perlahan karena sindrom mielinolisis pontin (demielinisasi osmotik) bisa diinduksi oleh koreksi cepat dari hiponatremia kronik ( >2-3 hari).

Terapi darurat untuk pasien dengan coma dan kejang
Berlakukan prosedur resusitasi standar untuk coma –periksa jalan napas, berikan O2, pantau saturasi O2; periksa TD, dan gula darah. Pertimbangkan rawat di ICU. Terapi selanjutnya tergantung pada status volume pasien.
• Deplesi volume: terapi di sini adalah memberikan normal saline secepat yang diperlukan untuk memulihkan volume sirkulasi ke normal. Ini terbaik dinilai dengan memasang CVP.
• Normovolemia: berikan NaCl hipertonik.
• Kelebihan beban cairan (atau gagal jantung): berikan NaCl hipertonik bersamaan dengan loop diuretic. Pasang kateter kandung kemih dan berikan furosemid iv dengan dosis berulang 20-40 mg untuk mengusahakan diuresis secepat mungkin sehingga membuang volume saline yang diinfus plus cairan yang berlebih.

Terapi untuk hiponatremia asimtomatik atau kronik
NaCl hipertonik tidak diindikasikan: Berikan NaCl 0,9% jika ada deplesi volume. Jika tidak, batasi asupan air dan biarkan homeostasis memulih perlahan-lahan.

Terapi NaCl hipertonik (3%) untuk hiponatremia akut dengan gejala neurologi beratTidak berlaku jika ada deplesi volume
Tujuannya adalah menambah Na+ serum sebesar 20 mmol/L atau menjadi 130 mmol/L dan memulihkan tingkat kesadaran

Pasien harus dikelola di HDU atau ICU
1. Taksir air tubuh total (TBW = total body water). TBW berkisar dari 35% berat badan pada wanita gemuk berusia lanjut sampai 60% pada pria.
2. Volume (dalam ml) NaCl 3% yang akan menaikkan kadar Na+ serum sebesar 1mmol/L adalah dua kali TBW (dalam liter).(Ini disebabkan NaCl 3% mengandung 1 mmol Na+/2 ml)
3. Kecepatan maksimum untuk koreksi adalah 1,5-2 mmol/L per jam untuk 3-4 jam pertama. Sesudah itu, laju kenaikan Na+ serum tidak boleh melebihi 1 mmol/L per jam, atau tidak lebih 12 mmol dalam 24 jam pertama.
4. Pompa infus sebaiknya digunakan. Catat kalkulasi anda. Gunakan kalkulator. Minta bantuan orang lain untuk memeriksa. Ada dokter pernah dituntut di pengadilan karena salah menghitung di tengah malam!

Contoh:
Konsentrasi Natrium : 115 mmol/L
Berat pasien : 70 kg
Jenis kelamin: pria
TBW = 70 x 0,6 = 42 L
Jadi 84 ml NaCl 3% akan menaikkan serum Na+ sebesar 1 mmol/L
Volume toral NaCl 3% yang harus diberikan dalam 24 jam pertama adalah 12 x 84 ml = 1008 ml.
Berikan 126 ml/jam (1,5 mmol/L per jam) untuk 3 jam pertama
Berikan sisanya 730 ml selama 21 jam berikutnya (35 ml/jam).

Ini akan mengkoreksi natrium serum menjadi 127 mmol/L dalam 24 jam, dan NaCl 3% bisa diberikan lebih menurut hasil lab.







Hipernatremia
Hipernatremia disebabkan peningkatan Na+ tubuh, defisiensi air, atau keduanya. Dalam konteks bedah biasanya kehilangan air melebihi kehilangan Na+, namun untuk menghasilkan hipernatremia, asupan air harus kurang juga. Ini dapat disebabkan oleh hilangnya rasa haus akibat sedasi pasca bedah, atau pasien tidak boleh makan/minum. Bukti defisiensi air (turgor kulit berkurang, hipotensi, vasokonstriksi) biasanya jelas.

Sebab-sebab
Pra bedah
• Dehidrasi dengan kehilangan air melebihi kehilangan Na+, misal kehilangan gastrointestinal tanpa asupan cairan.
• Diabetes tak-terkontrol yang menyebabkan diuresis osmotik.
• Sebab-sebab jarang lain (hiperaldosteronisme primer, diabetes insipidus sentral). Dapat terjadi setelah pem-bedahan saraf atau trauma otak.

Pasca bedah
• Penggantian cairan yang tidak benar di mana NaCl 0,9% diberikan melebihi kehilangan Na+. Banyak kehilangan cairan – diare dan luka bakar menyebabkan dehidrasi hipoosmolar, dan tanpa rasa haus normal atau asupan oral, penggantian cairan dengan normal saline saja tidak sesuai.
• Pasien yang telah mendapat sejumlah besar cairan iv yang mengandung salin (larutan Ringer laktat atau Hartmann, koloid atau NaCl 0,9%) dan telah diberikan diuretik untuk edema dapat mengalami hipernatremia.
• Diabetes insipidus nefrogenik setelah obstruksi saluran kemih mereda. Fungsi tubuli ginjal rusak oleh obstruksi kronik dan kemampuan pemekatan urin dapat hilang secara menetap. Kehilangan air yang melebihi kehilangan Na+ pada situasi ini menjurus ke hipernatremia jika pasien tidak mendapat cukup air.
Risiko
• Kelebihan Na+ bisa menyebabkan kegaduhan mental atau coma karena dehidrasi selular yang disebabkan penyu-sutan sel otak. Ruptur vena sekunder dan perdarahan subaraknoid bisa terjadi. Kemungkinan ini terjadi kecil, kecuali jika Na+ > 158 mmol/L.
• Hipernatremia derajat ringan biasanya bukan suatu bahaya, tetapi defisiensi air yang melandasi serta hipovolemia dapat mengakibatkan komplikasi vaskular yang disebabkan sirkulasi lamban dari darah yang kental. Insufisiensi serebral dan koroner paling mungkin terjadi, dengan kemungkinan gagal ginjal jika volume sirkulasi tidak cepat dipulihkan.

Pendekatan diagnostik
• Singkirkan diabetes.
• Apakah pasien memiliki obstruksi saluran kemih yang sudah diatasi: prostat, tumor, batu?
• Apakah cairan yang diberikan terutama normal saline? Periksa kartu imbang cairan.
• Apakah pasien tidak bisa minum seperti biasa?
• Apakah ada kehilangan cairan berlebihan dari saluran cerna?

Tatalaksana
Kalkulasi defisit air
Hipernatremia dikelola dengan menghitung defisit air tubuh dan menggantinya. Defisit air bisa dihitung menurut langkah-langkah yang dimuat pada Box 44.2.

Kecepatan koreksi
• Jika hipernatremia bersifat kronik, koreksi harus dilakukan lambat-lambat. Seperti halnya hiponatremia, koreksi cepat bisa lebih merugikan daripada gangguan fisiologis itu sendiri. Hipernatremia pada mulanya menyebabkan penyusutan otak, tetapi setelah 1-3 hari, volume otak dipulihkan dengan ambilan solute ke dalam sel. Jika air diberikan cepat, edema serebral bisa terjadi, disertai kejang, kerusakan otak permanen dan kematian.
• Dalam konteks bedah, hipernatremia cenderung terjadi akut dan ini bisa dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium. Di sini hipernatremia boleh dikoreksi dengan cepat. Tujuannya adalah merendahkan Na+ serum tidak lebih cepat dari 0,5 mmol/L per jam. Di samping itu, terapi tidak perlu dilanjutkan sekali Na+ telah turun menjadi 145 mmol/L.
• Pada contoh dalam Box 44.2, kelebihan Na+ sebesar 28 mmol/L harus dikoreksi dengan memberikan 4,8 L air selama 56 jam (86 ml/jam). Di samping itu, insensible loss adalah  40 ml/jam dan jumlah urin paling sedikit 40 ml/jam, sehingga air bisa diberikan dengan kecepatan 160 ml/jam.

Kalkulasi defisit air pada hipernatremia
Asumsi-asumsi
Na+ serum normal adalah 140 mmol/L
Air tubuh adalah 50% berat badan pada wanita, 60% BB pria
Pada dehidrasi, air tubuh lebih sedikit 10%

Air tubuh normal (NBW) = air tubuh sekarang (CBW) x Na+ serum
140
Defisit air = NBW – CBW

Oleh karena itu

Defisit air = CBW x Na+ serum - CBW = CBW x Na+ -1
140 140

Contoh

Pasien wanita, berat badan 60 kg, Na+ serum 168 mmol/L

CBW = 40% x 60 = 30 L

Defisit air = 40% x 60 x 168 -1 = 4,8 L
140




Cara pemberian air dan pemantauan
• Jika pasien bisa minum berikan air per oral.
• Jika tidak, berikan desktrosa 5% iv.
• Pantau jumlah urin setiap jam, usahakan paling sedikit 30 ml/jam.
• Periksa Na+ serum setiap 6 jam untuk mengusahakan penurunan tidak melebihi 0,5 mmol/L per jam.
• Ketika Na+ serum < 145 mmol/L, berikan cairan pengganti normal.

Hipokalemia
Hipokalemia lazim dijumpai pada pasien bedah. K+ < 2,5 mmol/L berbahaya dan perlu tatalaksana segera sebelum pembiusan dan pembedahan.
Defisit 200-400 mmol perlu untuk menurunkan K+ dari 4 ke 3 mmol/L. Demikian juga defisit serupa menurunkan K+ dari 3 ke 2 mmol/L.

Sebab-sebab
• Asupan berkurang : asupan K+ normal adalah 40-120 mmol/hari. Umumnya ini berkurang pada pasien bedah yang sudah anoreksia dan tidak sehat.
• Meningkatnya influks K+ ke dalam sel: alkalosis, kelebihan insulin, -agonis, stres dan hipotermia semuanya menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Tidak akan ada deplesi K+ sejati jika ini adalah satu-satunya penyebab.
• Kehilangan berlebihan dari saluran cerna: muntah-muntah, diare, dan drainase adalah gambaran khas seorang pasien sebelum dan setelah pembedahan abdomen. Penyalah-gunaan pencahar pada usia lanjut biasa dilaporkan dan bisa menyebabkan hipokalemia pra bedah.
• Kehilangan berlebihan dari urin: hilangnya sekresi lambung, diuretik, asidosis metabolik, Mg++ rendah dan kelebihan mineralokortikoid menyebabkan pemborosan K+ ke urin. Mekanisme hipokalemia pada kehilangan cairan lambung bersifat kompleks. Bila cairan lambung hilang berlebihan (muntah atau via pipa nasogastrik), NaHCO3 yang meningkat diangkut ke tubulus ginjal. Na+ ditukar dengan K+ dengan akibat peningkatan ekskresi K+. Kehilangan K+ melalui ginjal sebagai respons terhadap muntah adalah faktor utama yang menyebabkan hipokalemia. Ini disebabkan kandungan K+ dalam sekresi lambung sedikit. Asidosis metabolik menghasilkan peningkatan transpor H+ ke tubulus. H+ bersama K+ bertukar dengan Na+ , sehingga ekskresi K+ meningkat.
• Keringat berlebihan dapat memperberat hipokalemia.

Risiko
• Aritmia jantung, khususnya pada pasien yang mendapat digoksin.
• Ileus paralitik berkepanjangan
• Kelemahan otot
• Keram

Pendekatan diagnostik
• Anamnesis biasanya memungkinkan identifikasi faktor penyebab.
• PH darah dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah. Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Asidosis menyebabkan kehilangan K+ langsung dalam urin.

Tatalaksana
• KCL biasa digunakan untuk menggantikan defisiensi K+, karena juga biasa disertai defisiensi Cl-.
• Jika penyebabnya diare kronik, KHCO3 atau kalium sitrat mungkin lebih sesuai.
• Terapi oral dengan garam kalium sesuai jika ada waktu untuk koreksi dan tidak ada gejala klinik.
• Penggantian 40-60 mmol K+ menghasilkan kenaikan 1-1,5 mmol/L dalam K+ serum, tetapi ini sifatnya sementara karena K+ akan berpindah kembali ke dalam sel. Pemantauan teratur dari K+ serum diperlukan untuk memastikan bahwa defisit terkoreksi.


Kalium iv
• KCl sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami hipokalemia berat.
• Secara umum, jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus. Gunakan sediaan siap-pakai dari pabrik. Pada koreksi hipokalemia berat (< 2 mmol/L) , sebaiknya gunakan NaCl bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2-1,4 mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.
• Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9% menyediakan 40 mmol K+ /L. Ini harus menjadi standar dalam cairan pengganti K+.
• Volume besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika ada aritmia jantung, dibutuhkan larutan K+ yang lebih pekat diberikan melalui vena sentral dengan pemantauan EKG. Pemantauan teratur sangat penting. Pikirkan masak-masak sebelum memberikan > 20 mmol K+/jam.
• Konsentrasi K+ > 60 mmol/L sebaiknya dihindari melalui vena perifer, karena cenderung menyebabkan nyeri dan sklerosis vena.
• Jika anda menambahkan KCl ke dalam infus, periksa dosis dengan dokter lain serta perawat yang akan memberikan infus. Telah dilaporkan kematian karena penggantian K+ dalam konsentrasi salah.

Hiperkalemia
Yang menjadi kedaruratan medis bukanlah semata-mata K+ serum di atas kisaran normal (> 6,5 mmol/L), melainkan penyebab yang mendasarinya (misal insufisiensi adrenal). Perlu diingat menjelang anda menerima laporan laboratorium dari hiperkalemia, situasi akan berubah dalam beberapa jam. Selalu ulang pemeriksaan saat anda memulai terapi.
K+ di atas 6,5 perlu koreksi cepat. Menurut tradisi, perubahan EKG harus dicari, namun menjelang gelombang T meninggi (peak T wave) atau QRS melebar, henti jantung sedang mengancam. Jangan tunggu EKG sebelum memulai pengobatan, namun mulai pemantauan EKG selama pengobatan.

Sebab-sebab
• Temuan laboratorium mungkin hanya artefak: sampel terlalu lama ketika sampai di lab atau pungsi vena sukar (hemolisis)?
• Asidosis menyebabkan perpindahan K+ dari sel ke plasma. Sebab-sebab tipikal mencakup ketoasidosis diabetik, gangguan ginjal atau sebab lain dari asidosis metabolik.
• Gagal ginjal, apalagi bila disertai asidosis.
• Obat yang menghambat ekskresi K+ pada kemunduran fungsi ginjal ringan: penghambat ACE, AINS, diuretik hemat kalium (amiloride, spironolakton).
• Defisiensi insulin pada pasien diabetes dengan hiperglikemia.
• Insufisiensi adrenal.
• Transfusi darah massif: K+ merembes keluar sel darah ketika darah disimpan. Kadang-kadang transfusi darah massif bisa mengakibatkan beban K+ melebihi laju ekskresi ginjal – ini lebih sering pada pasien syok yang asidosis.
• Nekrosis jaringan (luka bakar, gangrene, crush injury) menyebabkan lepasnya K+ intraseluler.

Risiko
• Risiko henti jantung berkaitan bukan hanya dengan derajat hiperkalemia tetapi akibat dari kombinasi faktor-faktor berikut: asidosis, hipoksia, hipokalsemia dan overaktivitas simpatis (karena nyeri atau syok). Henti jantung jarang dengan K+ > 7 mmol/L kecuali jika ada faktor-faktor lain. Di atas kadar itu, hiperkalemia per se bisa mengakibatkan henti jantung.
• Karena resusitasi pasien yang telah mengalami henti jantung akibat hiperkalemia biasa gagal, hiperkalemia berat harus diatasi segera.

Pendekatan diagnostik
• Apakah ada kemunduran fungsi ginjal dideteksi pada pra bedah? Jika ya, apakah hiperkalemia dicetuskan oleh asidosis, beban K+ yang berlebihan, atau penggunaan obat yang menghambat ekskresi K+ (lihat atas)?
• Apakah pasien telah mengalami gagal ginjal pasca bedah? Apakah pasien masih bisa berkemih?
• Apakah ada ketoasidosis diabetik? Periksa dengan BM-stick.
• Apakah mungkin insufisiensi adrenal? cari tahu kadar Na+ rendah dan TD rendah. Apakah pasien memiliki risiko supresi adrenal dari terapi steroid sebelumnya?

Tatalaksana
Blok efek langsung K+ terhadap jantung
• Ca2+ menyekat efek K+ terhadap jantung
• Berikan 10 ml kalsium glukonat 10% iv selama 1-2 menit. Ini aman dan bisa diulang setiap 5 menit untuk 4 dosis jika EKG terus memperlihatkan gambaran hiperkalemia—gelombang T runcing dan tinggi, QRS complex melebar.
• Ca2+ bisa menyelamatkan jiwa bila diberikan segera.

Turunkan K+
Tiga obat menurunkan K+ plasma dengan mekanisme berbeda: insulin, -agonis, seperti salbutamol dan NaHCO3.
• Insulin memindahkan K+ ke dalam sel
- 15 U soluble insulin sebaiknya diberikan bolus bersama 50 ml dekstrosa 50% untuk mencegah hipoglikemia kecuali jika pasien mengidap diabetes tak-terkontrol. Biasanya ini akan menurunkan K+ dalam waktu 30-60 menit.
- Ikuti ini dengan infus insulin pada kecepatan 4 U/jam dengan jumlah cukup dekstrosa untuk memelihara gula darah normal. Dekstrosa 50% yang diberikan dengan kecepatan 50 ml/jam biasanya memuaskan tetapi gula darah harus dipantau.
- Catatan: dekstrosa 50% sangat mengiritasi jaringan. Kanula besar dan vena sentral lebih disukai untuk jalan masuk.
• -agonis seperti salbutamol kurang banyak digunakan sebagai terapi untuk hiperkalemia.
- Salbutamol bisa diandalkan menurunkan K+ sebesar kira-kira 1 mmol/L dan efektif bila diberikan dengan nebulizer.
- 5 mg salbutamol nebulizer seefektif insulin dalam menurunkan K+ dan bersifat additif. Ini juga menghindari risiko ekstravasasi dekstrosa 50%.


Tatalaksana darurat dari hiperkalemia
1. Berikan 10 ml kalsium glukonat 10% iv selama 1-2 menit
2. Berikan 15 u soluble insulin dengan bolus bersama 50 ml dekstrosa 50%
3. Berikan 5 mg salbutamol nebulizer dengan masker.
4. Koreksi asidosis dengan NaHCO3.
5. Hentikan obat-obat yang bisa menyebabkan hiperkalemia.
6. Berikan resonium 15 gr setiap 6 jam per oral atau 30 mg bd per reaktum dengan enema.
7. Pertimbangkan dialisis.

• NaHCO3:
1. Asidosis penting dikoreksi karena meningkatkan risiko henti jantung
2. Koreksi asidosis menurunkan K+ dengan menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel.
3. Koreksi asidosis menurunkan kadar Ca2+, dan tetani bisa dicetuskan jika Ca2+ tidak diberikan sebelum NaHCO3.

Faktor-faktor risiko lain
• Berikan O2
• Atasi nyeri atau kecemasan

Atasi sebab-sebab yang mendasari:
• Hentikan obat-obat berikut: AINS, Penghambat ACE. Diuretik hemat kalium.
• Kelola diabetes
• Pikirkan dan obati insufisiensi adrenal
• Buang jaringan nekrotik, amputasi anggota gerak yang mati.

Cegah rebound
- Hiperkalemia dapat mencuat kembali jika pasien berada dalam gagal ginjal dan tidak ada diuresis.




Koreksi asidosis < pH 7,2 pada pasien dengan hiperkalemia
1. Berikan Ca2+ intravena sebelum mengkoreksi asidosis (lihat teks di atas).
2. Cek gas darah arteri dan hitung defisit total HCO3-:

Defisit HCO3- total(mmol) = defisit basa x berat badan dalam kg
3
(Volume distribusi bikarbonat adalah sepertiga berat badan)
3. Koreksi separuh defisit basa selama 15-30 menit
4. Gunakan NaHCO3 isotonik (1,26%) jika ada deplesi volume (skenario biasa). NaHCO3 1,26% mengandung 150 mmol HCO3-
Larutan hipertonik (4,2% dan 8,4%) biasanya tidak sesuai.

Contoh
Berat badan pasien 60 kg
Defisit basa 10 mmol/L
Total defisit HCO3- = (10 x 60) = 200 mmol
3
Jadi, 100 mmol HCO3- bisa digantikan cepat untuk mengkoreksi separuh defisit.

Volume NaHCO3- 1,26% yang harus diinfus = 100/150 x 1 L = 667 ml


• Jika pasien ada berkemih, tindakan di atas merupakan terapi yang memadai sampai sebab yang melandasi telah dikoreksi.
• Pasien dalam gagal ginjal bisa dibiarkan dengan tindakan-tindakan di atas sampai dipindahkan ke unit dialisis, namun ini bukan merupakan solusi definitif.
• Resonium (resin untuk menyerap K+) bisa diberikan per oral (15 gr setiap 6 jam atau 30 gr rektal dengan enema dua kali sehari) jika pasien tidak mengeluarkan urin dan sedang menunggu ke unit ginjal. Resonium tidak perlu diberikan secara rutin.




Hiperkalsemia
Gambaran klinik
Hiperkalsemia bisa dideteksi untuk pertama kali ketika masuk ke bangsal bedah. Hiperkalsemia dapat menjadi penyebab dari gejala-gejala yang dikeluhkan: nyeri abdomen, nausea, muntah, konstipasi, anoreksia, penurunan berat badan dan batu ginjal. Hiperkalsemia dapat merupakan akibat dari masalah bedah primer, khususnya jika ini penyakit ganas: metastasis tulang dari kanker payudara, prostat, kolon, ginjal, tiroid, paru-paru, atau ovarium. Sering ini merupakan temuan yang tak terkait, khas pada hiperparatiroid primer pada wanita setengah baya atau usia lanjut.
• Hiperkalsemia moderat (< 3 mmol/L) jarang menyebabkan problema klinik selain haus, poliuria dan dehidrasi sedang, tetapi bisa diperberat oleh dehidrasi dan imobilisasi. Hiperparatiroid primer adalah penyebab tersering dari Ca yang sedikit meninggi pada pasien yang keadaan umumnya baik. Tak ada risiko khusus seandainya dehidrasi dicegah atau dikoreksi.
• Hiperkalsemia berat (< 3 mmol/L) harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan risiko aritmia jantung, penurunan kesadaran dan dehidrasi berat. Keganasan adalah penyebab yang biasa.
• Hiperkalsemia semu bisa muncul jika darah diambil dari pasien dehidrasi, atau dengan pemasangan turniket yang terlalu lama. Keadaan-keadaan ini menjurus ke peninggian Ca bersama dengan albumin serum. Kebanyakan lab mengkoreksi kadar albumin sehingga hasil bisa diinterpretasikan lebih baik. Namun, bijaksana untuk mengulang pemeriksaan Ca jika meninggi dan ada kesukaran mengambil sampel darah.

Interpretasi lab
• Ca yang aktif biologis adalah fraksi terionisasi (Ca2+), yang tidak berikatan dengan protein. Kisaran normal untuk Ca2+ adalah 1,07-1,27 mmol/L. Walaupun beberapa lab menawarkan tes ini secara rutin, kebanyakan mesin analisis gas darah melaporkan Ca2+. Hiperkalsemia bersifat serius jika Ca2+ > 1,5 mmol/L.
• Interpretasi total Ca serum perlu memperhitungkan konsentrasi albumin serum, karena Ca berikatan dengan albumin. Jika total Ca rendah diikuti dengan albumin rendah, Ca mungkin biologis normal. Ada beberapa rumus untuk mengkoreksi albumin serum dan satu di Box 44.5 adalah mudah dan agak akurat. Rumus ini harus digunakan hanya jika hasil lab tidak dikoreksi untuk albumin. Kebanyakan laboratorium sudah mengkoreksi Ca, jadi jangan mengkoreksinya dua kali.

Koreksi Ca serum
‘corrected’ Ca = uncorrected Ca - 0,025 x (serum albumin - 40)
(rumus juga berlaku dalam interpretasi kadar Ca yang rendah bila albumin rendah)

Sebagai contoh, anggap uncorrected Ca 2,8 mmol/L dengan albumin 48 g/L.:
Corrected Ca = 2,8 – 0,025 (48-40) = 2,8-0,2 = 2,6 mmol/L

Jangan tulis dalam kartu pasien kadar Ca total sebagai ‘Ca2+’ = 1,8 mmol/L; simbol ‘Ca2+’ berarti Ca ion, dan hasil akan menunjukkan hiperkalsemia berat, sedangkan Ca total 1, 8mmol/L berarti rendah.


Sebab-sebab (sesuai urutan kekerapannya)
• Hiperparatiroid primer
• Metastasis tulang
• Mieloma
• Iatrogenik- bisanya vitamin D atau derivatnya (alfacalcidol, dihidroksikolekalsiferol); milk-alkali syndrome sangat jarang.
• Sarkoid (jarang)
• Tirotoksikosis (sangat jarang)


Risiko
• Poliuria, dehidrasi, hipotensi
• Ngantuk, bingung

Risiko jangka panjang dari hiperkalsemia (batu ginjal, gagal ginjal, kalsifikasi kornea) tidak relevan untuk manajemen akut pasien bedah.

Pemeriksaan
• Na+, K+, urea, kreatinin (hiperkalsemia bisa menyebabkan poliuria dan gagal ginjal)
• Fosfat (rendah pada hiperparatiroid)
• Albumin (biasanya rendah pada metastasis)
• Fosfatase alkali (meninggi pada metastasis tulang, sarkoid, tirotoksikosis)
• Prostate specific antigen (meninggi pada kanker prostat metastatik)
• LED (sangat tinggi pada mieloma, dapat meninggi pada metastasis)
• Elektroforesis protein serum, susum tulang untuk mieloma
• PTH (meninggi pada hiperparatiroid, tertekan pada sebab-sebab lain)

Manajemen
• Idealnya hiperkalsemia didiagnosis dan dikoreksi sebelum operasi. Risiko pembedahan pada hiperkalsemia ringan tidak tinggi. Cukup usahakan hidrasi adekuat dengan pemberian NaCl 0,9% selama puasa pra bedah dan diteruskan pada pasca bedah.
• Operasi elektif sebaiknya ditunda jika kadar kalsium > 3 mmol/L
• Operasi darurat atau mendesak pada pasien dengan hiperkalsemia berat harus ditunda sampai tindakan berikut telah diambil:
o kateter kandung kemih untuk pemantauan jumlah urin setiap jam.
o Rehidrasi dengan 1000 ml NaCl 0.9% selama 1 jam, disusul 4-6 L dalam 24 jam berikutnya.
o CVP untuk memandu penggantian cairan iv
o Pamidronate 60 mg iv dalam 500 ml saline selama 4 jam (Ca akan turun dalam 2 hari kecuali hiperparatiroid sebagai penyebabnya).
• Hiperkalsemia dapat muncul atau meningkat pada pasca bedah karena dehidrasi atau imobilisasi. Ini khas pada pasien usia lanjut. Tatalaksananya adalah rehidrasi, pemantauan fungsi ginjal, dan pamidronate seperti di atas.

Hipokalsemia
• Jarang pada pasca bedah kecuali jika pasien telah menjalani operasi tiroid atau paratiroid. Hipokalsemia dapat timbul sebagai komplikasi gagal ginjal akut, pankreatitis, atau crush injury syndrome.
• Risikonya adalah penurunan ambang rangsang neuromuskular terhadap kejang, interval QT memanjang pada EKG yang merupakan predisposisi untuk aritmia ventrikel. Munculnya tetani selama pengukuran TD berulangkali merupakan petunjuk klinik penting.
• Hipokalsemia semu bisa menimbulkan kekhawatiran jika kadar Ca yang tampak rendah tidak sinkron dengan kadar albumin (lihat bagian hiperkalsemia di atas).
• Ca2+ sekali lagi merupakan cara yang lebih langsung menilai dampak langsung dari rendahnya Ca (lihat atas). Alat analisis gas darah sering mengukur ion Ca2+, kisaran normal 1,07-1,27 mmol/L. Hipokalsemia berbahaya jika total Ca < 2,0 mmol/L atau ion Ca 2+ < 0,9 mmol/L.

Manajemen
• Jika corrected Ca > 2 mmol/L (atau Ca2+ > 0,9 mmol/L), berikan suplemen Ca oral dan pantau Ca setiap hari.
• Jika corrected Ca < 2 mmol/L (atau Ca2+ < 0,9 mmol/L), berikan berikut:
o 10 ml 10% kalsium glukonat iv dalam 1-3 menit
o alfacalcidol atau dihydrocholecalciferol 1-5 g oral
• Periksa kadar Ca pada 4 jam kemudian;
• jika tidak naik, mulai infus 2-5 ml/jam kalsium glukonat 10% dengan infus kontinyu menggunakan syringe driver.
• Periksa ulang Ca setiap hari
• Overkoreksi temporer tidak merugikan.

Hipomagnesemia
Prevalensi
• Ditaksir terdapat pada 7% pasien rawat-inap, tetapi banyak kasus asimtomatik, dan tidak memerlukan terapi agresif.
• Seringkali bersamaan dengan hipokalsemia dan hipokalemia. Selalu periksa kadar Mg2+ jika kadar Ca2+ atau K+ rendah.
• Lazim pada pasien bedah: asupan oral kurang, kehilangan dari saluran cerna akibat diare, muntah dan fistula usus.
• Pasien risiko tinggi lainnya meliputi alkoholik kronik dan pasien yang mendapat terapi diuretik kronik.

Gambaran klinik
• Risiko serupa dengan hipokalsemia dan hipokalemia: kejang, tetani, aritmia ventrikel. Ini hanya mungkin jika Mg2+ < 0,5 mmol/L.
• Ganti atau cegah defisiensi dengan garam Mg2+ yang ditambahkan ke nutrisi enteral dan parenteral.
• Berikan infus Mg2+ pada pasien simtomatik (Box 44.6).

Magnesium intravena untuk koreksi hipomagnese-mia berat dengan gejala.
Injeksi magnesium sulfat 50% mengandung 2 mmol Mg2+ /ml
Berikan 8 mmol Mg2+(4 ml larutan 50%) dalam 10-15 menit.
Ulangi injeksi sekali jika masalah klinik (aritmia, kejang) masih ada.
Ganti defisiensi Mg2+ dengan menginfus 50-72 mmol Mg2+ (25-36 ml larutan 50%) dalam 24 jam


Hipofosfatemia
Epidemiologi dan patofisiologi
10-15% pasien rawat-inap memiliki fosfat serum rendah (<0,8 mmol/L). Proporsi lebih kecil memiliki hipofosfatemia berat (< 0,3 mmol/L). Efek kronik dari kadar fosfat serum yang rendah terhadap metabolisme tulang adalah tidak relevan pada situasi akut. Pada pasien bedah yang berpotensi berbahaya adalah dampak biokimia deplesi fosfat terhadap metabolisme sel:
• Kadar 2,3-DPG (difosfogliserat) eritrosit turun dengan berkurangnya hantaran O2 ke jaringan.
• Kadar ATP intrasel menurun dan fungsi sel yang memerlukan senyawa fosfat energi tinggi bisa terganggu.

Gejala dan tanda
• Sistem saraf: ensefalopati metabolik bisa terjadi dan mengakibatkan iritabilitas dan bingung atau bahkan delirium dan coma.
• Jantung: curah jantung dapat menurun karena gangguan kontraktilitas miokard.
• Pernapasan: bisa terganggu karena kelemahan otot diafragma.
• Fungsi otot: miopati proksimal, disfagia, dan ileus bisa terjadi. Rhabdomyolisis merupakan risiko pada pasien alkoholik dengan hipofosfatemia.
• Sel darah merah: risiko hemolisis meningkat tetapi jarang terjadi akibat hipofosfatemia sendiri.
• Sel darah putih: hipofosfatemia berat bisa menggangggu fagositosis dan chemotaxis dari granulosit.

Sebab-sebab:
Pada pasien bedah ada beberapa faktor kontribusi tipikal terhadap hipofosfatemia. Pertama dari ketiga ini adalah yang terpenting.
• Peningkatan sekresi insulin selama realimentasi: glikolisis memacu fosforilasi karbohidrat di hati dan otot rangka dengan akibat penurunan fosfat serum. Ini cenderung terjadi pada pasien malnutrisi atau alkoholik, atau pasien yang menerima TPN (total parenteral nutrition).
• Alkalosis respiratorik: (sebagai contoh pada pasien ventilasi) menyebabkan peningkatan pH intrasel yang menjurus ke peningkatan glikolisis. Alkalosis adalah penyebab tersering dari hipofosfatemia pada pasien rawat-inap.
• Diare bisa menyebabkan deplesi fosfat ringan.
• Asupan fosfat yang kurang tidak menyebabkan hipofosfatemia karena katabolisme sel melepas fosfat dari sel dan retensi fosfat oleh ginjal bisa mengkompensasi kekurangan asupan.
• Obat: antasid yang mengandung Al3+, Ca 2+, atau Mg 2+ bisa mengikat fosfat di usus dan menyebabkan deplesi ringan.
• Hiperparatiroid primer menyebabkan peningkatan ekskresi fosfat di urin.
• Defisiensi vitamin D menyebabkan hiperparatiroid sekunder, yang juga meningkatkan kehilangan fosfat urin.
• Ekspansi volume akut mengurangi resorpsi Na+ di tubulus proksimal dan meningkatkan kehilangan fosfat urin.




Tatalaksana
Tatalaksana hipofosfatemia ditujukan terutama terhadap penyakit dasarnya. Suplementasi oral tidak sesuai kecuali jika untuk pasien dengan kehilangan kronik melalui urin dan bersifat refrakter.
Suplementasi fosfat iv biasa diberikan pada semua pasien yang menerima TPN, dan infus fosfat adakalanya dibutuhkan pada pasien yang alkoholik dan memiliki risiko rhabdomiolisis karena hipofosfatemia. Dosis iv tidak boleh melebihi 0,08 mmol/kg setiap 6 jam. Fosfat iv memiliki potensi berbahaya dan bisa menyebabkan aritmia jantung.