Asrama Medica merupakan sebuah keluarga dengan ciri khas "kumpul" adalah anak Fakultas Kedokteran UNHAS yang asalanya dari luar Makassar, dengan semangat kekeluargaan yang terbina mendedikasikan diri sebagai pengabdi pandu ilmu sejati, semoga kelak menjadi dokter yang bermartabat, berguna bagi seluruh lapisan masyarakat, dan tentunya bagi agama Allah
Rabu, 10 November 2010
Senin, 19 April 2010
ANAFILAKSIS
Dr. Christopher M, Dr. Albin Immanuel, Dr. Verghese Cherian, Dr. Rebecca Jacob
Pendahuluan
Reaksi anafilaktik atau anafilaksis adalah respon imunologi yang berlebihan terhadap suatu bahan dimana seorang individu pernah tersensitasi oleh bahan tersebut. Saat pasien kontak dengan bahan tersebut, histamin, serotonin, tryptase dan bahan vasoaktif lainnya dilepaskan dari basofil dan sel mast. Reaksi anafilaktoid secara klinik tak dapat dibedakan dengan anafilaksis, tetapi reaksi ini dimediasi langsung oleh obat atau bahan tertentu, dan tidak melalui sensitasi antibodi IgE.
Pelepasan sejumlah kecil histamin secara langsung sering dijumpai pada pemberian obat seperti morfin dan relaksan otot non depolarisasi (tubokurare, alkuronium, atrakurium). Manifestasi klinik biasanya ringan, terdiri dari urtikaria (kemerahan dan pembengkakan kulit), biasanya sepanjang vena, kemerahan pada tubuh dan kadang-kadang hipotensi ringan.
Berbagai macam obat secara potensial dapat menyebabkan reaksi alergi tidak terkecuali bahan yang digunakan dalam praktek anestesi, yang terlibat dalam menyebabkan reaksi anafilaktik antara lain tiopenton, suksametonium, obat pelumpuh otot non depolarisasi, anestetik lokal golongan ester, antibiotik, plasma ekspander (dextran, kanji dan glatin) serta lateks.
Gambaran Klinik Anafilaksis
Gambaran yang paling sering adalah berasal dari kardiovaskuler. Tidak semua gejala terjadi pada setiap pasien – satu gejala mungkin lebih mencolok dibandingkan gejala yang lain. Reaksi berkisar dari yang ringan sampai yang mengancam hidup. Pasien yang sadar akan mengeluhkan serangkaian gejala, tetapi diagnosis lebih sulit pada pasien yang telah dianestesi.
Anafilaksis dicurigai terjadi pada pasien yang telah dianestesi jika timbul hipotensi atau bronkhospasme secara tiba-tiba, terutama jika hal tersebut terjadi setelah pemberian suatu obat atau cairan. Alergi lateks mungkin mempunyai onset yang lambat, kadang-kadang memerlukan waktu sampai 60 menit untuk bermanifestasi.
Kardiovaskuler. Hipotensi dan kolaps kardiovaskuler. Takikardi, aritmia, EKG mungkin memperlihatkan perubahan iskemik. Henti jantung.
Sistem Pernapasan. Edema glottis, lidah dan saluran napas dapat menyebabkan stridor atau obstruksi saluran napas. Bronkospasme – pada yang berat.
Gastrointestinal. Terdapat nyeri abdomen, diare atau muntah.
Hematologi. Koagulopati.
Kulit. Kemerahan, eritema, urtikaria.
Penatalaksanaan
Terapi segera terhadap reaksi yang berat
Hentikan pemberian bahan penyebab dan minta pertolongan
Lakukan resusitasi ABC
Adrenalin sangat bermanfaat dalam mengobati anafilaksis, juga efektif pada bronkospasme dan kolaps kardiovaskuler.
A – Saluran Napas dan Adrenalin
Menjaga saluran napas dan pemberian oksigen 100%
Adrenalin. Jika akses IV tersedia, diberikan adrenalin 1 : 10.0000, 0.5 – 1 ml, dapat diulang jika perlu. Alternatif lain dapat diberikan 0,5 – 1 mg (0,5 – 1 ml dalam larutan 1 : 1000) secara IM diulang setiap 10 menit jika dibutuhkan.
B - Pernapasan
Jamin pernapasan yang adekuat. Intubasi dan ventilasi mungkin diperlukan
Adrenalin akan mengatasi bronkospasme dan edema saluran napas atas.
Bronkodilator semprot (misalnya salbutamol 5 mg) atau aminofilin IV mungkin dibutuhkan jika bronkospasme refrakter (dosis muat 5 mg/kg diikuti dengan 0,5 mg/kg/jam).
C - Sirkulasi
Akses sirkulasi. Mulai CPR jika terjadi henti jantung.
Adrenalin merupakan terapi yang paling efektif untuk hipotensi berat.
Pasang 1 atau dua kanula IV berukuran besar dan secepatnya memberikan infus saline normal. Koloid dapat digunakan (kecuali jika diperkirakan sebagai sumber reaksi anafilaksis).
Aliran balik vena dapat dibantu dengan mengangkat kaki pasien atau memiringkan posisi pasien sehingga kepala lebih rendah.
Jika hemodinamik pasien tetap tidak stabil setelah pemberian cairan dan adrenalin, beri dosis adrenalin atau infus intravena lanjutan (5 mg dalam 50 ml saline atau dekstrose 5% melalui syringe pump, atau 5 mg dalam 500 ml saline atau dekstrose 5% yang diberikan dengan infus lambat). Bolus adrenalin intravena yang tidak terkontrol dapat membahayakan, yaitu kenaikan tekanan yang tiba-tiba dan aritmia. Berikan obat tersebut secara berhati-hati, amati respon dan ulangi jika diperlukan. Coba lakukan monitor EKG, tekanan darah dan pulse oximtry.
Dosis intramuskuler adrenalin pada anak
> 5 tahun 0,5 ml dengan pengenceran 1 : 1000
4 tahun 0,4 ml dengan pengenceran 1 : 1000
3 tahun 0,3 ml dengan pengenceran 1 : 1000
2 tahun 0,2 ml dengan pengenceran 1 : 1000
1 tahun 0,1 ml dengan pengenceran 1 : 1000
Penatalaksanaan Lanjut
Berikan antihistamin. H1 bloker misalnya klorfeniramin (10 mg IV) dan H2 bloker ranitidin (50 mg IV lambat) atau simetidin (200 mg IV lambat).
Kortikosteroid. Berikan hidrokortison 200 mg IV diikuti dengan 100 – 200 mg 4 sampai 6 jam. Steroid memakan waktu beberapa jam untuk mulai bekerja.
Buat keputusan apakah membatalkan atau melanjutkan usulan pembedahan.
Pindahkan pasien di tempat yang perawatannya yang lebih baik (misalnya unit perawatan intensif, ICU) untuk observasi dan terapi lebih lanjut. Reaksi anafilaktik mungkin memakan waktu beberapa jam untuk dapat diatasi dan pasien harus diobservasi secara ketat pada masa-masa tersebut.
Reaksi yang tidak terlalu berat
Anafilaksis kadang-kadang menimbulkan reaksi yang tidak terlalu berat. Terapi serupa dengan regimen di atas, tetapi adrenalin IV mungkin tidak dibutuhkan. Lakukan tindakan ABC seperti yang telah dijelaskan, dan nilai respon terhadap terapi tersebut. Obat seperti efedrin dan metoksamin mungkin efektif untuk mengatasi hipotensi bersama dengan cairan IV. Tetapi, jika keadaan pasien menunjukkan perburukan gunakan selalu adrenalin.
Diagnosis dan Pemeriksaan
Diagnosis dibuat berdasarkan gambaran klinik – jika tidak mungkin untuk menentukan secara pasti bahan yang mencetuskan serangan. Catat kejadian dalam buku catatan dan berikan informasi yang tepat pada pasien dan dokter keluarganya. Jika pasien membutuhkan anestesia atau pembedahan lebih lanjut, hindari menggunakan bahan yang dicurigai sebagai pencetus.
Beberapa laboratorium khusus dapat memperkirakan Tryptase (produk akibat kerusakan histamin) yang dapat membantu mengkonfirmasi diagnosis. Ambil darah ke dalam pipa kaca 60 menit setelah reaksi. Tes ini tidak tersedia di semua tempat.
Dr. D. Amutike, University Teaching Hospital, Lusaka, Zambia
Laporan Kasus
Seorang laki-laki sehat berumur 26 tahun dengan berat 70 kg dijadwalkan untuk menjalani sirkumsisi dengan anestesi general. Dia pernah menjalani satu prosedur anestesi sebelumnya untuk memperbaiki patah tulang yang dideritanya.
Ahli anestesi menginduksi pasien tersebut dengan tiopenton 350 mg. Dengan cepat bunyi pernapasan pasien menjadi sangat keras dan terjadi sianosis yang nyata walaupun oksigen sudah diberikan. Mahasiswa yang membantu prosedur anestesi mengatakan bahwa denyut nadi sangat lemah dan lambat, dan timbul binti-bintik merah pada kulit.
Pertanyaan
1. Apa diagnosis yang paling mungkin?
2. Bagaimana penatalaksanaan keadaan ini?
Jawab
Pasien mengalami kolaps kardiorespirasi akut yang berhubungan dengan bronkhospasme, hipotensi, dan kemerahan pada kulit. Diagnosis yang paling mungkin adalah reaksi anafilaktik terhadap tiopenton. Anafilaksis merupakan suatu jenis reaksi alergi terhadap obat atau bahan lain dimana pasien sebelumnya pernah terpapar dengan bahan tersebut. Pada paparan yang pertama, terjadi respon imun sehingga terbentuk immunoglobulin E (IgE) terhadap bahan tersebut. Jika pasien mendapatkan kembali bahan yang sama, bahan tersebut dapat dideteksi oleh IgE yang menyebabkan sel mast melepaskan histamin dan mediator vasoaktif lainnya. Hal ini menyebabkan vasodilatasi yang nyata, peningkatan permeabilitas kapiler dan kontraksi otot polos.
Pada beberapa keadaan, pasien mengalami sindrom yang hampir sama, pada paparan obat yang pertama. Reaksi ini tidak dimediasi oleh IgE tetapi melalui mekanisme imun yang lain dan dikenal sebagai reaksi anafilaktoid. Secara klinik, reaksi anafilaktik dan anafilaktoid tidak dapat dibedakan dan terapinya pun persis sama.
Gambaran klinik anafilaksis
Sistem kardiovaskuler mengalami vasodilatasi yang nyata dan kehilangan plasma yang jelas akibat kebocoran kapiler. Hal ini akan menyebabkan takikardi. Kadang-kadang hipotensi cukup parah sehingga membutuhkan pemompaan jantung selama resusitasi. Gejala kardiovaskuler merupakan gejala yang dijumpai pada hampir semua pasien dengan syok anafilaktik.
Pemeriksaan sistem pernapasan mungkin menunjukkan bronkospasme yang mungkin parah. Obstruksi laringeal akibat edema dapat terjadi.
Kulit mungkin menunjukkan bintik kemerahan, edema perifer (terutama di sekitar wajah) dan sianosis.
Gejala lain meliputi hilangnya kesadaran, mual atau muntah dan nyeri abdomen.
Penatalaksanaan
Pasien dengan syok anafilaktik dapat sembuh secara sempurna jika mereka diterapi dengan segera. Kematian biasanya terjadi akibat penatalaksanaan hipoksia atau hipotensi yang terlambat.
1. Saluran napas harus dibersihkan dan oksigen konsentrasi tinggi diberikan melalui sungkup. Intubasi mungkin dibutuhkan pada edema laring.
2. Jika pernapasan tidak adekuat, misalnya akibat bronkospasme, pasien sebaiknya diintubasi dan diberikan pernapasan bantuan.
3. Sirkulasi sebaiknya didukung dengan segera dengan memasang kanula intravena berukuran besar dan dengan cepat memberikan infus cairan intravena. Koloid (misalnya Haemaccel atau Dextran) dianggap lebih efektif dibanding kristaloid dalam situasi ini. Mungkin dibutuhkan dalam volume yang besar. Jika denyut nadi tidak dapat dipalpasi, pemompaan jantung sebaiknya mulai dilakukan.
4. Obat. Pada semua reaksi yang serius, adrenalin sebaiknya diberikan secara intravena. Untuk orang dewasa diberikan 1 atau 2 bolus adrenalin 1 : 10.000 sampai terlihat pengaruhnya. Ingat bahwa adrenalin hanya bekerja dalam waktu singkat dan dosis ulangan dapat diberikan. Konsentrasi adrenalin yang lazim yang terdapat di rumah sakit adalah 1: 1000 dengan kandungan 1 mg/ml. Untuk mendapatkan pengenceran 1 : 10.000, 1 ml adrenalin 1 : 1000 ditambahkan dengan 9 ml saline. (Jika tidak ada akses intravena, adrenalin diberikan secara intramuskuler 0,5 ml 1 : 1000, atau 1 ml 1 : 10.000 melalui pipa endotrakheal).
Adrenalin merupakan obat yang dianjurkan karena akan memperbaiki vasodilatasi dan mengatasi bronkospasme.
Hidrokortison intravena (200 mg) biasanya dianjurkan tetapi baru bekerja setelah 2 jam. Walaupun obat ini mempunyai efek yang kecil pada keadaan darurat, obat ini terbukti berguna pada bronkhospasme persisten.
Aminofilin (5 mg/kg) dapat diberikan secara perlahan melalui intravena jika bronkhospasme tidak berespon terhadap adrenalin. Salbutamol juga dapat digunakan untuk indikasi ini.
Antihistamin kurang digunakan.
5. Setelah krisis diatasi, pasien sebaiknya diobservasi dengan hati-hati di bagian yang cocok, misalnya unit perawatan intensif atau ruang pemulihan. Pasien mungkin membutuhkan kelanjutan terapi yang telah dilakukan di atas selama beberapa jam.
Follow Up
Pasien sebaiknya diberitahu mengenai masalah yang terjadi selama anestesi dan obat yang digunakan dicatat. Agar pasien dapat menjelaskan masalah yang dialaminya kepada ahli anestesi yang dijumpainya di masa yang akan datang. Pada beberapa center, pasien dapat diperiksa untuk menilai obat yang mana yang dapat menyebabkan reaksi, tetapi umumnya pemeriksaan ini tidak tersedia secara umum.
Jika anda harus melakukan anestesi pada pasien yang mempunyai riwayat reaksi terhadap anestetik umum, tetapi mereka tidak tahu jenis obat yang menyebabkannya, periksa jenis pembedahan apa yang diperolehnya untuk memperkirakan teknik yang anestesi yang mungkin digunakan saat itu. Hindari obat yang anda perkirakan telah digunakan saat itu, terutama, tiopenton dan pelumpuh otot. Ketamin, nitrous oxide, agent volatile dan anestetik lokal biasanya aman.
Pendahuluan
Reaksi anafilaktik atau anafilaksis adalah respon imunologi yang berlebihan terhadap suatu bahan dimana seorang individu pernah tersensitasi oleh bahan tersebut. Saat pasien kontak dengan bahan tersebut, histamin, serotonin, tryptase dan bahan vasoaktif lainnya dilepaskan dari basofil dan sel mast. Reaksi anafilaktoid secara klinik tak dapat dibedakan dengan anafilaksis, tetapi reaksi ini dimediasi langsung oleh obat atau bahan tertentu, dan tidak melalui sensitasi antibodi IgE.
Pelepasan sejumlah kecil histamin secara langsung sering dijumpai pada pemberian obat seperti morfin dan relaksan otot non depolarisasi (tubokurare, alkuronium, atrakurium). Manifestasi klinik biasanya ringan, terdiri dari urtikaria (kemerahan dan pembengkakan kulit), biasanya sepanjang vena, kemerahan pada tubuh dan kadang-kadang hipotensi ringan.
Berbagai macam obat secara potensial dapat menyebabkan reaksi alergi tidak terkecuali bahan yang digunakan dalam praktek anestesi, yang terlibat dalam menyebabkan reaksi anafilaktik antara lain tiopenton, suksametonium, obat pelumpuh otot non depolarisasi, anestetik lokal golongan ester, antibiotik, plasma ekspander (dextran, kanji dan glatin) serta lateks.
Gambaran Klinik Anafilaksis
Gambaran yang paling sering adalah berasal dari kardiovaskuler. Tidak semua gejala terjadi pada setiap pasien – satu gejala mungkin lebih mencolok dibandingkan gejala yang lain. Reaksi berkisar dari yang ringan sampai yang mengancam hidup. Pasien yang sadar akan mengeluhkan serangkaian gejala, tetapi diagnosis lebih sulit pada pasien yang telah dianestesi.
Anafilaksis dicurigai terjadi pada pasien yang telah dianestesi jika timbul hipotensi atau bronkhospasme secara tiba-tiba, terutama jika hal tersebut terjadi setelah pemberian suatu obat atau cairan. Alergi lateks mungkin mempunyai onset yang lambat, kadang-kadang memerlukan waktu sampai 60 menit untuk bermanifestasi.
Kardiovaskuler. Hipotensi dan kolaps kardiovaskuler. Takikardi, aritmia, EKG mungkin memperlihatkan perubahan iskemik. Henti jantung.
Sistem Pernapasan. Edema glottis, lidah dan saluran napas dapat menyebabkan stridor atau obstruksi saluran napas. Bronkospasme – pada yang berat.
Gastrointestinal. Terdapat nyeri abdomen, diare atau muntah.
Hematologi. Koagulopati.
Kulit. Kemerahan, eritema, urtikaria.
Penatalaksanaan
Terapi segera terhadap reaksi yang berat
Hentikan pemberian bahan penyebab dan minta pertolongan
Lakukan resusitasi ABC
Adrenalin sangat bermanfaat dalam mengobati anafilaksis, juga efektif pada bronkospasme dan kolaps kardiovaskuler.
A – Saluran Napas dan Adrenalin
Menjaga saluran napas dan pemberian oksigen 100%
Adrenalin. Jika akses IV tersedia, diberikan adrenalin 1 : 10.0000, 0.5 – 1 ml, dapat diulang jika perlu. Alternatif lain dapat diberikan 0,5 – 1 mg (0,5 – 1 ml dalam larutan 1 : 1000) secara IM diulang setiap 10 menit jika dibutuhkan.
B - Pernapasan
Jamin pernapasan yang adekuat. Intubasi dan ventilasi mungkin diperlukan
Adrenalin akan mengatasi bronkospasme dan edema saluran napas atas.
Bronkodilator semprot (misalnya salbutamol 5 mg) atau aminofilin IV mungkin dibutuhkan jika bronkospasme refrakter (dosis muat 5 mg/kg diikuti dengan 0,5 mg/kg/jam).
C - Sirkulasi
Akses sirkulasi. Mulai CPR jika terjadi henti jantung.
Adrenalin merupakan terapi yang paling efektif untuk hipotensi berat.
Pasang 1 atau dua kanula IV berukuran besar dan secepatnya memberikan infus saline normal. Koloid dapat digunakan (kecuali jika diperkirakan sebagai sumber reaksi anafilaksis).
Aliran balik vena dapat dibantu dengan mengangkat kaki pasien atau memiringkan posisi pasien sehingga kepala lebih rendah.
Jika hemodinamik pasien tetap tidak stabil setelah pemberian cairan dan adrenalin, beri dosis adrenalin atau infus intravena lanjutan (5 mg dalam 50 ml saline atau dekstrose 5% melalui syringe pump, atau 5 mg dalam 500 ml saline atau dekstrose 5% yang diberikan dengan infus lambat). Bolus adrenalin intravena yang tidak terkontrol dapat membahayakan, yaitu kenaikan tekanan yang tiba-tiba dan aritmia. Berikan obat tersebut secara berhati-hati, amati respon dan ulangi jika diperlukan. Coba lakukan monitor EKG, tekanan darah dan pulse oximtry.
Dosis intramuskuler adrenalin pada anak
> 5 tahun 0,5 ml dengan pengenceran 1 : 1000
4 tahun 0,4 ml dengan pengenceran 1 : 1000
3 tahun 0,3 ml dengan pengenceran 1 : 1000
2 tahun 0,2 ml dengan pengenceran 1 : 1000
1 tahun 0,1 ml dengan pengenceran 1 : 1000
Penatalaksanaan Lanjut
Berikan antihistamin. H1 bloker misalnya klorfeniramin (10 mg IV) dan H2 bloker ranitidin (50 mg IV lambat) atau simetidin (200 mg IV lambat).
Kortikosteroid. Berikan hidrokortison 200 mg IV diikuti dengan 100 – 200 mg 4 sampai 6 jam. Steroid memakan waktu beberapa jam untuk mulai bekerja.
Buat keputusan apakah membatalkan atau melanjutkan usulan pembedahan.
Pindahkan pasien di tempat yang perawatannya yang lebih baik (misalnya unit perawatan intensif, ICU) untuk observasi dan terapi lebih lanjut. Reaksi anafilaktik mungkin memakan waktu beberapa jam untuk dapat diatasi dan pasien harus diobservasi secara ketat pada masa-masa tersebut.
Reaksi yang tidak terlalu berat
Anafilaksis kadang-kadang menimbulkan reaksi yang tidak terlalu berat. Terapi serupa dengan regimen di atas, tetapi adrenalin IV mungkin tidak dibutuhkan. Lakukan tindakan ABC seperti yang telah dijelaskan, dan nilai respon terhadap terapi tersebut. Obat seperti efedrin dan metoksamin mungkin efektif untuk mengatasi hipotensi bersama dengan cairan IV. Tetapi, jika keadaan pasien menunjukkan perburukan gunakan selalu adrenalin.
Diagnosis dan Pemeriksaan
Diagnosis dibuat berdasarkan gambaran klinik – jika tidak mungkin untuk menentukan secara pasti bahan yang mencetuskan serangan. Catat kejadian dalam buku catatan dan berikan informasi yang tepat pada pasien dan dokter keluarganya. Jika pasien membutuhkan anestesia atau pembedahan lebih lanjut, hindari menggunakan bahan yang dicurigai sebagai pencetus.
Beberapa laboratorium khusus dapat memperkirakan Tryptase (produk akibat kerusakan histamin) yang dapat membantu mengkonfirmasi diagnosis. Ambil darah ke dalam pipa kaca 60 menit setelah reaksi. Tes ini tidak tersedia di semua tempat.
Dr. D. Amutike, University Teaching Hospital, Lusaka, Zambia
Laporan Kasus
Seorang laki-laki sehat berumur 26 tahun dengan berat 70 kg dijadwalkan untuk menjalani sirkumsisi dengan anestesi general. Dia pernah menjalani satu prosedur anestesi sebelumnya untuk memperbaiki patah tulang yang dideritanya.
Ahli anestesi menginduksi pasien tersebut dengan tiopenton 350 mg. Dengan cepat bunyi pernapasan pasien menjadi sangat keras dan terjadi sianosis yang nyata walaupun oksigen sudah diberikan. Mahasiswa yang membantu prosedur anestesi mengatakan bahwa denyut nadi sangat lemah dan lambat, dan timbul binti-bintik merah pada kulit.
Pertanyaan
1. Apa diagnosis yang paling mungkin?
2. Bagaimana penatalaksanaan keadaan ini?
Jawab
Pasien mengalami kolaps kardiorespirasi akut yang berhubungan dengan bronkhospasme, hipotensi, dan kemerahan pada kulit. Diagnosis yang paling mungkin adalah reaksi anafilaktik terhadap tiopenton. Anafilaksis merupakan suatu jenis reaksi alergi terhadap obat atau bahan lain dimana pasien sebelumnya pernah terpapar dengan bahan tersebut. Pada paparan yang pertama, terjadi respon imun sehingga terbentuk immunoglobulin E (IgE) terhadap bahan tersebut. Jika pasien mendapatkan kembali bahan yang sama, bahan tersebut dapat dideteksi oleh IgE yang menyebabkan sel mast melepaskan histamin dan mediator vasoaktif lainnya. Hal ini menyebabkan vasodilatasi yang nyata, peningkatan permeabilitas kapiler dan kontraksi otot polos.
Pada beberapa keadaan, pasien mengalami sindrom yang hampir sama, pada paparan obat yang pertama. Reaksi ini tidak dimediasi oleh IgE tetapi melalui mekanisme imun yang lain dan dikenal sebagai reaksi anafilaktoid. Secara klinik, reaksi anafilaktik dan anafilaktoid tidak dapat dibedakan dan terapinya pun persis sama.
Gambaran klinik anafilaksis
Sistem kardiovaskuler mengalami vasodilatasi yang nyata dan kehilangan plasma yang jelas akibat kebocoran kapiler. Hal ini akan menyebabkan takikardi. Kadang-kadang hipotensi cukup parah sehingga membutuhkan pemompaan jantung selama resusitasi. Gejala kardiovaskuler merupakan gejala yang dijumpai pada hampir semua pasien dengan syok anafilaktik.
Pemeriksaan sistem pernapasan mungkin menunjukkan bronkospasme yang mungkin parah. Obstruksi laringeal akibat edema dapat terjadi.
Kulit mungkin menunjukkan bintik kemerahan, edema perifer (terutama di sekitar wajah) dan sianosis.
Gejala lain meliputi hilangnya kesadaran, mual atau muntah dan nyeri abdomen.
Penatalaksanaan
Pasien dengan syok anafilaktik dapat sembuh secara sempurna jika mereka diterapi dengan segera. Kematian biasanya terjadi akibat penatalaksanaan hipoksia atau hipotensi yang terlambat.
1. Saluran napas harus dibersihkan dan oksigen konsentrasi tinggi diberikan melalui sungkup. Intubasi mungkin dibutuhkan pada edema laring.
2. Jika pernapasan tidak adekuat, misalnya akibat bronkospasme, pasien sebaiknya diintubasi dan diberikan pernapasan bantuan.
3. Sirkulasi sebaiknya didukung dengan segera dengan memasang kanula intravena berukuran besar dan dengan cepat memberikan infus cairan intravena. Koloid (misalnya Haemaccel atau Dextran) dianggap lebih efektif dibanding kristaloid dalam situasi ini. Mungkin dibutuhkan dalam volume yang besar. Jika denyut nadi tidak dapat dipalpasi, pemompaan jantung sebaiknya mulai dilakukan.
4. Obat. Pada semua reaksi yang serius, adrenalin sebaiknya diberikan secara intravena. Untuk orang dewasa diberikan 1 atau 2 bolus adrenalin 1 : 10.000 sampai terlihat pengaruhnya. Ingat bahwa adrenalin hanya bekerja dalam waktu singkat dan dosis ulangan dapat diberikan. Konsentrasi adrenalin yang lazim yang terdapat di rumah sakit adalah 1: 1000 dengan kandungan 1 mg/ml. Untuk mendapatkan pengenceran 1 : 10.000, 1 ml adrenalin 1 : 1000 ditambahkan dengan 9 ml saline. (Jika tidak ada akses intravena, adrenalin diberikan secara intramuskuler 0,5 ml 1 : 1000, atau 1 ml 1 : 10.000 melalui pipa endotrakheal).
Adrenalin merupakan obat yang dianjurkan karena akan memperbaiki vasodilatasi dan mengatasi bronkospasme.
Hidrokortison intravena (200 mg) biasanya dianjurkan tetapi baru bekerja setelah 2 jam. Walaupun obat ini mempunyai efek yang kecil pada keadaan darurat, obat ini terbukti berguna pada bronkhospasme persisten.
Aminofilin (5 mg/kg) dapat diberikan secara perlahan melalui intravena jika bronkhospasme tidak berespon terhadap adrenalin. Salbutamol juga dapat digunakan untuk indikasi ini.
Antihistamin kurang digunakan.
5. Setelah krisis diatasi, pasien sebaiknya diobservasi dengan hati-hati di bagian yang cocok, misalnya unit perawatan intensif atau ruang pemulihan. Pasien mungkin membutuhkan kelanjutan terapi yang telah dilakukan di atas selama beberapa jam.
Follow Up
Pasien sebaiknya diberitahu mengenai masalah yang terjadi selama anestesi dan obat yang digunakan dicatat. Agar pasien dapat menjelaskan masalah yang dialaminya kepada ahli anestesi yang dijumpainya di masa yang akan datang. Pada beberapa center, pasien dapat diperiksa untuk menilai obat yang mana yang dapat menyebabkan reaksi, tetapi umumnya pemeriksaan ini tidak tersedia secara umum.
Jika anda harus melakukan anestesi pada pasien yang mempunyai riwayat reaksi terhadap anestetik umum, tetapi mereka tidak tahu jenis obat yang menyebabkannya, periksa jenis pembedahan apa yang diperolehnya untuk memperkirakan teknik yang anestesi yang mungkin digunakan saat itu. Hindari obat yang anda perkirakan telah digunakan saat itu, terutama, tiopenton dan pelumpuh otot. Ketamin, nitrous oxide, agent volatile dan anestetik lokal biasanya aman.
Kamis, 08 April 2010
Mendeteksi dan mengoreksi Gangguan Asam-Basa
Tugas Anastesi: Asrul mappiwali
By Michelle Fournier,MN,RN, CCRN
Ketika membicarakan tentang asam dan basa, maka perbedaan antara kehidupan dan kematian menjadi seimbang. Keseimbangan asam-basa tubuh tergantung pada beberapa reaksi kimia yang seimbang. Ion hidrogen (H+) berpengaruh terhadap pH, dan pengaturan pH mempengaruhi kecepatan reaksi seluler, fungsi sel, permeabilitas sel, dan integritas struktur sel.
Ketika terjadi ketidakseimbangan, kita dapat mendeteksinya secara cepat dengan cara mengetahui bagaimana cara memeriksa pasien dan menginterpretasikan nilai arterial blood gas (ABG). Dan keseimbangan dapat dicapai kembali dengan cara menspesifikkan tujuan intervensi terhadap gangguan asam –basa yang terjadi.
Dasar keseimbangan asam-basa
Sebelum menentukan keseimbangan asam-basa pasien, kita harus memahami bagaimana ion H+ mempengaruhi tingkat keasaman, basa, dan pH.
• Asam ialah suatu substansi yang dapat memberikan H+ kepada substansi basa. Contohnya antara lain asam hidroklorik, asam nitrat, ion ammonium, asam laktat, asam asetat, dan asam karbonat (H2CO3).
• Basa ialah suatu substansi yang dapat menerima ataupun mengikat H+. Contohnya antara lain ammonia, laktat, asetat, dan bikarbonat (HCO3-).
• pH menunjukkan konsentrasi H+ secara keseluruhan dalam cairan tubuh. Jika jumlah H+ dalam darah lebih tinggi, pH akan menurun, dan jika jumlah H+ menurun maka pH akan meningkat.
Suatu cairan yang mengandung lebih banyak basa daripada asam memiliki H+ yang lebih sedikit dan pH yang lebih tinggi. Suatu cairan yang mengandung lebih banyak asam daripada basa memiliki H+ yang lebih banyak dan pH yang lebih rendah. pH air (H2O) yaitu 7,4 yang dianggap sebagai pH netral.
pH darah hampir alkali dan memiliki rentang normal 7,35 hingga 7,45. Untuk enzim yang normal dan fungsi sel serta metabolisme normal, pH darah harus berada dalam rentang tersebut. Jika darah bersifat asam, maka kekuatan kontraksi jantung menjadi hilang. Jika darah bersifat alkali, fungsi neuromuskular menjadi tidak bersesuaian. pH darah di bawah 6,8 maupun di atas 7,8 akan berakibat fatal. pH juga mencerminkan keseimbangan antara persentase H+ dan persentase HCO3-. Secara umum, pH dipertahankan pada rasio 20 bagian HCO3 dengan 1 bagian H2CO3- .
Mengatur keseimbangan asam-basa
Terdapat tiga sistem yang mengatur pH tubuh : buffer kimia, sistem respiratorius, dan sistem renal.
Buffer kimia, substansi yang mengkombinasikan asam dan basa, bereraksi secara langsung untuk menjaga pH, dan merupakan kekuatan penjaga keseimbangan asam-basa tubuh yang paling efisien. Buffer ini terdapat dalam darah, cairan intraseluler, dan cairan ekstraseluler. Buffer kimia yang utama yaitu bikarbonat, fosfat, dan protein.
Garis pertahanan kedua dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa yaitu sistem respirasi. Paru-paru mengatur karbon dioksida (CO2) dalam darah, yang dikombinasikan dengan H2O untuk membentuk H2CO3-. Kemoreseptor pada otak mendeteksi pergantian pH dan mengatur laju dan kedalaman respirasi untuk mengatur level CO2. Lebih cepat, pernafasan yang lebih dalam akan mengeliminasi CO2 dari paru-paru, dan lebih sedikit H2CO3 yang terbentuk., sehingga pH naik. Alternatifnya, lebih lambat, dengan pernapasan yang lebih dangkal akan mengurangi eksresi CO2, sehingga pH akan turun.
Tekanan parsial dari level arterial CO2 (PaCO2) menunjukkan level CO2 dalam darah. PaCO2 normal yaitu 35 hingga 45 mm Hg. Level CO2 yang lebih tinggi mengindikasikan hipoventilasi akibat pernafasan yang dangkal. Level PaCO2 yang lebih rendah mengindikasikan suatu hiperventilasi. Sistem respirasi, yang dapat menangani keseimbangan asam – basa seperti halnya sistem buffer, bereaksi dalam hitungan menit, dengan kompensasi yang temporer. Penyesuaian jangka panjang membutuhkan sistem renal.
Sistem renal menjaga keseimbangan asam-basa dengan cara mengabsorbsi atau mengeksresikan asam dan basa. Selain itu, ginjal juga dapat memproduksi HCO3- untuk mengatasi persediaan yang rendah. Level HCO3- yang normal yaitu 22 hingga 26 mEq/L. Ketika darah menjadi asam, ginjal akan mereabsorbsi HCO3- dan mengeksresikan H+. saat darah menjadi alkali (basa), ginjal akan mengeksresikan HCO3-¬ dan menahan H+. Tidak seperti paru-paru, ginjal dapat memberikan efek hingga 24 jam sebelum kembali ke pH yang normal.
Kompensasi terhadap ketidakseimbangan
Dua jenis gangguan dalam keseimbangan asam-basa yaitu asidosis dan alkalosis. Pada asidosis, darah mengandung terlalu banyak asam (atau terlalu sedikit basa). Pada alkalosis, darah mengandung terlalu banyak basa (atau terlalu sedikit asam). Penyebab gangguan keseimbangan asam-basa ini yaitu respiratori ataupun metabolik. Jika sistem respiratori yang menjadi penyebabnya, dapat terdeteksi melalui pemeriksaan PaCO2 atau level serum CO2. Jika penyebabnya sistem metabolik, dapat dideteksi melalui pemeriksaan level serum HCO3-.
Untuk memperoleh keseimbangan asam-basa, paru-paru dapat memberikan respon terhadap gangguan metabolik, dan ginjal dapat memberikan respon terhadap gangguan respiratori. Jika pH menjadi abnormal, respon-respon respiratori maupun metabolik disebut kompensasi parsial (partial compensation). Jika pH telah kembali normal, respon-respon yang terjadi disebut kompensasi lengkap (complete compensation). Harus diingat bahwa sistem respiratori maupun sistem renal tidak akan pernah mengalami overkompensasi. Suatu mekanisme kompensasi tidak akan membuat pasien yang asidosis menjadi alkalosis maupun sebaliknya.
Memahami asidosis dan alkalosis
Disebabkan oleh hipoventilasi, asidosis respiratorius terjadi ketika paru-paru tidak mampu secara adekuat mengeliminasi CO2. Hipoventilasi dapat disebabkan oleh penyakit yang mempengaruhi paru-paru, penyakit syaraf dan otot dada yang menyebabkan ketidaksesuaian mekanisme kerja pernafasan, atau obat-obatan yang memperlambat respirasi pasien. Asidosis respiratori menyebabkan pH menjadi di bawah 7,35 dan PaCO2 di atas 45 mm Hg. HCO3- normal.
Disebabkan oleh hiperventilasi, alkalosis respiratori terjadi ketika paru-paru mengeliminasi terlalu banyak CO2. Penyebab utama hiperventilasi yaitu kecemasan (anxiety). Alkalosis respiratori menyebabkan pH menjadi di atas 7,45 dan PaCO2 di bawah 45 mm Hg. HCO3- normal.
Selintas mengenai penyebab ketidakseimbangan asam-basa :
Daftar berikut ini merupakan penyebab spesifik dari empat jenis gangguan keseimbangan asam-basa.
Asidosis respiratori
Problem utama yaitu hipoventilasi alveolar ( meningkatnya tekanan parsial CO2 arterial [PaCO2]) yang dapat disebabkan oleh :
- edema pulmoner akut
- depresi sistem syaraf sentral
- penyakit pernafasan kronik
- gangguan otot pernafasan dan dada
- ventilasi mekanik yang inadekuat
- oversedasi
- infeksi pulmoner parah
Alkalosis respiratori
Problem utama yaitu hiperventilasi alveolar (penurunan PaCO2), yang dapat disebabkan oleh :
- kecemasan
- sepsis dini
- ventilasi mekanik yang berlebihan
- latihan
- ketakutan
- gagal jantung
- keadaan hipermetabolik, misalnya demam
- hipoksemia
- radang hati
- nyeri
Asidosis metabolik
Penyebab utama yaitu peningkatan asam dan penurunan bikarbonat (HCO3-). Asam yang meningkat dapat disebabkan oleh :
- metabolisme anaerob
- hiperalimentasi
- ketoasidosis
- gagal ginjal
- intoksikasi salisilat
- sepsis parah
- kelaparan
HCO3- yang menurun disebabkan oleh :
- inhibitor anhidrase seperti acetazolamide
- diare
- hiperkalemia
- fistula intestinal
Alkalosis metabolik
Problem utama yaitu meningkatnya HCO3- dan menurunnya kadar asam. Meningkatnya HCO3- disebabkan oleh :
- ingesti antasida berlebihan
- penggunaan bikarbonat yang berlebihan
- administrasi laktat pada dialysis
menurunnya kadar asam disebabkan oleh :
- hiperaldosteronism
- hipokalemia
- hipokloremia
- diuretik thiazide
- nasogastric suction
- steroid
- vomiting
Asidosis metabolik dapat terjadi akibat :
• ingesti substansi asam atau substansi yang setelah melalui proses metabolik menjadi suatu asam.
• Produksi asam yang berlebihan
• Ketidakmampuan ginjal untuk mengeskresikan jumlah asam yang normal
• berkurangnya susbtansi basa.
Asidosis metabolik menyebabkan HCO3- di bawah 22 mEq/L dan pH di bawah 7,35. PaCO2 normal.
Alkalosis metabolik dapat terjadi akibat :
• berkurangnya asam lambung
• berkurangnya sodium atau potassium dalam jumlah besar
• renal yang kekurangan H+
• meningkatnya substansi basa.
Asidosis metabolik menyebabkan HCO3- di atas 26 mEq/L dan pH di atas 7,45. PaCO2 normal.
Analisa ABG dalam empat tahap
Analisa ABG merupakan suatu tes diagnostik yang membantu untuk menentukan efektivitas ventilasi pasien dan keseimbangan asam-basa. Hasilnya dapat membantu dalam memonitoring respon pasien terhadap perawatan. Analisa ABG dapat menyebabkan berbagai hasil tes, tetapi hanya tiga yang esensial dalam mengevaluasi keseimbangan asam-basa : pH, PaCO2, dan HCO3-. Nilai yang normal pada orang dewasa :
• pH : 7,35 hingga 7,45
• PaCO2 : 35 hingga 45 mm Hg
• HCO3- : 22 hingga 26 mEq/L
Harus diingat, bahwa kunci untuk menginterpretasi nilai ABG yaitu konsistensi. Ikuti keempat tahap sederhana berikut setiap saat :
• Tahap pertama. Catat hasil pemeriksaan tiga nilai esensial tersebut : pH, PaCO2, dan HCO3-.
• Tahap kedua. Bandingkan dengan nilai yang normal. Jika hasilnya mengindikasikan asam yang berlebihan, tuliskan A di sampingnya. Jika hasilnya mengindikasikan basa yang berlebihan, tuliskan B di sampingnya. Dan jika hasilnya mengindikasikan keseimbangan yang normal, tuliskan N di sampingnya. pH akan menunjukkan apakah pasien mengalami asidosis atau alkalosis.
• Tahap ketiga. Jika telah dituliskan huruf yang sama pada dua atau tiga hasil pemeriksaan, lingkarilah. Jika anda melingkari pH dan PaCO2, maka pasien anda menagalami gangguan respiratori. Jika anda melingkari pH dan HCO3-, maka pasien anda mengalami ganggguan metabolik. Jika anda melingkari ketiga hasilnya, maka pasien tersebut mengalami kombinasi gangguan respiratori dan metabolik.
• Tahap keempat. Untuk mengecek kompensasi, lihat pada hasil yang tidak anda lingkari. Jika nilainya telah berubah menuju nilai normal dari arah yang berbeda terhadap yang dilingkari, maka terjadi kompensasi. Jika nilainya telah kembali dalam rentang normal, maka tidak terjadi kompensasi. Saat kompensasi telah sempurna, pH tubuh akan kembali normal.
Harus tetap diingat bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hasil ABG menjadi tidak akurat :
• Menggunakan teknik yang tidak tepat saat mengambil sampel darah arteri
• Pengambilan darah vena bukan darah arteri
• Pengambilan sampel ABG selama 20 menit dalam satu prosedur, seperti suctioning atau administering perawatan respiratori.
• Terdapat gelembung udara dalam sampel
• Sampel tidak segera dibawa ke laboratorium
Implikasi Perawatan
Nilai ABG menyediakan informasi yan penting tentang keadaan pasien. Tetapi jangan pernah meremehkan pentingnya pemeriksaan klinis dan pertimbangannya. Sebagai seorang perawat, anda adalah penentu terpenting bagi pasien karena anda secara konstan / teratur berada di dekatnya, memonitor, memeriksa, mengintervensi, dan mengevaluasi kembali.
Peran anda dimulai dengan mengidentifikasi pasien yang memiliki resiko gangguan asam-basa, di mana yang termasuk di dalamnya antara lain :
• Yang mengalami ketidakseimbangan elektrolit secara signifikan
• Mengalami pertambahan maupun pengurangan asam
• Mengalami pertambahan maupun pengurangan basa
• Mengalami ventilasi abnormal
• Memiliki fungsi ginjal yang abnormal
Periksa pasien dengan hati-hati untuk mengidentifikasi tanda awal gangguan asam-basa. Pertimbangkan tanda-tanda vital pasien. Hitung respirasi pasien dalam satu menit. Berapa laju dan kedalaman pernafasan? Apakah merupakan tanda terjadinya problem respiratori atau metabolik? Bagaimana dengan status kesadaran pasien? Korelasikan keseimbangan cairan tubuh pasien dan level kreatinin dengan fungsi ginjal. Selalu korelasikan hasil pemeriksaan dengan diagnosis pasien. Apakah sesuai ? ataukah beberapa tanda justru berbeda? Pastikan untuk mengecek ulang implikasi dan efek samping obat-obatan yang diberikan.
Mengatasi ketidakseimbangan asam-basa
Perawatan untuk asidosis metabolik difokuskan pada perbaikan penyebab yang lainnya. Untuk pasien diabetes, perawatan terdiri dari kontrol glukosa darah dan level insulin. Pada kasus keracunan, perawatan difokuskan pada eliminasi toksin dari darah. Menangani penyebab sampingan seperti keadaan sepsis dapat termasuk terapi antibiotika, pengaturan cairan, dan pembedahan. Asidosis juga dapat ditangani secara langsung. Jika masih dalam tahap ringan, mengadministrasikan cairan I.V dapat mengatasi problem tersebut. Jika asidosis dalam tahap yang parah, dapat diberikan bikarbonat I.V sebagai awalan.
Perawatan untuk alkalosis metabolik difokuskan pada penyebab sampingan. Seringkali, suatu ketidakseimbangan elektrolit menyebabkan gangguan ini, jadi perawatan terdiri dari penggantian cairan, sodium, dan potassium.
Tujuan perawatan asidosis respiratori yaitu untuk meningkatkan ventilasi. lakukan admisnistrasi obat-obatan seperti bronkodilator untuk meningkatkan pernafasan dan , pada kasus yang parah, gunakan ventilasi mekanik. Pertahankan higienitas pulmoner yang baik.
Biasanya, satu-satunya tujuan perawatan untuk alkalosis respiratori adalah untuk memperlambat laju pernafasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan (anxiety), tenangkan pasien agar dapat memperlambat laju pernafasannya. Beberapa pasien terkadang membutuhkan anxiolitik. Jika nyeri menyebabkan pernafasan yang cepat dan dangkal, usahakan untuk meredakan nyeri terlebih dahulu.bernafas ke dalam paper bag memungkinkan pasien untuk menghirup kembali CO2, sehingga menaikkan level CO2 dalam darah.
Latihan
Gunakan contoh kasus di bawah ini untuk mengetes tingkat pengetahuan anda mengenai asam-basa. Baca tiap contoh kasus dan usahakan untuk menentukan penyebab dari tanda dan gejala yang terjadi. Kemudian, baca bagian interpretasi untuk mengetahui sejauh mana yang anda ketahui.
Contoh kasus 1
Mary Baker, 34 tahun, datang ke UGD dengan pernafasan pendek yang akut dan nyeri pada sisi kanan. Dia merokok satu pak setiap harinya dan baru saja mulai mengkonsumsi pil KB. Tekanan darahnya 140/80 mm Hg; denyut jantung 110 / menit; laju pernafasan 44/ menit. Nilai ABG yaitu :
• pH :7,50
• PaCO2 : 29 mm Hg
• Tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) : 64 mm Hg
• HCO3- : 24 mm Hg
• Oxygen saturation (SaO2) : 86 %
Interpretasi : nilai ABG menunjukkan alkalosis respiratori tanpa kompensasi. pH dan PaCO2 pasien alkalosis, dan HCO3- normal, mengindikasikan tidak ada kompensasi. Anda akan memberikan terapi oksigen, sesuai kebutuhan, untuk meningkatkan SaO2 hingga mencapai lebih dari 95%, menenangkan pasien agar dapat bernafas lebih perlahan dan teratur untuk mengurangi kehilangan CO2; berikan analgesik , sesuai kebutuhan, untuk meredakan nyeri; dan bantu dia secara emosional untuk mengurangi kecemasan. Berdasarkan data yang ada, dapat diperkirakan kemungkinan penyebabnya yaitu pulmonary embolism.
Contoh kasus 2
John Stewart, 22 tahun, dibawa ke UGD akibat overdosis obat antidepresan trisiklik. Dia dalam keadaan tidak sadar dan laju pernafasan 5 hingga 8 per menit. Nilai ABG sebagai berikut :
• pH : 7,25
• PaCO2 : 61 mm Hg
• Tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) : 76 mm Hg
• HCO3- : 26 mm Hg
• Oxygen saturation (SaO2) : 89 %
Interpretasi : nilai ABG ini menunjukkan asidosis respiratori tanpa kompensasi. pH dan PaCO2 pasien asidosis dan HCO3- normal, mengindikasikan tidak terjadi kompensasi. Anda akan memberikan O2, jika diperlukan. Pasien dapat diintubasi untuk menjaga jalan nafas dan dibantu dengan ventilator mekanis. Anda juga dapat menangani penyebab sampingan dengan melakukan gastric lavage dan memberikan charcoal aktif. Kondisi pasien yang demikian dapat berlanjut menjadi asidosis metabolic. Jika hal ini terjadi, berikan sodium bikarbonat untuk mengembalikan keadaan asidosis tersebut.
Contoh kasus 3
Steve Burr, 38 tahun, mengalami diabetes tipe 1. Dia telah mengalami kurang enak badan selama 3 hari terakhir dan belum makan ataupun mendapatkan injeksi insulin. Dia mengalami kebingungan dan letargik. Laju pernafasan 32 / menit, dan nafasnya beraroma buah (fruity odor). Level glukosa serum 620 mg/dl. Saat menerima 40% O2, nilai ABG sebagai berikut :
• pH : 7,25
• PaCO2 : 56 mm Hg
• Tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) : 80 mm Hg
• HCO3- : 15 mm Hg
• Oxygen saturation (SaO2) : 93 %
Interpretasi : Nilai tersebut menunjukkan asidosis campuran. pH, HCO3-, dan PaCO2 seluruhnya mengindikasikan asidosis.
Kembali ke keseimbangan
Bagaimana cara melakukannya? Harus tetap diingat bahwa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan mengenai nilai ABG dalam pemeriksaan pasien harus dipraktekkan. Dengan menjadi lebih terbiasa dalam mengidentifikasi gangguan asam-basa yang spesifik, anda dapat lebih yakin bahwa pasien memperoleh perawatan yang tepat dan dapat kembali pulih secepatnya.
By Michelle Fournier,MN,RN, CCRN
Ketika membicarakan tentang asam dan basa, maka perbedaan antara kehidupan dan kematian menjadi seimbang. Keseimbangan asam-basa tubuh tergantung pada beberapa reaksi kimia yang seimbang. Ion hidrogen (H+) berpengaruh terhadap pH, dan pengaturan pH mempengaruhi kecepatan reaksi seluler, fungsi sel, permeabilitas sel, dan integritas struktur sel.
Ketika terjadi ketidakseimbangan, kita dapat mendeteksinya secara cepat dengan cara mengetahui bagaimana cara memeriksa pasien dan menginterpretasikan nilai arterial blood gas (ABG). Dan keseimbangan dapat dicapai kembali dengan cara menspesifikkan tujuan intervensi terhadap gangguan asam –basa yang terjadi.
Dasar keseimbangan asam-basa
Sebelum menentukan keseimbangan asam-basa pasien, kita harus memahami bagaimana ion H+ mempengaruhi tingkat keasaman, basa, dan pH.
• Asam ialah suatu substansi yang dapat memberikan H+ kepada substansi basa. Contohnya antara lain asam hidroklorik, asam nitrat, ion ammonium, asam laktat, asam asetat, dan asam karbonat (H2CO3).
• Basa ialah suatu substansi yang dapat menerima ataupun mengikat H+. Contohnya antara lain ammonia, laktat, asetat, dan bikarbonat (HCO3-).
• pH menunjukkan konsentrasi H+ secara keseluruhan dalam cairan tubuh. Jika jumlah H+ dalam darah lebih tinggi, pH akan menurun, dan jika jumlah H+ menurun maka pH akan meningkat.
Suatu cairan yang mengandung lebih banyak basa daripada asam memiliki H+ yang lebih sedikit dan pH yang lebih tinggi. Suatu cairan yang mengandung lebih banyak asam daripada basa memiliki H+ yang lebih banyak dan pH yang lebih rendah. pH air (H2O) yaitu 7,4 yang dianggap sebagai pH netral.
pH darah hampir alkali dan memiliki rentang normal 7,35 hingga 7,45. Untuk enzim yang normal dan fungsi sel serta metabolisme normal, pH darah harus berada dalam rentang tersebut. Jika darah bersifat asam, maka kekuatan kontraksi jantung menjadi hilang. Jika darah bersifat alkali, fungsi neuromuskular menjadi tidak bersesuaian. pH darah di bawah 6,8 maupun di atas 7,8 akan berakibat fatal. pH juga mencerminkan keseimbangan antara persentase H+ dan persentase HCO3-. Secara umum, pH dipertahankan pada rasio 20 bagian HCO3 dengan 1 bagian H2CO3- .
Mengatur keseimbangan asam-basa
Terdapat tiga sistem yang mengatur pH tubuh : buffer kimia, sistem respiratorius, dan sistem renal.
Buffer kimia, substansi yang mengkombinasikan asam dan basa, bereraksi secara langsung untuk menjaga pH, dan merupakan kekuatan penjaga keseimbangan asam-basa tubuh yang paling efisien. Buffer ini terdapat dalam darah, cairan intraseluler, dan cairan ekstraseluler. Buffer kimia yang utama yaitu bikarbonat, fosfat, dan protein.
Garis pertahanan kedua dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa yaitu sistem respirasi. Paru-paru mengatur karbon dioksida (CO2) dalam darah, yang dikombinasikan dengan H2O untuk membentuk H2CO3-. Kemoreseptor pada otak mendeteksi pergantian pH dan mengatur laju dan kedalaman respirasi untuk mengatur level CO2. Lebih cepat, pernafasan yang lebih dalam akan mengeliminasi CO2 dari paru-paru, dan lebih sedikit H2CO3 yang terbentuk., sehingga pH naik. Alternatifnya, lebih lambat, dengan pernapasan yang lebih dangkal akan mengurangi eksresi CO2, sehingga pH akan turun.
Tekanan parsial dari level arterial CO2 (PaCO2) menunjukkan level CO2 dalam darah. PaCO2 normal yaitu 35 hingga 45 mm Hg. Level CO2 yang lebih tinggi mengindikasikan hipoventilasi akibat pernafasan yang dangkal. Level PaCO2 yang lebih rendah mengindikasikan suatu hiperventilasi. Sistem respirasi, yang dapat menangani keseimbangan asam – basa seperti halnya sistem buffer, bereaksi dalam hitungan menit, dengan kompensasi yang temporer. Penyesuaian jangka panjang membutuhkan sistem renal.
Sistem renal menjaga keseimbangan asam-basa dengan cara mengabsorbsi atau mengeksresikan asam dan basa. Selain itu, ginjal juga dapat memproduksi HCO3- untuk mengatasi persediaan yang rendah. Level HCO3- yang normal yaitu 22 hingga 26 mEq/L. Ketika darah menjadi asam, ginjal akan mereabsorbsi HCO3- dan mengeksresikan H+. saat darah menjadi alkali (basa), ginjal akan mengeksresikan HCO3-¬ dan menahan H+. Tidak seperti paru-paru, ginjal dapat memberikan efek hingga 24 jam sebelum kembali ke pH yang normal.
Kompensasi terhadap ketidakseimbangan
Dua jenis gangguan dalam keseimbangan asam-basa yaitu asidosis dan alkalosis. Pada asidosis, darah mengandung terlalu banyak asam (atau terlalu sedikit basa). Pada alkalosis, darah mengandung terlalu banyak basa (atau terlalu sedikit asam). Penyebab gangguan keseimbangan asam-basa ini yaitu respiratori ataupun metabolik. Jika sistem respiratori yang menjadi penyebabnya, dapat terdeteksi melalui pemeriksaan PaCO2 atau level serum CO2. Jika penyebabnya sistem metabolik, dapat dideteksi melalui pemeriksaan level serum HCO3-.
Untuk memperoleh keseimbangan asam-basa, paru-paru dapat memberikan respon terhadap gangguan metabolik, dan ginjal dapat memberikan respon terhadap gangguan respiratori. Jika pH menjadi abnormal, respon-respon respiratori maupun metabolik disebut kompensasi parsial (partial compensation). Jika pH telah kembali normal, respon-respon yang terjadi disebut kompensasi lengkap (complete compensation). Harus diingat bahwa sistem respiratori maupun sistem renal tidak akan pernah mengalami overkompensasi. Suatu mekanisme kompensasi tidak akan membuat pasien yang asidosis menjadi alkalosis maupun sebaliknya.
Memahami asidosis dan alkalosis
Disebabkan oleh hipoventilasi, asidosis respiratorius terjadi ketika paru-paru tidak mampu secara adekuat mengeliminasi CO2. Hipoventilasi dapat disebabkan oleh penyakit yang mempengaruhi paru-paru, penyakit syaraf dan otot dada yang menyebabkan ketidaksesuaian mekanisme kerja pernafasan, atau obat-obatan yang memperlambat respirasi pasien. Asidosis respiratori menyebabkan pH menjadi di bawah 7,35 dan PaCO2 di atas 45 mm Hg. HCO3- normal.
Disebabkan oleh hiperventilasi, alkalosis respiratori terjadi ketika paru-paru mengeliminasi terlalu banyak CO2. Penyebab utama hiperventilasi yaitu kecemasan (anxiety). Alkalosis respiratori menyebabkan pH menjadi di atas 7,45 dan PaCO2 di bawah 45 mm Hg. HCO3- normal.
Selintas mengenai penyebab ketidakseimbangan asam-basa :
Daftar berikut ini merupakan penyebab spesifik dari empat jenis gangguan keseimbangan asam-basa.
Asidosis respiratori
Problem utama yaitu hipoventilasi alveolar ( meningkatnya tekanan parsial CO2 arterial [PaCO2]) yang dapat disebabkan oleh :
- edema pulmoner akut
- depresi sistem syaraf sentral
- penyakit pernafasan kronik
- gangguan otot pernafasan dan dada
- ventilasi mekanik yang inadekuat
- oversedasi
- infeksi pulmoner parah
Alkalosis respiratori
Problem utama yaitu hiperventilasi alveolar (penurunan PaCO2), yang dapat disebabkan oleh :
- kecemasan
- sepsis dini
- ventilasi mekanik yang berlebihan
- latihan
- ketakutan
- gagal jantung
- keadaan hipermetabolik, misalnya demam
- hipoksemia
- radang hati
- nyeri
Asidosis metabolik
Penyebab utama yaitu peningkatan asam dan penurunan bikarbonat (HCO3-). Asam yang meningkat dapat disebabkan oleh :
- metabolisme anaerob
- hiperalimentasi
- ketoasidosis
- gagal ginjal
- intoksikasi salisilat
- sepsis parah
- kelaparan
HCO3- yang menurun disebabkan oleh :
- inhibitor anhidrase seperti acetazolamide
- diare
- hiperkalemia
- fistula intestinal
Alkalosis metabolik
Problem utama yaitu meningkatnya HCO3- dan menurunnya kadar asam. Meningkatnya HCO3- disebabkan oleh :
- ingesti antasida berlebihan
- penggunaan bikarbonat yang berlebihan
- administrasi laktat pada dialysis
menurunnya kadar asam disebabkan oleh :
- hiperaldosteronism
- hipokalemia
- hipokloremia
- diuretik thiazide
- nasogastric suction
- steroid
- vomiting
Asidosis metabolik dapat terjadi akibat :
• ingesti substansi asam atau substansi yang setelah melalui proses metabolik menjadi suatu asam.
• Produksi asam yang berlebihan
• Ketidakmampuan ginjal untuk mengeskresikan jumlah asam yang normal
• berkurangnya susbtansi basa.
Asidosis metabolik menyebabkan HCO3- di bawah 22 mEq/L dan pH di bawah 7,35. PaCO2 normal.
Alkalosis metabolik dapat terjadi akibat :
• berkurangnya asam lambung
• berkurangnya sodium atau potassium dalam jumlah besar
• renal yang kekurangan H+
• meningkatnya substansi basa.
Asidosis metabolik menyebabkan HCO3- di atas 26 mEq/L dan pH di atas 7,45. PaCO2 normal.
Analisa ABG dalam empat tahap
Analisa ABG merupakan suatu tes diagnostik yang membantu untuk menentukan efektivitas ventilasi pasien dan keseimbangan asam-basa. Hasilnya dapat membantu dalam memonitoring respon pasien terhadap perawatan. Analisa ABG dapat menyebabkan berbagai hasil tes, tetapi hanya tiga yang esensial dalam mengevaluasi keseimbangan asam-basa : pH, PaCO2, dan HCO3-. Nilai yang normal pada orang dewasa :
• pH : 7,35 hingga 7,45
• PaCO2 : 35 hingga 45 mm Hg
• HCO3- : 22 hingga 26 mEq/L
Harus diingat, bahwa kunci untuk menginterpretasi nilai ABG yaitu konsistensi. Ikuti keempat tahap sederhana berikut setiap saat :
• Tahap pertama. Catat hasil pemeriksaan tiga nilai esensial tersebut : pH, PaCO2, dan HCO3-.
• Tahap kedua. Bandingkan dengan nilai yang normal. Jika hasilnya mengindikasikan asam yang berlebihan, tuliskan A di sampingnya. Jika hasilnya mengindikasikan basa yang berlebihan, tuliskan B di sampingnya. Dan jika hasilnya mengindikasikan keseimbangan yang normal, tuliskan N di sampingnya. pH akan menunjukkan apakah pasien mengalami asidosis atau alkalosis.
• Tahap ketiga. Jika telah dituliskan huruf yang sama pada dua atau tiga hasil pemeriksaan, lingkarilah. Jika anda melingkari pH dan PaCO2, maka pasien anda menagalami gangguan respiratori. Jika anda melingkari pH dan HCO3-, maka pasien anda mengalami ganggguan metabolik. Jika anda melingkari ketiga hasilnya, maka pasien tersebut mengalami kombinasi gangguan respiratori dan metabolik.
• Tahap keempat. Untuk mengecek kompensasi, lihat pada hasil yang tidak anda lingkari. Jika nilainya telah berubah menuju nilai normal dari arah yang berbeda terhadap yang dilingkari, maka terjadi kompensasi. Jika nilainya telah kembali dalam rentang normal, maka tidak terjadi kompensasi. Saat kompensasi telah sempurna, pH tubuh akan kembali normal.
Harus tetap diingat bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hasil ABG menjadi tidak akurat :
• Menggunakan teknik yang tidak tepat saat mengambil sampel darah arteri
• Pengambilan darah vena bukan darah arteri
• Pengambilan sampel ABG selama 20 menit dalam satu prosedur, seperti suctioning atau administering perawatan respiratori.
• Terdapat gelembung udara dalam sampel
• Sampel tidak segera dibawa ke laboratorium
Implikasi Perawatan
Nilai ABG menyediakan informasi yan penting tentang keadaan pasien. Tetapi jangan pernah meremehkan pentingnya pemeriksaan klinis dan pertimbangannya. Sebagai seorang perawat, anda adalah penentu terpenting bagi pasien karena anda secara konstan / teratur berada di dekatnya, memonitor, memeriksa, mengintervensi, dan mengevaluasi kembali.
Peran anda dimulai dengan mengidentifikasi pasien yang memiliki resiko gangguan asam-basa, di mana yang termasuk di dalamnya antara lain :
• Yang mengalami ketidakseimbangan elektrolit secara signifikan
• Mengalami pertambahan maupun pengurangan asam
• Mengalami pertambahan maupun pengurangan basa
• Mengalami ventilasi abnormal
• Memiliki fungsi ginjal yang abnormal
Periksa pasien dengan hati-hati untuk mengidentifikasi tanda awal gangguan asam-basa. Pertimbangkan tanda-tanda vital pasien. Hitung respirasi pasien dalam satu menit. Berapa laju dan kedalaman pernafasan? Apakah merupakan tanda terjadinya problem respiratori atau metabolik? Bagaimana dengan status kesadaran pasien? Korelasikan keseimbangan cairan tubuh pasien dan level kreatinin dengan fungsi ginjal. Selalu korelasikan hasil pemeriksaan dengan diagnosis pasien. Apakah sesuai ? ataukah beberapa tanda justru berbeda? Pastikan untuk mengecek ulang implikasi dan efek samping obat-obatan yang diberikan.
Mengatasi ketidakseimbangan asam-basa
Perawatan untuk asidosis metabolik difokuskan pada perbaikan penyebab yang lainnya. Untuk pasien diabetes, perawatan terdiri dari kontrol glukosa darah dan level insulin. Pada kasus keracunan, perawatan difokuskan pada eliminasi toksin dari darah. Menangani penyebab sampingan seperti keadaan sepsis dapat termasuk terapi antibiotika, pengaturan cairan, dan pembedahan. Asidosis juga dapat ditangani secara langsung. Jika masih dalam tahap ringan, mengadministrasikan cairan I.V dapat mengatasi problem tersebut. Jika asidosis dalam tahap yang parah, dapat diberikan bikarbonat I.V sebagai awalan.
Perawatan untuk alkalosis metabolik difokuskan pada penyebab sampingan. Seringkali, suatu ketidakseimbangan elektrolit menyebabkan gangguan ini, jadi perawatan terdiri dari penggantian cairan, sodium, dan potassium.
Tujuan perawatan asidosis respiratori yaitu untuk meningkatkan ventilasi. lakukan admisnistrasi obat-obatan seperti bronkodilator untuk meningkatkan pernafasan dan , pada kasus yang parah, gunakan ventilasi mekanik. Pertahankan higienitas pulmoner yang baik.
Biasanya, satu-satunya tujuan perawatan untuk alkalosis respiratori adalah untuk memperlambat laju pernafasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan (anxiety), tenangkan pasien agar dapat memperlambat laju pernafasannya. Beberapa pasien terkadang membutuhkan anxiolitik. Jika nyeri menyebabkan pernafasan yang cepat dan dangkal, usahakan untuk meredakan nyeri terlebih dahulu.bernafas ke dalam paper bag memungkinkan pasien untuk menghirup kembali CO2, sehingga menaikkan level CO2 dalam darah.
Latihan
Gunakan contoh kasus di bawah ini untuk mengetes tingkat pengetahuan anda mengenai asam-basa. Baca tiap contoh kasus dan usahakan untuk menentukan penyebab dari tanda dan gejala yang terjadi. Kemudian, baca bagian interpretasi untuk mengetahui sejauh mana yang anda ketahui.
Contoh kasus 1
Mary Baker, 34 tahun, datang ke UGD dengan pernafasan pendek yang akut dan nyeri pada sisi kanan. Dia merokok satu pak setiap harinya dan baru saja mulai mengkonsumsi pil KB. Tekanan darahnya 140/80 mm Hg; denyut jantung 110 / menit; laju pernafasan 44/ menit. Nilai ABG yaitu :
• pH :7,50
• PaCO2 : 29 mm Hg
• Tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) : 64 mm Hg
• HCO3- : 24 mm Hg
• Oxygen saturation (SaO2) : 86 %
Interpretasi : nilai ABG menunjukkan alkalosis respiratori tanpa kompensasi. pH dan PaCO2 pasien alkalosis, dan HCO3- normal, mengindikasikan tidak ada kompensasi. Anda akan memberikan terapi oksigen, sesuai kebutuhan, untuk meningkatkan SaO2 hingga mencapai lebih dari 95%, menenangkan pasien agar dapat bernafas lebih perlahan dan teratur untuk mengurangi kehilangan CO2; berikan analgesik , sesuai kebutuhan, untuk meredakan nyeri; dan bantu dia secara emosional untuk mengurangi kecemasan. Berdasarkan data yang ada, dapat diperkirakan kemungkinan penyebabnya yaitu pulmonary embolism.
Contoh kasus 2
John Stewart, 22 tahun, dibawa ke UGD akibat overdosis obat antidepresan trisiklik. Dia dalam keadaan tidak sadar dan laju pernafasan 5 hingga 8 per menit. Nilai ABG sebagai berikut :
• pH : 7,25
• PaCO2 : 61 mm Hg
• Tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) : 76 mm Hg
• HCO3- : 26 mm Hg
• Oxygen saturation (SaO2) : 89 %
Interpretasi : nilai ABG ini menunjukkan asidosis respiratori tanpa kompensasi. pH dan PaCO2 pasien asidosis dan HCO3- normal, mengindikasikan tidak terjadi kompensasi. Anda akan memberikan O2, jika diperlukan. Pasien dapat diintubasi untuk menjaga jalan nafas dan dibantu dengan ventilator mekanis. Anda juga dapat menangani penyebab sampingan dengan melakukan gastric lavage dan memberikan charcoal aktif. Kondisi pasien yang demikian dapat berlanjut menjadi asidosis metabolic. Jika hal ini terjadi, berikan sodium bikarbonat untuk mengembalikan keadaan asidosis tersebut.
Contoh kasus 3
Steve Burr, 38 tahun, mengalami diabetes tipe 1. Dia telah mengalami kurang enak badan selama 3 hari terakhir dan belum makan ataupun mendapatkan injeksi insulin. Dia mengalami kebingungan dan letargik. Laju pernafasan 32 / menit, dan nafasnya beraroma buah (fruity odor). Level glukosa serum 620 mg/dl. Saat menerima 40% O2, nilai ABG sebagai berikut :
• pH : 7,25
• PaCO2 : 56 mm Hg
• Tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) : 80 mm Hg
• HCO3- : 15 mm Hg
• Oxygen saturation (SaO2) : 93 %
Interpretasi : Nilai tersebut menunjukkan asidosis campuran. pH, HCO3-, dan PaCO2 seluruhnya mengindikasikan asidosis.
Kembali ke keseimbangan
Bagaimana cara melakukannya? Harus tetap diingat bahwa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan mengenai nilai ABG dalam pemeriksaan pasien harus dipraktekkan. Dengan menjadi lebih terbiasa dalam mengidentifikasi gangguan asam-basa yang spesifik, anda dapat lebih yakin bahwa pasien memperoleh perawatan yang tepat dan dapat kembali pulih secepatnya.
Rabu, 31 Maret 2010
Guyon Syndrome
Guyon syndrome merupakan penyakit mononeuropati motorik yang mana tidak mengalami gangguan sensorik. Secara garis besar, guyon syndrome dapat terjadi oleh karena terjepitnya nervus Ulnaris pada canalis guyon yang dibentuk melalui perjalanan dari nervus Ulnaris yakni ketika memasuki daerah manus, terletak di sebelah superficialis dari ligamentum carpi transversum, berada di diantara os pisiforme ( di bagian medial ) dan hamulus ossis hamati ( di bagian lateral ). Diantara dua ossa carpalia inilah canalis guyon terbentuk. Pada canalis ini nervus Ulnaris terbagi menjadi ramus superficialis dan ramus profundus. Ramus superficialis menginervasi regio cutaneus jari sedangkan ramus profundus akan mempersarafi M. interosseus, sebagian M. lumbrikalis dan M. abd. Pollicis.
Terjepitnya nervus Ulnaris pada canalis guyon dapat disebabkan aktivitas yang berlebihan. Hal ini dapat menimbulkan munculnya beberapa tanda klinis apabila keadaan tersebut telah terjadi dalam waktu yang lama yakni atrofi pada thenar.
Terjepitnya nervus Ulnaris pada canalis guyon dapat disebabkan aktivitas yang berlebihan. Hal ini dapat menimbulkan munculnya beberapa tanda klinis apabila keadaan tersebut telah terjadi dalam waktu yang lama yakni atrofi pada thenar.
Langganan:
Postingan (Atom)